tag:blogger.com,1999:blog-68442876585249368342024-03-13T08:24:45.146-07:00PENDIDIKAN....Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.comBlogger156125tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-43013282342119514532011-10-28T05:18:00.000-07:002011-10-28T05:21:17.746-07:00Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Disiplin Belajar<div>ABSTRAK</div><div><br /></div><div style="text-align: justify;">DIAJIE ARY TOHFATI, Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan</div><div style="text-align: justify;">Disiplin Belajar Pada Siswa SMK Negeri 46 Jakarta Timur. Skripsi. Jakarta :</div><div style="text-align: justify;">Program Studi Pendidikan Tata Niaga, Jurusan Ekonomi dan Administrasi,</div><div style="text-align: justify;">Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Juni 2011.</div><div style="text-align: justify;">Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang</div><div style="text-align: justify;">positif antara pola asuh orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46</div><div style="text-align: justify;">Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan terhitung dari sejak</div><div style="text-align: justify;">bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.</div><div style="text-align: justify;">Metode penelitian yang digunakan adalah metodesurvei dengan pendekatan</div><div style="text-align: justify;">korelasional. Populasi dari penelitian adalah siswa SMK Negeri 46 Jakarta Timur.</div><div style="text-align: justify;">Populasi terjangkaunya adalah siswa Kelas X Pemasaran yang berjumlah 78</div><div style="text-align: justify;">siswa. Dari jumlah populasi terjangkau tersebut dijadikan sampel sebanyak 65</div><div style="text-align: justify;">orang. Teknik pengambilan sampeldalam penelitian ini adalah teknik acak</div><div style="text-align: justify;">sederhana (simple random sampling).</div><div style="text-align: justify;">Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sederhana Ŷ = 18,25</div><div style="text-align: justify;">+ 0,79X. Uji persyaratan analisis untuk menguji normalitas galat taksiran regresi</div><div style="text-align: justify;">Y atas X menunjukkan bahwa galat taksiran Y atas X berdistribusi normal. Hal ini</div><div style="text-align: justify;">dibuktikan oleh perhitungan yang menunjukkan bahwa Lhitung (0,0960) < Ltabel</div><div style="text-align: justify;">(0,1098) dengan menggunakan uji liliefors pada taraf signifikan (α) = 0,05. Dalam</div><div style="text-align: justify;">uji hipotesis, uji keberartian dan kelinieran regresi menggunakan tabel Analisis</div><div style="text-align: justify;">Varians (ANAVA). Dari hasil uji keberartian regresi diperoleh Fhitung(87,74)></div><div style="text-align: justify;">Ftabel (4,00) yang menyatakan regresi berarti. Dari uji liniearitas regresi diperoleh</div><div style="text-align: justify;">Fhitung (1,45) < Ftabel (1,84) yang menunjukkan bahwa model regresi yang</div><div style="text-align: justify;">digunakan linier.</div><div style="text-align: justify;">Koefisien korelasi yang dihitung dengan menggunakanrumus Product</div><div style="text-align: justify;">Moment menghasilkan rxy sebesar 0,763 sedangkan hasil dari uji signifikansi</div><div style="text-align: justify;">diperoleh thitung sebesar 9,367 dan ttabel sebesar 1,67. Dikarenakan thitung > ttabel,</div><div style="text-align: justify;">maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh</div><div style="text-align: justify;">orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46 Jakarta Timur.</div><div style="text-align: justify;">Perhitungan koefisien determinasi menunjukkan 0,5821 variasi variabel Y</div><div style="text-align: justify;">ditentukan oleh variabel X.</div><div style="text-align: justify;">Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang positif antara pola asuh</div><div style="text-align: justify;">orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46 Jakarta Timur. Hal</div><div style="text-align: justify;">tersebut berarti semakin tepat dan baik pola asuh orang tua maka semakin tinggi</div><div style="text-align: justify;">pula disiplin belajar yang terbentuk dalam diri siswa.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-32478183624113268932009-05-28T09:04:00.000-07:002009-05-28T09:12:42.138-07:00Translate<div align="justify"><span style="font-size:130%;"><strong>KEPRIBADIAN YANG KREATIF</strong><br /></span><br />ABSTRACT</div><div align="justify"><br />Penelitian tokoh kreatif tidak bisa di pungkuri mempunyai cara sendiri sebagai jalan utama penelitian atas daya cipta dan kreatif dalam memecahkan masalah, bidang lain ialah kreatif proses, produk, dan lingkungan (atau menekan). Dengan rasa hormat disampaikan kepada tokoh penelitian, lebih dari 50 tahun yang lalu, banyak studi sudah memeriksa karakteristik, sikap, pilihan, gaya, dan lain kualitas personal yang kelihatannya membedakan individu yang sangat kreatif. Maksud artikel ini akan meninjau teori yang dikumpulkan tokoh kreatif penelitian, menggambarkan sedikit karya utama peneliti dan metode mereka, ringkasnya meninjau kembali teori itu sudah ditawarkan untuk menerangkan mengapa kualitas personal. sebab kualitas personal adalah berhubung, dan hasil proses kreatif serta memeriksa gagasan kreatif yang relatif baru dan gaya memecahkan masalah. Tubuh penilai gaya di atas traditional penelitian tokoh tetapi memegang substantial berjanji untuk identifikasi bakat dan perkembangan bagi semua individu, tidak yang itu saja yang dikenali sebagai kreatif berbakat<br />Daya cipta dan memecahkan masalah kreatif memiliki rahasia yang diperdebatkan untuk menjadi perlu sekali untuk kemajuan umat manusia, bahkan itu sangat di butuhkan untuk kelangsungan hidup (Taylor, 1964; Taylor & Barron, 1963). Dasawarsa-dasawarsa penelitian memusatkan pikiran pada orang kreatif yang menghasilkan kesusasteraan besar dan daftar panjang karakteristik bergaul dengan individu yang mempunyai banyak hasil prestasi kreatif. Ketrampilan dan watak kreatif untuk memecahkan masalah rahasia di antara rata-rata, tidak terkenal, individu sehari-hari sudah menyambut bagian sangat kecil perhatian(Nicholls, 1972). Masih, jika kami akan menambah bakat di kita semua, untuk kemajuan besar kecil, kami harus tahu banyak tentang “rata-rata” orang terlibat dalam memecahkan masalah kreatif rahasia proses. Gagasan yang relatif baru, kreatifitas atau gaya memecahkan masalah, palka berjanji untuk besar mengerti bagaimana semua orang, bagaimanapun juga level daya cipta mereka, memecahkan masalah bermacam-macam dan, dengan penuh harapan, bisa belajar menjadi lebih baik memecahkan masalah.<br />Artikel ini meninjau penelitian dan teori di karakteristik kepribadian, termasuk gaya, menghubungkan dengan daya cipta. Kami memeriksa berbagai pemapar karakteristik itu mungkin menegaskan tokoh kreatif, sedikit dari peneliti utama, metodologi mereka dan teori, sampel penilai daya cipta yang ada, dan the memperkembangkan pengertian gaya sebagai penting factor dalam menentukan bagaimana individu berbeda mendekat keadaan yang memerlukan jawaban kreatif. Artikel menutup dengan diskusi menghubungkan kami dengan arus mengerti gaya kreatif dan karakteristik lain dihubungkan dengan daya cipta sampai identifikasi bakat dan perkembangan di pendidikan.<br />Di waktu di tinjauan ini, daya cipta syarat-syarat dan memecahkan masalah rahasia dipakai dengan dipertukarkan. Maksud ialah tidak untuk mengaburkan perbedaan yang mungkin terasa oleh orang lain ialah kebutuhan agak akan memperkuat kesamaan di antara dua. Mereka masing-masing literatures mempunyai menurut sejarah ada hubungan baik antara teori dan kesimpulan. Niscaya, kedua syarat-syarat saling berbagi fokus biasa atas ciptaan tanggapan baru—penyelesaian baru— untuk masalah dan pertanyaan itu sebelum ini secara efektif belum dijawab</div><div align="justify"><br />MENYERAHKAN PENELITIAN KEPADA PENGGUNAAN</div><div align="justify"><br />Penelitian sifat tokoh kretif individu sudah menghasilkan daftar ratusan pemapar, yang berisi barang yang tumpang-tindih dan, waktu, membantah satu sama lain. Ini sudah membuat upaya untuk mengenali mahasiswa dengan potensi untuk kreatif produktivitas sulit. Konsep gaya janji untuk menolong pengertian kami yang nyata ini menyangkal sedangkan memperbaiki kemampuan kami untuk mengenali dan mengembangkan bakat kreatif.<br />Lebih baik bertanya, “seberapa kreatif siswa ini?,” fokus pada peranan penting kami untuk menyakan , “bagaimana siswa ini kreatif?” ini meminjamkan sendiri ke penerimaan bahwa semua mahasiswa mempunyai potensi kreatif itu bisa dikenali dan diasuh. Menolong mahasiswa menghargai gaya kreatif mereka bisa memungkinkan mereka untuk menjadi lebih banyak berguna kalau menggunakan ketrampilan mereka yang memecahkan masalah di lingkup spesifik.<br />Rata-rata tingkat kreatif siswa untuk kemampuan memecahkan masalah mungkin dikenali sebagai “masih kurang jelas,” “tampil” “ungkapan,” atau “keunggulan. ” setiap menilai tingkat untuk perbedaan<br />pelajaran mendekati. Menuntun siswa lewat mempelajari pengalaman sesuai untuk setiap tingkat rata dan menawari mereka kesempatan untuk menghasilkan khusus di lingkup bunga memungkinkan mereka menyadari daya cipta mereka sendiri. Mengerti gaya menolong siswa ke lebih efektif memakai kekuatan mereka dan meminimalkan risiko yang dihubungkan dengan gaya mereka ketika menanggapi lingkungan. Juga, waktu pengajar mengerti gaya kreatif mereka sendiri, mereka meluaskan lensa lewat yang mereka menilai produk dan mengenali kilatan kreatif yang berpijar di bawah permukaan siswa adalah kepribadian<br /><br /><br /><br />PANDUAN PRINSIP</div><div align="justify"><br />Dua asas esensial sampai penelitian kepribadian kretif adalah Teori Bidang (Lewin, 1936) dan lingkup kepentingan tidak efektif. Teori bidang menyarankan bahwa kelakuan manusia adalah fungsi interaksi kepribadian dan lingkungan. Penelitian orang yang mana pun harus mempertimbangkan lingkungan (i.e., orang lain, organisasi baik efektif maupun tidak efektif, penampilan atau kekurangan dorongan, peraturan, kepercayaan, sikap, dan dugaan) di pilih mana orang yang berfungsi. Yang kedua, kami mempertimbangkan bahwa lingkup tidaj efektif sepenting sampai daya cipta sebagai lingkup kesadaran . Sedangkan kesusasteraan berisi banyak keterangan wawasan dan menemukan peristiwa, kebanyakan kreatifitas sarjana berpikir memandang kerja kreatif dan memecahkan masalah kretif rahasia sesulit tetapi menggairahkan, sering mengasikan, tetapi biasanya memerlukan terus-menerus pertempuran, mempersembahkan dan janji (Amabile, 1989; Gruber, 1989; Russ, 1993; Torrance, 1967).<br />Karena masalah sering kompleks, daya cipta bukanlah kerja mudah. Kami tidak boleh mengasumsikan bahwa untuk menjadi kreatif satu kebutuhan yaitu hanya “berpikir,” atau menggunakan “alat” tertentu atau ketrampilan kognitif, untuk menyebabkan timbulnya pemecahan kreatif. Logika, sebaik sebagai ilmu pengetahuan dan penelitian otak, menawarkan bukti kuat bahwa proses dan kesadaran mengharukan harus saling mempengaruhi jika daya cipta akan terjadi. Pertimbangan harus di diteksi motivasi “. . . Dan keperluan, minat, dan sikap yang menolong individu untuk menjadi produktif creatively” (Guilford, 1967, p. 12). Berkembang (1963) berakhir bahwa faktor “kepribadian dan dorongan sedikitnya sama pentingnya dengan bakat di memutuskan [kreatif] performance” (p. 252). Williams’ (1972) model karena memperkembangkan bakat kreatif menempatkan tekanan setara di kognitif dan affective ciri. Selain kemampuan kognitif ideational kefasihanfleksibel, keaslian, dan teliti berpikir, Williams memandang affective kualitas keingintahuan, keberanian, keruwetan, dan imajinasi sekritis sampai daya cipta. Renzulli, yang sudah mencurahkan.<br /><br />TEORI KEPRIBADIAN KREATIF</div><div align="justify"><br />Untuk menyusun konteks untuk pengertian kami of aspek kreatif kepribadian, mungkin berguna untuk membangkitkan kenangan kami mengenai teoritis utama mendekat sampai subyek. Gambaran ringkas pun dari teori daya cipta dominan memperkuat tugas mempengaruhi dan interaksi orang dan lingkungan (menekan) in proses kreatif.<br />Table 1 mendaftar beberapa yang berbasis di Freudian yang utama teori mulai dengan kerja Freud sendiri, di ikuti oleh teori menumpukan di pertumbuhan diri sendiri dan positif. pemandangan daya cipta yang mulai dengan Pangkat, dan pertumbuhan teori nanti. Freud secara langsung tidak pernah terumuskan teori daya cipta. Tetapi, di satu surat kabar (Freud, 1908/1959), gambarnya seniman kreatif proses satu yang ada pemecahan konflik atau menghaluskan Ini adalah cukup untuk memindahkan pertimbangan yang kepribadian kreatif maju. Mulanya, fokus di bawah sadar pikiran, dengan daya cipta terikat ke ID-naluri. Dianmis berpikir yang memindahkan fokus ke sebelum sadar dan kreatifitas kualitas.<br />Klasik psychoanalytic pemandangan perjuangan diantara fantasi dan kenyataan menyebabkan banyak memikirkan daya cipta sebagai meliputisegi alam manusia yang lebih gelap. Tetapi, Rank (1932/1960) dan lain psychoanalytic psychologists menganggap perjuangan ini sebagai negara bagian ideal manusia nature.mereka berteori bahwa spesies kami sudah maju akibatnya imajinasi dari kreatif kami yang kolektif. Sifat sadar pikiran bersifat kreatif. Menujukan bawah sadar pikiran sampai tindakan dan pada akhirnya bentuk dan bentuk produk kami terakhir. Ini sama-sama benar untuk paradigma-perubahan daya cipta, serta perbuatan kreatif yang kecil yang sehari-hari bahwa incrementally dan secara tak terlihat maju macam manusia, atau satu adalah kepuasan hati dengan hidup.<br />Kenaikan pertumbuhan diri atau teori pertumbuhan dari daya cipta serupa dengan teori pertumbuhan anak, seperti itu bahwa Swis psikolog Jean Piaget (Flavell, 1963) yang menggambarkan pertumbuhan kognitif sebagai hasil constant meronta-ronta di antara lawan dan alami processes, akomodasi dan asimilasi. Kami digerakkan ke meminta ke luar perangsangan, memperluas kesadaran kami, berkembang additional ketrampilan, dan memperoleh penguasaan lingkungan. Maslow (1968) menggambarkan hirarki motif manusia ke tindakan, dari tingkat rendah, keperluan biologis ke lebih tinggi alasan, seperti pengetahuan dan aktualisasi diri. Naik mobil ke mencitakan adalah naik mobil ke aktualisasi. Memimpin kami ke baru, original, gagasan baru. Tetapi, bisa riskan dan berbahaya kelakuan. Oleh karena itu, kami affective kualitas menjadi lebih penting untuk menghasilkan kreatif daripada pandai kemampuan, menopang kami di pencarian kami meskipun ada mungkin fisik, sosial, dan bahaya.<br />Rogers (1954) menegaskan daya cipta sebagai “... timbulnya di tindakan novel, hubungan produk, pertumbuhan dari keunikan individu... dan bahan, peristiwa, orang, atau situasi hidupnya... ” (p. 71). Daya cipta memerlukan keterbukaan, tempat dalam dalam penilaian, dan keyakinan diri atau keberanian ke mengejar gagasan yang dipertimbangkan oleh sesuatu penting, meskipun ada pengecilan hati eksternal. Kalau bertingkah secara kreatif, individu mengurus ke mereka “suara dalam” (melihat Meja 2; Treffinger, Young, Selby & Shepardson, 2002), kepercayaan pribadi mereka tentang apa sebelah kebenaran atau bermanfaat, daripada pengaruh oleh pandangan berlawanan.<br />Pentingnya tempat dalam penilaian, atau motivasi hakiki, mempunyai panjang dikenali di proses kreatif(Deci, 1975, 1980), seperti yang mempunyai asas dari tidak memberikan pendapat waktu gagasan sedang membangkitkan (Osborn, 1963; Parnes, 1967). Dini eksternal penilaian stif Les one’s kerelaan untuk mengungkapkan gagasan baru dan dapat menghancurkan motivasi hakiki dan keyakinan diri. Amabile dan koleganya (Amabile, 1983, 1990, 1996; Hennessy & Amabile, 1998; Hennessy & Zbikowski, 1993) kebebasan menghalangi efek penilaian dari luar di kreatifitas dan efek bermanfaat ruang kelas dan motivasi pribadi menyusun tekanan itu nilai hakiki tugas perbuatan.<br />Daya cipta tak hanya diakibatkan oleh interaksi dari kesadaran dan kepribadian, tetapi juga dari interaksi dengan situasi atau lingkungan. Tarik kembali Lewin’s (1936) Teori Bidang. Sebagai Rogers (1954) menterjemahkan ini prinsip, perasaan kreatif ditingkatkan oleh dua utama lingkungan mempersiapkan: keamanan dan kebebasan psikologis. Perasaan kreatif memerlukan keberanian untuk mengambil risiko membinasakan gagasan yang berkedudukan kuat dan kesayangan. Waktu resiko segalanya, individu perlu tahu (atau merasa) itu, di kegagalan pun, dia atau dia masih akan dinilai.<br />Ketiadaan biasanya negatif atau tidak relevan umpan balik mengizinkan individu untuk mengikuti naluri mereka sendiri dan maksud apa terbaik. Secara jiwani aman lingkungan mengurangi penilaian eksternal yang tak pantas saat berhubungan tegas mengerti. Ini membolehkan diri sebenarnya untuk muncul di perusahaan kreatif dan membersarkan hati orangnya untuk menaruh satu untuk semua ke dalam kerja. Juga mengizinkan dan memajukan kebebasan perasaan simbolik (Rogers, 1954), percobaan, bermain, dan eksplorasi. Lingkungan harus responsif ke proses kreatif, sumber penghasilan harus hadir, hadiah untuk berpikir baru ditawarkan, dan anjur tantangan dan pertanyaan<br />Abra (1997) membantah bahwa apa yang mempersatukan daya cipta di seni, ilmu pengetahuan, atau bidang yang mana pun manusia usaha keras ialah motivasi— keperluan atau dorongan untuk ucapan sendiri. Sebenarnya, di sana ada aspek positif dan negatif sampai motivasi, baru saja selama disana adalah reaksi variabel dari dunia eksternal di response ke usaha individu. Tetapi, apa terus-menerus menentukan seseorang yang dengan berhasil terlibat dalam proses kreatif berpisahan dari yang lebih tidak tak berhasil ialah dedikasi mereka, janji, ketegaran, keaktifan, dan kehebatan—motivasi mereka untuk kerja kreatif. Eysenck (1983, 1993, 1997) memperkuat pandangan ini dengan mengusulkan daya cipta itu variable kepribadian, tak ada kemampuan. Penelitiannya dan teori menambah yayasan untuk penelitian kreatif memecahkan masalah- rahasia gaya dilaporkan oleh Selby, Treffinger, Isaksen, dan Lauer (2004).<br /><br />PERKEMBANGAN SISWA DALAM DAYA CIPTA KONTEMPORER </div><div align="justify"><br />Biasanya, peneliti daya cipta mulai memeriksa mereka dengan referensi kepada Guilford’s (1950) alamat ketua Perkumpulan Psikologis Amerika, memanggil perhatian ke psikologi penyia-nyiaan daya cipta dan pentingnya dari memperkembangkan bakat kreatif. Surat keterangan populer lain ialah untuk klasifikasi oleh Rhodes (1961) empat bidang utama dari penelitian daya cipta yang sudah menanam sejak Guilford’s menyebutnya, dikenal sebagai empat “P’s”: kreatif proses, produk, press (lingkungan), dan kepribadian.<br />Selain untuk penelitian tokoh kreatif, mungkin juga tak ada jumlah penelitian empiris yang lebih luar biasa membandingkan kreatif dan “kurang kreatif” individu daripada itu membandingkan tokoh masing-masing mereka menggores. Beberapa kreatifitas penelitian masing-masing dan kolektif sebagian besar kontribusi sudah membuat tempat pengetahuan, pendirian ke luar. Untuk lebih dari seperempat abad, terlambat di tahun 1940, institusi untuk Penilai Tokoh and Penelitian (IPAR) di Universitas California di Berkeley adalah pusat utama untuk penelitian kepribadian kreatif. MacKinnon (1962, 1970, 1978), pendiri dan direktur IPAR telah lama, dengan mahasiswanya dan kolega, mengumpulkan jumlah berarti data lewat wawancara obyektif dan tes projective mendapat angka dengan contoh arsitek, penulis, matematika, ilmuwan, penemu, insinyur, dan individuals dari profesi dan pekerjaan lain. Di antaranya karya seni dan kolaborasi di IPAR adalah Barron (1955, 1969, 1990, 1995), Helson (1965, 1966, 1967), dan Gough (1979).<br />Tetapi, IPAR adalah mendekati “psychometric”, bukan satu-satunya metodologi dulu biasa belajar kepribadian kreatif. Sekumpulan besar kesusasteraan ada dari biographical penelitian juga (Abra, 1997; Gedo & Gedo, 1992; Gruber, 1989; Taylor & Ellison, 1967; Wallace & Gruber, 1989). Metode studi kasus biografis sering menyediakan lebih kaya wawasan yang lebih mendalam lewat analisa terperinci individual sejarah hidup. laporan diri sebanyak beberapa secara kreatif produktif tunjuk orang dewasa bahwa masa kecil mereka ialah bukan kebahagian semata. Situasi rumah mereka terlibat tantangan dan kesukaran, termasuk kematian orang tua atau ketiadaan karena perceraian atau perpisahan (Roe, 1952), bahwa lebih hebat daripada apa sesuatu mungkin mempertimbangkan norma. akibat, individu ini sudah mungkin belajar untuk menyesuaikan diri dengan meminta cara untuk mengatasi kemalangan, dan akhirnya berhasil dalam prestasi kreatif yang dikenali secara luas. Ada tanda bahwa individu ini juga mengalami interasksi luar biasa dorongan dari orang tua atau pembimbing untuk mengejar minat atau bakat mereka.<br />Banyak pengarang terus memeriksa jiwa kreatif individu menghasilkan untuk wawasan untuk mereka berpikir dan melakukan proses dan sifat mereka, karya kreatif (Gardner, 1993; Oremland, 1997; Smith & Carlsson, 1990). Sedangkan mayoritas perhatian adalah memusatkan pikiran pada daya cipta artistik, ada juga banyak biographical penelitian ilmuwan dan lain-lainnya (Gedo & Gedo, 1992; Mansfield & Busse, 1981; Phillips, 1957; Wallace & Gruber, 1989).<br /><br />KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN KREATIF</div><div align="justify"><br />Daftar sifat tokoh kreatif (Barron, 1955; Dellas & Gaier, 1970; Feist, 1999; MacKinnon, 1962; Cangkir, 1974; Vervalin, 1962). Banyak dari daftar ini tumpang-tindih, sedangkan orang lain menawarkan contoh unik. Beberapa sifat yang didaftar pun bertentangan. Tak satu pun orang bisa diharapkan menunjukkan semua sifat yang muncul di kesusasteraan, atau akan seorang individu yang menunjukkan salah satu atau lebih sifat ini secara perlu menunjukkan yang satu itu atau sifat itu seluruh waktu. Di antara yang itu yang disarankan oleh Barron adalah pilihan untuk ksesulitan, kebebasan pendapatnya menyatakan, sedikit penggunaan penindasan sebagai mekanisme penjagaan, dan lebih hebat kecenderungan untuk mengungkapkan gerak hati. Vervalin mendaftar derajat tinggi intelijen yang ditegaskan secara luas, keterbukaan untuk mengalami dan emosi, kebebasan dari rintangan dan menstereotipkan berpikir, estetis kehalusan perasaan, fleksibel, kemerdekaan di pemikiran dan tindakan, cinta ciptaan untuk demi membuat, dan tantangan dan pemecahan baru mencari dengan tak habis-habisnya. MacKinnon membandingkan lebih kretif dengan kurang kreatif. arsitek menggores lebih tinggi di kehadiran sosial, penerimaan diri, kekuasaan, keyakinan diri, kebebasan dari pembatasan dan rintangan konvensional, dan kerelaan untuk mengakui tidak biasa dan tidak konvensional spendanagan diri. Mereka lebih rendah di pengertian menjadi baik, tanggung jawab, sosialisasi, menguasai diri, menarik bagi untuk pencapaian dalam menyesuaikan diri situasi, atau keasyikan dengan mengingatkan orang lain. Cangkir menggambarkan orang kreatif sebagai keingintahuan, suka memetingkan diri, agresif orang berprestasi, termotivasi oleh urutan, sedangkan kritis adalam diri, conventional, swasembada, intuitif, dan empathic, ialah juga kurang terbatas. Orang kreatifnya, sedangkan secara emosional tidak stabil, cakap memakai ketidakstabilan secara efektif.<br />Satu keterbatasan yang dikenali penelitian kepribadian kreatif adalah bahwa sebagian besar studi memerlukan hanya pria dewasa. Dellas dan Gaier’s (1970) meninjau kembali apa penting untuk dimasukkannyanya penelitian di kreatif wanita dan anak. Hasil mereka memperhatikan yang diungkapkan minat feminim bagi pria dan kejantanan yang diungkapkan menarik bagi wanita. Lebih dari itu, penelitian pada ilmuwan wanita (Helson, 1967) dan keingintahuan serta bukan penyesuaian di anak (Starkweather, 1964, 1976) menyarankan bahwa the “kepribadian kretif” bersilang baik jenis kelamin dan umur.<br />Amabile (1989) menambahan menertibkan diri tentang kerja, gigih juga kalau jengkel, kemampuan untuk menunggu untuk hadiah, motivasi diri, dan kerelaan untuk mengambil risiko. Dacey’s (1989) daftar dibuat sekitar delapan kualitas dari pikiran kreatif, termasuk toleransi untuk ketakjelasan, f lexibility, dan rogyny (tak terbatas oleh stereotip jenis kelamin), and kelambatan kepuasan. Feist (1999) kategori lebih banyak dibandingkan 100 surat keterangan yang membandingkan seniman dan non-seniman, ilmuwan dan bukan ilmuwan. Daftarnya, membedakan “kreatif” ke “tidak kreatif,” memasukkan imajinasi, menurut kata hati , kurang bersungguh-sungguh, kegelisahan, emosional kehalusan perasaan, ambisi, menyangsikan norma, permusuhan, menjauh, tidak bersahabat, kekurangan kehangatan, kekuasaan, keangkuhan, dan otonom.<br />McMullen’s (1976) daftar bergambar “synergistic swings,” atau menggabungkan gagasan dengan cara bahwa di pertama melihat sekilas nampak mustahil. Rothenberg (1971, 1990) merujuk pada sinergi ini proses sebagai Janusian yang berpikir. Bruner (1973) menyebutnya “menghubungkan,” mencampurkan dari lawan dan kontradiksi nyata. Individu kreatif sekarang pajangan “paradoks ”. mereka dilonggarkan tapi penuh perhatian, yakin tetapi sederhana, tak menarik tetapi egois, dipisahkan tetapi dilibatkan, konstruktif tetapi memutuskan, tanpa pikiran tetapi cerdas, konvergen dan divergen, dan dapat menunda penutupan tetapi dapat tinggal dengan membuat satukeputusan (McMullen, 1976).<br />Csikszentmihalyi (1996) menggambarkan yang ini “berlawanan” lebih gamblang. Individu kreatif mempunyai hubungan hebat tenaga fisik, namun mereka sering pendiam dan saat tidur. Mereka “cerdas,” tetapi bisa naif. Mereka kelihatannya kuat penuh canda dan tak berdisiplin tetapi juga sangat rajin dan bertanggung jawab. Mereka mungkin penganti di antara “Penerbangan fantasy” dan sangat “tidak sombong” pengertian kenyataan. Orang kreatif kelihatannya ke pelabuhan lawan kecenderungan untuk versi dan versi tambahan, di the yang sama waktu sederhana dan bangga atas prestasi mereka, and dipikirkan untuk menjadi suka memberontak dan mandiri, masih tidak dapat menciptakan di ketiadaan pengetahuan, peraturan, atau adat kebudayaan mereka. Mereka mempunyai nilai dalam lingkup mereka sedangkan memelihara naluri mereka untuk mempertanyakan “kecenderungan” dan penerimaan lingkup itu. Individu kreatif bernapas secara bersamaan dan obyektif tentang kerja mereka. Akhirnya, pembeberan keterbukaan dan kehalusan perasaan mereka sampai hubungan luar biasa dari penderitaan dan kesenangan.<br />Sesudah memeriksa 120 definisi daya cipta dan mengadakan pencarian luas untuk sifat teman dengan menghasilkan kreatif menarik dari seberang 100 articles, Treffinger et al. (2002) menggambarkan empat pola kemampuan, watak, gaya, dan sifat pribadi. kreatifitas perseorangan menyebabkan timbulnya gagasan (menggunakan divergen and kiasan berpikir); “menggali lebih banyak bagian” ke dalam ideas (menggunakan konvergen dan kritis berpikir); terbuka dan mempunyai keberanian untuk menjelajahi gagasan; dan ke gelar lebih hebat, bersedia mendengarkannya atau suara dalamnya. Yang ini terakhir dua kategori-kategori panjang dan diringkaskan di tabel 2. Dua pola ini mengumpulkan banyak kepribadian karakteristik didaftar dalam tahun-tahun. Pengarang mengatakan bahwa the sifat yang ditemukan di kesusasteraan oleh mereka memasukan bukan hanya kemampuan kognitif dan ciri tokoh, tetapi juga pengalaman yang lalu.<br /> </div><div align="justify"><br />MENGUKUR TOKOH KREATIF</div><div align="justify"><br />Untuk memperkembangkan daftar panjang sifat tokoh kreatif, peneliti dan teoretikus sudah membuat dan memakai sepajangan alat untuk mendesain menilai aspek kepribadian manusiawi. Banyak dari tokoh profiles, inventaris, kuisioner, atau mengukur daftar tanda laporan diri. Beberapa “nilai objectif” dan lain-lainnya proyek ukuran yang mengharuskan cukup banyak latihan dan pengalaman menggores dan menterjemahkan. Tak bergerak ukuran lain adalah tugas percobaan yang lebih dari pada tes. Starkweather (1964, 1976), misalnya, seperti membuat beberapa ukuran daya cipta bagi anak prasekolah untuk menilai persesuaian/ketidak cocokan dengan membuat mereka sebanding (atau tidak mencocokkan bentuk) bahwa mereka diberi tahu dipilih bagi orang-tua mereka. Di Permainan Sasarannya, Starkweather menilai anak-anak mengambil risiko oleh pilihan mereka jarak dari sasaran di permainan macam melanggar jatuh.<br />Houtz dan Krug (1995) dan Treffinger et al. (2002) memberikan tinjauan besar alat penilai daya cipta dan metode. Beberapa alat beken termasuk Inventaris Tokoh California, enambelas daftar pertanyaan faktor kepribadian, dan Minnesota Multiphasic kepribadian inventaris. Alat ini didesain untuk menilai sepajangan luas keperluan dan ciri tokoh diberi kepada individu yang secara umum akan karakteristik sebagai menunjukkan “normal” kelakuan. Alat seperti Rorschach Test dan Thematic Apperception Test lebih subjektif, memberikan subyek dengan perangsang yang agak ambigu dan mengandalkan di atas individuals’ “proyek” motivasi atau perasaan tak sadar.<br />Sejumlah laporan diri inventaris lebih khas sampai penilai daya cipta atau potensi kreatif. Misalnya, sesuatu tentang diri saya (Sam) dan Apa Jenis Orang adalah Anda (WKOPAY; Khatena, 1971) bersama membuat di atas Inventaris Persepsi Kreatif (Khatena & Morse, 1994; Khatena & Torrance, 1976). Sam bertanya individu untuk memeriksa dari aktivitas bahwa mereka sudah terlibat dalam itu mungkin menunjukkan kreatif potensial. memasukkan hal kegemaran, perjalanan pengambilan, puisi tulisan atau sandiwara, dan menciptakan. Barang lain pada Sam meminta individu menyetujui atau membantah dengan penjabaran diri tertentu, seperti itu sebagai “sayaberbakat di banyak jalan berbeda” atau “saya banyak akal. ” The WKOPAY meminta individu memeriksa ciri tokoh atau sifat yang rasa mereka melambangkan kelakuan mereka.<br />Satu lagi baik dikenal dari daftar Gough (1952, 1979) daftar kata sifat (ACL) 300 descriptors, of yang Domino (1970) mengenali 59 yang terbentuk Kerak Daya Cipta. Beberapa dari 59 termasuk kehadiran pikiran, kacau, logis, artistik, idealistis, resah, ingintahu,wawasan, peka, menuntut, spontan, egotistical, sarkastik, tegas, penuh semangat, dan pandai. berguna untuk skala anak yang bisa dilengkapkan oleh guru ialah perkembangan oleh Renzulli, Hartman, dan Callahan (1975). Ciri tingkah laku murid-murid dinilai di bidang seperti itu sebagai keingintahuan, mengambil risiko, intelektual playfulness, humor, sensitivity sampai kecantikan, persesuaian, individualism, dan keteguhan.<br />Davis dan Rimm (1982; Davis, 1998) kolaborasi atas perkembangan sejumlah inventaris untuk anak, remaja, dan mahasiswa perguruan. Davis (1975) menggambarkan enam kelompok ciri utama di yang kreatif kepribadian yang muncul dari barang atas skala ini: energetic keaslian; minat dan aktivitas kreatif; kreatif menulis dan daya tarik ke kompleks keyakinan diri and rasa humor kebebasan dan keluesan bersama dengan kepercayaan di psychical gejala dan arousal seeking, mengambil risiko, dan playfulness.<br />Skala Seni Barron-orang Wales (Welsh & Barron, 1963), sebagian Welsh’s Figure Preference Test, pemberian individu dengan pasang lukisan garis. Sesuatu penarikan masing-masing pasang lebih banyak “seimbang atau simetris,” memakai lebih lurus, garis yang lebih biasa. Detik lebih banyak simetris, tidak teratur, ambigu, menggunakan lebih lengkung lines atau “saya akan menegaskan” batas. Individu dengan lebih banyak bakat artistik atau aspirasi dan individu dengan hebat mempertunjukkan daya cipta lebih suka lukisan kompleks. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI; Briggs & Myers, 1976; Kroeger & Thueson, 1988; Myers & McCaulley, 1985; Myers & Myers, 1980) laporan diri mengukur mendesain untuk menilai individu-individu pilihan untuk berbeda macam pengolahan informasi sepanjang empat affective dimensi. Dari rentetan barang pilihan paksa, individuals dinilai di dari dalam-dari luar versi, dari hati–peka, pikiran–perasaan, dan merasa–mengerti. Ada kumpulan kesusasteraan yang menyiratkan adanya pola di antara 4 dimensi sangat akrab dihubungkan dengan daya cipta: dari dalam versi, dalam hati, berpikir, merasa (Houtz, LeBlanc, & Butera, 1994; Houtz et al, 2003; Houtz, Tetenbaum, & Phillips, 1981).</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />MACAM-MACAM KREATIFITAS</div><div align="justify"><br />Tinjauan tokoh kreatif ini adalah tidak yang pertama, atau apakah itu adalah yang terakhir. Tetapi, apa baru karena sejumlah tinjauan sebelumnya adalah timbulnya gagasan kreatif atau macam memecahkan masalah. Ini dan tinjauan tokoh kreatif lain secara jelas sudah memperlihatkan tugas penting affective ciri atau sifat di proses kreatif. Untuk memperlihatkan asas ini, data dari banyak studi yang menggunakan jenis ukuran tokoh sudah terkumpul. Tetapi, pembaca lagi diingatkan pada asas pertama arus pemeriksaan—bahwa hasil kelakuan manusia dari interaksi kepribadian dan lingkungan. Keterbatasan berarti dasawarsa-dasawarsa penelitian penilai tokoh kreatif bahwa faktor lingkungan tidak sebagian pengumpulan data. Meskipun ada argumen yang pertumbuhan, positivist teori daya cipta, affective sifat masih ditimbulkan sebagai entitas statis, digambarkan di syarat-syarat jumlah (angka) tidak dipunyai atau dipunyai.<br />Macam gagasan kreatif sudah mulai mengubah pemandangan tugas ini mempengaruhi di proses kreatif. Dari pada memusatkan pikiran pada kadar daya cipta yang ditunjukkan oleh seorang anak atau orang dewasa, penelitian gaya kreatif mengenali perbedaan cara orang menjelang masalah mereka menemukan di lingkungan mereka. Kurang diperhatian seberapa daya cipta ditunjukkan oleh seorang individu, tetapi di atas bagaimana individu memakai ketrampilan kreatif mereka di jawaban sampai kondisi yang menghadapi mereka. Dengan berubah fokus dari “seberapa banyak” ke “dengan cara apa ,” fokus penelitian juga bergeser. Kami melihat bahwa banyak sifat yang didaftar di atas adalah manifestasi gaya yang mungkin berjanji atau melarang menghasilkan kreatif, bergantung pada lingkungan. Adil untuk mengatakan bahwa macam penelitia kreatif adalah perkembangan berbarengan serta kesusasteraan semakin meningkat 20 tahun yang lalu dan macam pemikirannya (Jonassen & Grabowski, 1993).<br />Teori pengaruh dari macam tingkah laku yang kompleks seperti kreatif masalah membongkar rahasia buram di Bilangan 1. Baik genetika dan pengalaman mempengaruhi perkembangan macam pengolahan informasi, yang dipengaruhi bakat bagaimana individu menjawab ke lingkungan dan memilih pengalaman baru. Pengalaman lalu memimpin sampai perkembangan ketrampilan baru dan memperkuat macam lagi. Proses ini interaktif; masing-masing langkah ialah pengaruh oleh langkah sebelumnya. Tentu saja, pengalaman bisa memimpin untuk penguatan, berhasil memecahkan masalah rahasia (i.e., positive berganti di one’s lingkungan), atau kegagalan (i.e., bukan perubahan atau ganti menjadi kurang baik). Dengan rasa hormat ke macam kreatif, teori ini menyiratkan adanya itu kalau dihadapi dengan masalah, individu mungkin bertingkah berlainan menurut gaya mereka sudah berkembang dan sekarang ini lebih suka menyusul. Tindakan ini akan menghasilkan macam berbeda pengalaman itu, pada gilirannya, akan membawa individu ke pilihan yang masih berbeda lagi.<br />Macam penelitian adalah bidang menjanjikan bagi pendidik untuk saat ini paling tidak dua sebab. Terlebih dulu, gagasan gaya membolehkan untuk penariakan keterangan berlawanan tokoh muda dan sering disebutkan oleh peneliti daya cipta. Selama interaktif, kian kemari, memberi dan mengambil proses pemecahan masalah, di mana baik diambang maupun dipusat pikiran mereka hal affective yang berhubungan atau tidak berhubungan diperlukan (Treffinger, Isaksen, & Dorval, 2000), itu dapat diharapkan kedatangan bahwa individu berhasil akan belajar untuk mengubah gaya mereka sampai tuntutan situasi. Thus, “Synergistic mengayunkan,” sebagai Williams (1973) mengamati, atau bahkan ciri atau sifat bertentangan (Csikszentmihalyi, 1996), akan ditunjukkan. Individu yang, lewat pelajaran proses, sadar kembali mengerti gaya mereka can belajar bagaimana caranya untuk merentang di luar pilihan mereka untuk menghidupkan jawaban sesuai atas lingkungan bahwa mereka akan meninggalkan tak menjelajahi.<br />Sebab kedua bahwa kreatif atau macam memecahkan masalah minta semua orang, tidak saja yang berbakat secara kreatif. Tiap orang memecahkan permasalahan —sederhana, biasa, masalah sehari-hari; oleh karena itu, asumsinya bahwa tiap orang bisa menjadikan masalah kea rah lebih baik. Pendidik tidak perlu memikirkan daya cipta hanya sebagai “bakat. ” lebih sebagai ciri kelangsungan hidup alami seperti kemampuan berlari. Memusatkan pikiran pada individu yang secara kreatif produktif di derajat tinggi menyebabkan persepsi bahwa hanya orang yang di suatu pertandingan cara sifat individu yang sangat kreatif mempunyai potensi kreatif. Kami tidak membuat asumsi sama tentang kemampuan berlari. Kami tidak mengharapkan semua anak menjadi pelari Olympiade, namun kami mengharapkan semua anak yang biasanya sehat menjadi dapat berlari. Kami juga mengasumsikan bahwa, dengan latihan dan latihan, anak mana pun bisa bertambah baiknya atau waktu berlarinya. Baik mapan (Niu & Sternberg, 2003; Sternberg, 2000; Treffinger et bahwa individu-individu kreatif bias menghasilkan atau bisa memperbaiki lewat perintah.<br />Macam penelitian memusatkan pikiran untuk mengenali cara individu lebih suka mengolah informasi, menyebabkan timbulnya gagasan baru, ujian mereka, dan mempraktekkan mereka. Dengan pengetahuan dari gaya, guru bisa memperbaiki perintah siswa. Peneliti dan pembuat kurikulum bisa melihat untuk metode, teknik, dan aktivitas komplemen siswa pilihan itu. Pilihan kuat bisa menuntun belajar aktif dan lambat, sedikit gaya telah berkembang bisa diperkuat.<br />Beberapa peneliti sudah memperkembangkan ukuran gaya kreatifitas. Kirton (1976) usulan bahwa beberapa individuals lebih suka menyesuaikan diri sampai kondisi eksternal dan dalam memecahkan masalah ada peraturan, sedangkan orang lain lebih sukauntuk membungkuk, mengabaikan, atau melanggar peraturan untuk menyebabkan timbulnya gagasan baru. The Kirton adaptasi -inovasi inventaris (Kirton, 1976, 1994) sudah dipakai untuk mengenali dua gaya memecahkan masalah . adaptasi individu yang menegaskan dan mendekatnya masalah dalam ada kerangka dan struktur. Pembaharu “pemecahan masalah dengan membuat kerangka baru. ... Mereka asli, penuh semangat, individualistic, spontan, dan pemikir” (Selby, Treffinger, Isaksen, & Powers, 1993, p. 224).<br />Basadur (1994) menggambarkan individu sebagai penggerak, konseptual, semangat, atau pelaksanaan, hasil di empat gaya jelas masalah mendatang. the Creative Problem Solving Profile Inventory (CPSP; Basadur , Graen, & Wakabayashi, 1990), seseorang diberikan dengan 18 kumpulan sebanyak empat kata sifat. tingkat urutan kata sifat mereka di masing-masing kumpulan sebagai mereka tepat untuk mendeskriptifkan sendiri. Bahwa seluruh gagasan proses kreatif memecahkan masalah memerlukan banyak pilihan dihubungkan dengan keempat gaya, tapi individu mungkin menunjukkan pilihan jelas satu gaya atau lain.<br />PANDANGAN, baru saja memecahkan masalah (Selby, Treffinger, Isaksen & Lauer, 2002), mengenal individu yang lebih suka bekerja ada dalam peraturan atau struktur dan sangat berkepentingan terhadap rincian dan hasil di laju berangsur-angsur yang sengaja yang hati-hati. Membongkar rahasia problems dalam sistem mungkin membuat sistem berjalan lebih baik, meningkatkan nilainya, dan timbal sampai banyak keuntungan. Yang ini individuals disebut Pengembang (Selby et al. ). Individu lain mungkin merasa dikurung dan tak enak dengan peraturan sekarang dan strukturnya dan mungkin ingin menyelesaikan masalah dengan mengabaikan peraturan yang lengkap dari pada penekukan saja mereka. Mereka lebih suka istirahat baru tumbuk atau mencari sesuatu baru. Jika berhasil, usaha mereka sebetulnya mungkin mengubah sistem tua atau betul-betul menciptakan system baru. Individu ini diserahkan untuk sebagai penjelajahan.<br />Penandaan penjelajahan-Pengembang merujuk agar seseorang berganti orientasi. Individu yang mempunyai gaya penjelajahan yang baik dirumuskan sering menyebabkan timbulnya gagasan dan memungkinkan memecahkan masalah. Mereka menetapkan struktur, wibawa, dan membatasi peraturan. Mereka nyaman bekerja pada banyak tugas yang tidak terbatas sekarang dan sering menunjukkan sedikit perhatian dengan penutupan. Untuk mereka, batas waktu dapat berubah-ubah dan fleksibel. Di tangan yang lain, individu yang mempunyai dirumuskan dengan baik Pengembang gaya lebih suka untuk menghasilkan “masih cukup” gagasan praktis dan realistis bahwa akan melayani untuk membuat pemikiran lebih baik. Mereka dipergiatkan dengan struktur, kekuasaan dan peraturan, dan memelihara tenaga dengan berkanjang sampai tugas lengkap, menyusun rincian mengikuti-lewat dan pelaksanaan. Mereka mencari, menyetujui, dan bertemu batas waktu yang diberi.<br />Dua dimensi PANDANGAN lain cara memproses informasi dan satu fokus yang membuat keputusan pada waktu pemecahan masalah. Satu cara pengolahan bisa karakteristik dari dalam (“saya perlu memikirkan ini. ”) atau dari luar (“ saya perlu berbicara dengan orang lain tentang ini. ”). Alamat dimensi ini bagaimana mereka dipakai oleh individu tenaga dalam dan sumber penghasilan, bagaimana mereka mengelola informasi, bagaimana dan kalau di proses yang memecahkan masalah mereka membagi pikiran mereka.<br />Yang itu dengan gaya Eksternal lebih suka memproses informasi di tempat sosial bahwa membolehkan engagement dengan lingkungan luar. Mereka belajar dan bekerja dengan baik dalam bergaul, mendengarkan, dan berbicara dengan orang lain. Keadaan luar saling berbagi pilihan secara leluasa dengan tingkat nada luas orang. Mereka meminta transaksi luar biasa masukan sebelum membentang atausetuju sampai penutupan. Mereka mengurus pers untuk segera bertindak, di waktu tanpa pemikiran atau menerima waktu yang mana pun untuk berpikir. Internals lebih suka pengolahan pribadi dan sering menjadi asyik dengan dengan peristiwa dan gagasan dalam. Kerja mereka dan belajar paling seorang diri, di lingkungan diam, dan akan mengira keuntungan kesempatan konsentrasi diam Konsentrasi dan bayangan diam ini adalah sumber tenaga bagi mereka. Sesudah menerima waktu untuk berpikir, gagasan dan saran mereka lewat, mereka siap untuk saling berbagi, mereka biasanya mulai dengan yang mereka sudah perlihatkan kepercayaan dan keyakinan. Mereka lebih suka berpikir terlebih dahulu sebelum mereka bertindak. Mei ini, waktu untu menilai ketidakgiatan.<br />Siswa fokus ketika membuat keputusan menjatuhkan di rangkaian kesatuan dari Orang (“bagaimaan gagasan ini dapat mengharuskan yang lain?”) untuk Tugas (“apa perlu untuk mendapat pekerjaan layak?”). Dimensi ini alamat di mana individual lebih suka mulai mencapai keputusan, pertama apa yang menjadi prioritas, dan apa salah perdagangan mungkin dibuat ketika mempertimbangkan tuntutan tugas atau yang itu orang-orang terlibat atau terbawa oleh situasi. Sebaiknya tidak ada penafsiran bahwa yang dilakukan fokusnya bukan pada orang yang memikirkan tugas, atau bahwa yang menumpukan di tugas tidak memikirkan orang. Agak, yang itu dengan focus seseorang berjalan sepanjang garis bahwa jika orang dan mereka membutuhkan sepenuhnya disapa, tugas akan diselesaikan, waktu yang itu dengan karya Fokus Tugas sepanjang garis bahwa jika the tugas disapa betul-betul dan logis, orang akan dipelihara.<br />Kalau mengambil keputusan yang itu dengan Fokus Orang ditetapkan priorits berdasarkan pendapat mereka di pribadi dan kriteria emosional. Mereka cenderung mempertimbangkan dampak pribadi dari akibat keputusan. Mereka menghadiri untuk hubungan dan meminta keselarasan dan mufakat. Mereka berusaha untuk menghindari konflik atau situasi tegang, kadang-kadang memerlukan ongkos dari mereka sendiri, dan mungkin mencedok tentang fakta atau information untuk memelihara keselarasan. Mereka sering menjadi penengah atau perdamaian-pembuat di antara yang itu dengan kuat tetapi menentang posisi. Waktu mempertimbangkan option mereka cenderung untuk terlebih dulu mempertimbangkan apa itu baik, menarik, atau itu menyenangkan . Di waktu mereka mungkin menaruh tentang kualitas hasil orang-rang tersebut.<br />Yang fokusnya atas Tugas waktu membuat keputusan lebih suka kesimpulan yang bersebab baik dan bukan merupakan pendapat orang lain. Mereka memilih kriteria bahwa mempunyai kekuasaan, pembuktian, dan obyektif. Mereka mungkin mendapatkan konflik atau situasi tegang perasaan, memusatkan semata-mata pikiran pada fakta dan informasi serta mengabaikan emosi. Mereka lebih suka demam dan/atau kualitas lebih perasaan dan emosi. Kalau mempertimbangkan pilihan mereka cenderung untuk terlebih dulu mempertimbangkan apa salah, apa yang kurang, atau apa perbaikan yang diperlukan.<br />Pilihan menggambarkan untuk keenam gaya pada pandangan tiga dimensi, dan paling lain gaya ukuran, menjadi lebih kentara sebagai individual’s kodi atau tingkat berpindah jauh dari pertengahan. Yang itunya preferences lebih dekat sampai pertengahan, atau lebih sedang, mungkin lebih suka satu gaya lebih dari yang lain, tetapi pilihan itu sering tidak berkembang atau dengan tajam membedakan (Selby et al., 2004). Individu seperti itu mungkin merasa itu lebih mudah untuk mengerti dan tegas dengan gaya yang lain di itu dimension daripada orang yang gayanya lebih kuat telah berkembang.<br />Ada juga aspek sosial untuk menjadi mode. Untuk kejadian, perseorangan dengan gaya Pengembang moderat pandangan orientasi untuk Berganti Dimensi, kalau bekerja dengan kelompok pilihan Pengembang kentara, Mei be dilihat oleh kelompok sebagai bagian lain Explorer. Yang sama individual bekerja dengan kuat penjelajahan mungkin dilihat by kelompok itu sebagai Pengembang kentara. Individu has tidak berubah, tetapi lingkungan sosial mempunyai dan therefore, oleh sebab itu mempunyai cara bahwa individual’s gaya dilihat dan bereaksi ke. Apa juga mungkin berganti banyaknya tekanan individual pengalaman akibat melepaskan di antara the sosial lingkungannya dan atau gayanya<br />Masing-masing pilihan gaya mewakili kekuatan tertentu bahwa, ketika dilakukan secara pantas bisa menolong untuk bergerak sebagai proses memecahkan masalah. Tetapi, di sana juga ada risiko yang dihubungkan dengan masing-masing gaya bahwa, jika tidak meredakan atau diurus, bisa mengganggu proses. Waktu siswa (Selby, 1997) dan orang tua (Esposito et al, 2004) mengerti gaya mereka, mereka dapat masuk dan berpindah mengalami proses memecahkan masalah lebih efisien dan efektif.<br />Tak ada gaya yang “lebih baik” dari pada gaya lain, dan masing-masing mempunyai tugas di bagian atau tahap yang mana pun dalam memecahkan masalah dengan kreatif. Mengerti gaya memungkinkan orangnya untuk membangun kekuatan dan menjadikan pemecahan masalah lebih efektif. Mengerti masing-masing kekuatan, peran dan keterbatasan bisa menolong tim-tim bekerja bersama dengan berhasil dan produktif. Ketidakmengertian mungkin membolehkan anak-anak untuk menjadi perbedaan tidak dapat mengatasi rintangan. masyarakat cenderung melihat dunia lewat lensa gaya mereka sendiri. Berbicara tentang gaya dan bagaimana masing-masing anggota kelompok mengubah pengalaman, mengolah informasi, dan mengambil keputusan di dalam tindakan akan menolong membangun hubungan baik, membolehkan perbedaan menjadi aset.<br /><br />MAKSUD DARI PERKEMBANGAN TALENTA DI DALAM PENDIDIKAN</div><div align="justify"><br />Gagasan gaya kreatif menyediakan peneliti dan pendidik dengan alat lain untuk menggunakan untuk menolong semangat perasaan kreatif. Karena gaya kreatif dibangun berdasarkan pada asas bahwa semua orang memecahkan masalah itu baik cocok untuk keperluan dan syarat perecana perintah. Sedikatakan lebih awal, meskipun ada sumbangan berarti dan penting, hubungan luar biasa dari penelitian tokoh kreatif sudah mengabaikan konsep dari “rata-rata kreatifitas” dengan hanya mengumpulkan murid kreatif sangat mudah menolong untuk berganti dunia mengalami penemuan luar biasa mereka menghasilkan gagasan. Penelitian gaya kreatifitas tetap hebat menjanjikan untuk mempengaruhi setiap orang yang memiliki daya cipta.<br />Torrance (1987) bantahan panjang bahwa lewat kemampuan memerintah, mahasiswa bisa belajar dengan pemecahan masalah secara kretif akan menjadi lebih efektik. Dengan pengetahuan mereka kretifitas mahasiswa dalam memecahkan masalah guru dalam posisi lebih baik untuk meramalkan kesukaran mahasiswa mungkin di jawaban untuk situasi belajar yang baru dan berkembang alternatif belajar dengan pengalaman yang akan membandingkan gaya khusus. Treffinger et al. (2002) menganjurkan terlebih dulu mengenali pengajar/guru sekarang level perbuatan dengan sumber data lipat ganda. Mungkin penampilan digambarkan sebagai “tidak jelas,” “muncul,” “ekspresi,” atau “keunggulan. ” rata-rata saat yang sesuatu berfungsi memberikan titik mulai dari menentukan pemrograman kependidikan bahwa menlong berkembang kemampuan kreatif mahasiswa yang alaminya (Treffinger, Young, Nassab, & Wittig, 2004).<br />Keterampilan individu “tidak jelas” mungkin menerima perintah mendesain untuk membangun dasar ketrampilan di lingkup dan dasar pengertian alat kreatif, teknik, dan proses. Dengan mengurus ini mahasiswa belajar gaya, kami mungkin mengharapkan bahwa seperti itu perintah akan lebih efektif (Dunn, Beaudry, & Klavas, 1989). dengan memberikan mahasiswa gaya memecahkan masalah dan menolong mereka mengerti pilihan mereka sendiri dan maksud gaya mereka, kami mungkin mengharapkan mahasiswa menjadi lebih baik dapat untuk secara efisien dan efektif menyelesaikan proses memecahkan masalah dan mengerjakan apa penyebab timbulnya gagasan dan mengatur alat (Schoonover, 1996; Selby, 2000). alhasil, guru mungkin mempunyai lebih banyak kesempatan untuk memperhatikan bidang istimewa yang memerlukan penggunaan kreatif ketrampilan ini. Juga, dengan memakai pengetahuan gaya mereka sendiri, guru mungkin melebarkan lensa lewat yang mereka menilai derajat kreatif produk mahasiswa dan dengan demikian mengenali produknya kreatif kilatan<br />Seorang pelajar kreatif mampu “muncul” kuat mendapat pertolongan dalam berlatih ketrampilan lingkup dan penggunaan dari alat tertentu dan ketrampilan daya cipta. Mungkin menarik bagi lebih lanjut belajar mandiri, kecil kelompok tugas, berkumpul, dan aktivitas lingkup-spesifik lain. Saat yang berlatih memecahkan masalah ketrampilan, mahasiswa mempunyai an kesempatan untuk lebih lanjut mengerti maksudnya atau gayanya kalau bekerja dengan tim atau hasil bagi hadirin. Guru yang mengerti dan bekerja untuk memasukkan pengertian itu untuk mereka merencanakan menambah kesempatan mereka untuk memperhatikan pertumbuhan kecakapan atas bagian mahasiswa mereka itu dengan berusahauntuk memandang hasil mahasiswa dengan alasan kriteria bertenaga dengan berbeda gaya.<br />Ini saatnya mungkin membantu guru untuk mengenali pelajar yang sedang mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan nafsu yang diperlukan di lingkup khusus kemauan itu membolehkan mereka mengekspresikan dirinya lewat karya kreatif yang lebih tinggi. pelajar dikenali sebagai “ungkapan perasaan” mungkin memerlukan pertolongan yang memakai alat dan ketrampilan untuk masalah dan tantangan yang realistis dan dapat ditangani. sangat mungkin menawarkan kesempatan ini semua kehidupan merupakan tantangan, mereka akan meminimalkan resiko.<br />Akhirnya, yang dikenali sebagai “unggul” dapat keuntungan dari kesempatan untuk bekerja dengan sebenarnya, memulai sendiri dan tantangan yang menujukan diri, mengenali dan memakai ketrampilan, proses, dan alat mereka sudah belajar untuk jenis tugas baik sendiri-sendiri dan berkelompok. lagi, gaya datang ke dalam bermain di syarat-syarat bagaimana jalan pelajar dan berurusan dengan kadar risiko dan tanggung jawab diperlukan untuk penggunaan bakat mereka yang berhasil di lingkup mereka, dan bagaimana mereka mengelola masalah dan berubah dalam lingkup itu.<br /><br />KESIMPULAN</div><div align="justify"><br />Penelitian tokoh kreatif diteruskan untuk menjadi an aktif dan berguna usaha keras. Dua asas menuntun untuk masa depan penelitian. Yang pertama ialah bahwa tokoh penelitian mungkin menghasilkan hasilnya yang paling produktif waktu tigkah laku bersama dengan penelitian kemampuan kognitif dankondisi lingkungan dalam individu yang mana fungsi. Berkali-kali, peneliti yang dipusatkan intellectual kemampuan dan merendam di “cognitive traditions,” mempunyai come untuk mengakui pentingnya ciri tokoh atau characteristics dalam menggambarkan dan menerangkan daya cipta.<br />Penelitian tokoh kreatif diteruskan untuk menjadi an aktif dan berguna usaha keras. Dua asas ialah likely menuntun untuk masa depan penelitian. Yang pertama ialah bahwa personality penelitian mungkin menghasilkan hasilnya yang paling produktif waktu conducted bersama dengan penelitian kemampuan kognitif and kondisi lingkungan dalam individu yang mana fungsi. Berkali-kali, peneliti yang dipusatkan intellectual kemampuan dan merendam di “cognitive traditions,” mempunyai come untuk mengakui pentingnya ciri tokoh atau characteristics dalam menggambarkan dan menerangkan daya cipta<br />Kreatifitas penelitian tokoh naik, tetapi, “tingkat daya cipta” tawaran perbedaan kesempatan baru untuk mengerti dan menganjurkan proses kreatif. Kami tidak dapat menyangkal bahwa bermacam-macam individu, dengan berbeda kemampuan, menyisipkan lingkungan berbeda, memecahkan masalah setiap hari. Daya cipta, atau memecahkan masalah, menawarkan pengabungan gayateori tokoh tradisional, pengaruh lingkungan, dan perhatian untuk kreatif serta memecahkan masalah perbuatan semua individu, tidak hanya yang itu saja rmengenal sebagai luar biasa berbakat. Daya cipta atau gaya yang memecahkan masalah dapat sangat baik ternyata pokok pendekatan pelajaran yang efektif mendesain untu mengembangkan ketrampilan daya cipta dan mengubah lingkungan untuk meningkatkan kreatif masalah membongkar rahasia. Juga mungkin menjadi panduan di identifikasi dan perkembangan bakat bahwa lain sudah tak dilihat.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-1464318707279585382009-05-21T03:16:00.000-07:002009-05-21T03:27:17.580-07:00RESUME BUKU<div align="left"><strong><span style="font-size:180%;color:#ff6666;">CITA-CITA PENDIDIKAN INDONESIA</span></strong></div><div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#ff6666;"></span></strong> </div><div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#ff6666;"></span></strong> </div><div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#ff6666;"></span></strong> </div><div align="center"> </div><div align="center"><span style="color:#ff6666;"></span></div><div align="justify"><span style="color:#ff6666;"></span></div><div align="justify"><span style="color:#ff6666;">BAGIAN PERTAMA :<br />PEMIKIRAN PENDIDIKAN<br />Bab 1. Pemikiran dan Kritikan Atas Pemikiran Pendidikan Paulo Freire.<br /><br />1. Sejarah Hidup Freire<br /><br />Paulo Freire adalah putra Brasil yang lahir pada tanggal 19 september, 1921. Tepatnya di daerah Recife sebelah timur laut Brasil. Freire terlahir dari kalangan yang sangat demokratis, menghargai dialog dan memperluas kesempatan kepada setiap anggotakeluarga untuk mengemukakan ekspresi pribadi masing-masing sehingga kemudian tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang sangat terbuka, menghargai pendapat orang lain dan selalu mengedepankan dialog.<br /><br />Salah satu teorinya dalam pendidikan yang paling masyhur adalah bahwa pendidikan untuk manusia memanusiakan manusia. Teori ini lebih condaong kea rah filosofi eksistensialisme yang berusaha menggagas konsep manusia dan seluk beluk persoalan yang melingkupinya.<br /><br />Karena pemikirannya yang kritis, tokoh humanism ini sangat aktif dalam menulis sehingga lahirlah beberapa karya tulinya. Diantaranya EDUCATION AS THE PRACTICE FOR FREEDOM, PEDGOGY OF THE OPPRESSED, EDUCATION FOR CRITICAL CONSCIOUSNESS dan PEDAGOGY OF HEART.<br /><br />2. Pikiran-pikiran Pendidikan Freire<br /><br />Pendidikan Kritis<br />Freire adalah tokoh pendidikan yang anti imperialism eksploitasi sekaligus penindasan, bagimy, tidak bias ditolerir sebab tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itulah Freireberpendapat bahwa pendidikan adalah untuk “memanusiakan manusia”. Dalam memahami kerangka filasfat Freiresebaiknya kita terlebih dahulu menirut pada akar persoalannya yang paling mendasar dari buah pikiranya. Freire dengan menggunakan pendekatan humanis membangun konsep pendidikannya mulai dari konsep manusia sebagai subyek aktif.<br /><br />Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire dikatagorikan sebagai subyek “yang sadar”. Artinya kedua posisi ini sama-sama berfungsi sebagai subyek dalam prose pembelajaran. Peranan guru hanya mewakili dari seorang teman yang baik bagi muridnya. Adapun posisi realitas dunia menjadi medium atau obyek “yang disadari”. Disinilah manusia belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep pendidikan Freire mendapati posisi subyek aktif. Manusia kemudian belajar dari realitas sebagai medium pembelajaran.<br /><br />Dalam kondisi social kau terpinggirkan terdapat beberapa karakter khas yang kemudian melahirkan persoalaan kompleks. Penindasan adalah salah satu di antaranya yakni ketika otoritas penguasa lebih dominan dan mengekploitasi manusia tanpa keadilan sedikit pun. Untuk mengubah kondisi social masyarakat tertindas itukah, Freire menggagas gerakan “penyadaran”. Sebagai usaha membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan atau kebudayaan bisu yang selalu menakutkan.<br /><br />Maksud dari gerakan penyadaran ini adalah agar manusiabisa menh\genal realitas sekaligus dirinya sendiri. Manusia bias memahami kondisi kehidupannya yang terbelakang itu dengan kritis.<br /><br />Dalam hal ini Freire memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat katagori:<br /><br />Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri.<br /><br />Kesedaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada diatas tingkatannya disbanding dengan sebelumnyakesadaran naïf dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bias menganalisa persolan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsure-unsur yang mendukung suatu problem social.<br /><br />Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya kesadarn kritis bersifat analitis sekaligus praktis.<br /><br />Kesadaran Tranformative adalah puncak kesadaran dari kesadran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadannya kesadaran”. Orang makin praktis dalam merumurkan persoalaan.<br /><br />Alat Perlawanan<br /><br />Paulo Freire mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan dari pandangan mendasarnya yang banyak dikritik orang yaitu bahwa dunia hanya terbagi atas 2 kelompok : kelompok penindas dan kelompok tertindas. Setiap orang pastilah menjadi bagian dari salah satu kelompok entah dia si penindas ataukah si tertindas.<br /><br />Freire berpendapat bahwa dalam pendidikan, peserta didik tidak boleh dipahami sebagai obyek tersendiri yang harus digarap dan diisi oleh pendidik. Dalam istilah Freire, sisitem pendidikan seperti itu disebut system bank, di mana peserta didik adalah tabungan dan terdidik sebagai penabung. Pandangan tentang pendidikan semacam ini pada prakteknya cenderung bersifat otorite dan menhalangi kesadaran peserta didik untuk berkembang.<br />Dengan demikian, pendidikan harus berorientasi mengarahkan manusia pada pengenalan akan realitas diri dan dunianya dengan melibatkan dua unsur yakni pengajar dan pelajar disatu pihak sebagai subyek sadardan realitas dunia di pihak lain sebagai obyek tersadari.<br /><br />Butiran-butiran pemahaman yang membangun filsafat pendidikan Freire dapat di jekaskan sebagai berikut : Manusia tidak hanya berada di dunia, tetapi juga berinteraksi dengan dunia dimana ia berada. Di dalam situasi keberadaanya tersebut, manusia harus memiliki kesadaran kritis yang diarahkan pada realitas sehingga terjadi interaksi ketika manusia menanyai, menguji dan menjelajahi realitas tersebut.<br /><br />Dalam penerapanya dalam kurikulum Freire mengusulkan kurikulum yang bertolak belakang dari realitas konkret peserta didik dan yang muatannya mampu menumbuhkan kesadaran kritis.<br /><br />Pendidikan Masyarakat Kota<br /><br />Buku Freire, Pendidikan Masyarakat kota merupakan rangkuman diaog seputar dunia pendidikan dan Paulo Freire sebagai narasumber atas dialog tersebut. Membicarakan pendidikan dan juga sekolah secara kritis. Sebuah studi kasus yang mengambil fokusnya di Negara Brasil, tepatnya di kota Sao Paulo yang pernah mengalami kebangkrutan dalam hal ini pendidikan pada dasarwarsa 1990-an. Paulo Freire juga menekankan perlu adanya keadilan dalam mengakses pendidikan. Manajmen, kurikulum dan operasional pendidikan serta perangkat organisasi tersurat menjadi fokus pembicaraan oleh Paulo.<br /><br />Pendidikan Masyarakat Kota yang semula memiliki judul aslinya Pedagogy of the city, memiliki ruang pembahasannya. Pertama, pendidikan yang membebaskan untuk masyarakat urban kotemporer. Kedua, refleksi tentang pengalaman bersama tiga pendidikan. Epilog dan postkrip-nya mengambil tema, meninjau ulang pendidikan di Sao Paulo.<br /><br />3. Kritikan Atas Pemikiran Freire<br /><br />Para sarjan kita telah sepakat secara penuh bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan kritis ialah seluruh gagasan yang pernah dikembangkan oleh Paulo Freire. Apa yang telah di gagas olh Freire bukan semata-manat sebatas wacana pendidikan saja. Namun lebih jauh Freire telah mengguanakan pendekatan filosofis yang kemudian membangun paradugma pendidikan kritis.<br /><br /><br />Bab 2. Pemikiran Pendidikan John Dewey dan Relevansinya dengan Indonesia<br /><br />1. Sejarah Hidup Dewey<br />John Dewey, lahir 1859 di Burlington, Vermont dan wafat 1952, adalah filosofi Amerika dan dianggap pendidik paling terkemuka pada masanya. Meraih doctor filsafat dari John Hopkins University, ia mengajar di University of Michigan, University of Minesota, University of Chicago, Columbia Universitydan berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia. Karya-karyanya di bidang pendidikan, antara lain, Democracy and Education, Logic dan Experience and Education.<br /><br />2. Pemikiran Pendidikan dewey<br /><br />Demokrasi Pendidikan<br /><br />John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyampaikan pesan revolusioner : masyarakat yang demokratis harus menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua warganya serta kualitas pendidikan yang sama. Hakikat pendidikan yang demokrasi adalah kemerdekaan. Tujuan pendidikan dalamsuatu Negara yang demokrasi adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan dan berbagai “perbudakan”lainnya.<br />Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga Negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting.<br /><br />Sedangkan pentingnya pendidikan demokrasi antara lain dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam semangat egalitarian dibandingkan dengan ideology non-demokrasi. Berdasarkan catatan, John Dewey diprediksikan bahwa di masa depan, sekolah merupakan sebuah miniature masyarakat demokratis.<br /><br />Komunitas<br /><br />John Dewey menyatakan bahwa demokrasi adalah yang paling bermoral, paling masuk akal dan paling cocok untuk dunia modern. Lebih terlihat sebagai seorang pragmatis keyimbang utopis, pandangan dan gagasan Dewey melihat komunitas terbangun dari ikatan-ikatan yang secara rumit saling berkaitan melalui komunikasi. Dewey mngamati bahwa “masyarakat tidak terus ada karena penyebaran, karena komunikasi, tetapi cukup layak jika dikatakan bahwa masyarakat terwujud dalam komunikasi.<br /><br />Gagasan Dewey tentang komunitas juga menyangkut partisipasi tatkala individu-individu berkerja sama, memasuki “aktivitas orang lain’ dan “ mengambil peran dalam upaya nersama dan kerja sama” maka mereka sedang ber[partisipasi dalam pengembangan komunita.<br /><br />Dalam salah satu tulisannya yang berjudul My pedagogic Creed, Dewey meyakini bahwa seluruh pendidikan adalah suatu proses partisipasi setiap individu dalam suatu kesadaran persaingan social. Proses ini umumnya telah diwarisi peserta kekuatan mereka. Melalui proses pendidikan tanpa sadar ini, setiap individu secara bertahap berbagi dengan sumber-sumber moral dan pengetahuan dalam kehidupan manusia.<br /><br />Lebih jauh Dewey menyatakan bahwa factor psikologis dan social terkait secara organic dalam proses pendidikan. Dalam pandangannya, pendidikan tidak bias memihak salah satu dari dua unsure yang paling terkait atau mementingkan salah satu dari yang lainny.<br /><br />3. Relevansi Atas Pendidikan di Indonesia<br /><br />Pertama, pemerataan infrastuktur dan suprastruktur pendidika.di banyak daerah sarana dan prasarana pendidikan amat memprihatinkan.<br /><br />Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Perubahan ini amat memungkinkan pihak sekolah untuk bereksplorasi, baik dalam program maupun kurikulum yang benar-benar kontekstual, yaitu berdasarkan pada kebutuhan anak didik dan menyatu dengan budaya dan karakter setempat.<br /><br />Ketiga, proses pendidikan dikalanhan yang holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat. Dengan demikian , proses pendidikan tidak dapat dikotakkan dalam pendidikan formal blaka tetapi perlu dibuat system pendidikan berkesinambungan antara sekolah, keluarga dan masyarakat.<br /><br />Bab 3. Pemikiran pendidika Paul Belanger : Masyarakat Belajar<br /><br />Paul Belanger berpendapat, peningkatan permintaan terhadap pendidikan sepanjang kehidupan, didorong oleh kenaikan dalam tingkat pesekolahan di semua Negara. Selanjutnya munculnya system pendidikan sepanjang hidup akibat dari tekanan social baru yang diciptakan oleh : krisis pekerjaan, pencarian identits budaya dan upaya mempertanyakan pola untuk terlaksananya demokrasi liberal.<br />Terhadap masalah ini, Belangerberkomentar pada tiga focus tema : (1) transformasi hubungan antara pelatiah permulaa, pendidikan orang dewasa dan lingkungan belajar. (2) dinamika internal, yang bersifat fundamental dari transformasi sekarang pada suasana pendidikan, (3) perubahan iklim politik dari pendidikan sepajang hayat.<br />1. Transformasi hubungan antara ketiga Komponen pendidikan sepanjang hayat.<br /><br />Latihan permulaan.<br />Dalam hal ini pengertian pendidikan merupakan suatu proses yang berlanjut yang berasal dari pengakuan bahwa belajar berlangsung seumur hidup.<br />Pendidikan orang dewasa.<br />Dalam hal ini transformasiyang terjadi pada suasana pendidikan yang terkait, bukan hanya dengan perubahan yang mempengaruhi pelatihan permulaan, tetapi juga keberhasilan pendidikan orang dewasa sekarang ini.<br /><br />Lingkungan belajar.<br />Dalamhal ini harus dipahami, pendidikan bukanlah hanya sekedar pendidikan. Sebab lingkungan rumah, sekolah, dan tempat kerja di mana warga belajar menghayati kehidupannya tidak bias diabaikan karena masalah ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan didalamnya.<br /><br />2. Dinamika internal yang bersifat fundamental dari transformasi suasana pendidikan<br /><br />Pertentangan antara permintaan dan persediaan<br /><br />Masalah ini harus perhatikan dua hal : (1) adanya ledakan permintaan akan pendidikan orang dewasa dan tranformasi yang menyertai tidak mengarah pada peerkembangan yang sesuai dengan tanggapan biasa dan lembaga yang menyediakannya.<br /><br />(2) hubungan antara permintaan social dan tanggapan pendidikan, jauh daro sekedar proses keseimbangan yang adaptif membawa serta ke permukaan kepentingan yang berbeda-beda dan memerlukan perundingan atau negoisasi social.<br /><br />Penganekaragaman tanggapan<br /><br />Saat kita sedang menyasksikan penganekaragaman para pemberi pelatihan berkelanjutan. Harus dipahami bahwa pelatihan bukanlah sekedar pendididkan terlembaga. Namun harus perhatikan : terdapat suatu dinamika yangbekerja antara persekolahan dan alternative pendidikan, sebagai suatu dinamika yang didasarkan pada saling melengkapi, juga suatu proses perubahan, mempertanyakan praktikdan pembagian pengetahuan.<br /><br />Yang terjadi selanjutnya dari ketiga proses ini adalaha kakunya tanggapan kelembagaan dan kecenderungan para pemberi pendidikan untuk memaksakan kepada prmintaan baru itu tanggapan akademi yang merupakan ciri pelatihan formal. Pada waktu yang bersamaan perlawanan terhadap dinamika baru ini tidak hanya berasal dari tanggapan kelembagaan.<br /><br />3. Perubahan ekonomi politik dari pendidikan sepanjang hayat<br /><br />Transformasi permintaan social dan hubungan pelaihan permulaan, pendidikan orang dewasa dan lingkungan pendidikan menghadapi persoalaan. Persoalaan tersebut berupa ekonomi politik pendidikan sepanjang hayat, yang dimulai dengan masalah ekonomi. Ekonomi pendidikan sepanjang hayat dapat dijelaskan sebagai kebijakan konvensional mengenai ekonomi pendidikan sepanjang hayat dan perbandingan biaya untung tidak berlaku lagi. Karenannya penafsiran sempit akan keuntungan yang diharapkan dan prioritas investasi yang menghasilkan harus direisi, begitu juga masalah distribusi biaya.<br /><br />Laporan club roma tahun 1979 mengenai tiada batas belaljar memberikan argumentasi sentral bahwa satu-satunya pelatihan aktif tersebar luas dalam waktu dan ruang akan memampukan masyarakat sekrang ini untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Terutama dalam konteks krisis yang dihadapi Negara, yang mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat.<br /><br />4. Pendidikan sepanjang hayat dan pengkajian kembali peran Negara<br /><br />Peranan Negara dalam pendidikan merupakan kenyataan yang jelas dalam krisis di semua kawasan dunia. Krisis ini berhubungan dengan beberapa perubahan, ada yang bersifat politik, ekonomi, dan social.<br /><br />Pemakaian kebijaksanaan dan langkah yang ditujukan pada lingkngan belajar meliputi : dukungan untuk pendidikan prasekolah non formal, pengaktifan jaringan perpustakaan umum, kebijakan untuk memberikan akses pada media massa, promosi lingkungan sekolah, keluarga dan pekerjaan.<br /><br />BAGIAN KEDUA :PERGURUAN TINGGI & GAGASAN BARU PENDIDIKAN<br /><br />Bab 4. Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia<br /><br />1. Modal SDM<br /><br />Adalah John Kendrick di akhir dasawarsa 60-an yang mengingatkan kepada kita bagaimana pentingnya pembangunan sebuah bangsa yang disadari oleh optimalisasi peran sumber daya manusia, setelah sekian lama kita berpikir bahwa capital stock merupakan aspek tyerpenting dalam proses perubahan peradaban manusia.<br /><br />Keberadaan pendidikan tinggi menjadi sangat vital dan stratgis untuk merepresentasiakna tinggkat ketercapaian pembangunan ketiga sector itu. Pendidikan pada hakekatnya adalah system pembentukan intellectual formation suatu masyarakat dan perguruan tinggi pada dasarnya sebuah milieu yang menjadi pendorong munculnya perubahan dalam masyarakat.<br /><br />Perubahan paradigm perlu dilakukan secara gradual dan sistematik, agar tidak menyebabkan potensi konflik mengarah pada suasana yang destruktif. Semangat perubahan-perubahan itu harus pula diakomodasi dalamsebuah rencan induk pengembangan, sehingga setiap elemen perguruan tinggi memahami arah dan kebijakan serta strategi dan prioritas yang akan diambil oleh manajemen perguruan tinggi. Sehingga sangat wajar bila masyarakat mempunyai harapan agar perguruan tinggi tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam konteks itu perguruan tinggi harus memfokuskan manajerial organisasinya pada ketercapaian kepuasan pengguna, maupun masyarakat intelektual pada umumnya.<br /><br /><br />2. Peran Pemerintah dan Masyarakat<br /><br />Peran Pemerintah<br /><br />Bentuk umum peran dan keterlibatan tersebut adalah diberlakukannya berbagai ketentuan perundang-undangan yang mengtur penyelenggaraan pendidikan tinggi, serta dukungan pendanaan dan penyediaan fasilitas pendidikan. Kehadiran kedua peraturan yang mengatur kehidupan pendidikan tinggi,yakni PP No. 60 dan 61, merupakan bentuk dari peran pertama tersebut. Sejauh ini telah memberikan kepastian dan dukungan formal terhadap keberadaan perguruan tinggi namun efektifitasnya sanagat di tentukan oleh komitmen pelaksanaan dan tingkat operasional, serta kemampuan mengkoordiansi komitmen tersebut kepada lembaga horizontal. Peraturan pemerintah No. 60 tahun1999 sebenarnya telah secara jelas memposisikan PTN dan PTS dalam posisi yang sejajar. Hal mana dibuktikan denag pemberlakukan mekanisme akreditasi nasional yang sama bagi PTN dan PTS. Dengan demikian semestinya, berbagai kebijakan yang ditujukan bagi PTS dan PTN tidak lagi mendikotomikan keduanya. Namun yang terjadi, masih ada beberapa peraturan yang tetap memberlakukan standar ganda untuk PTN dan PTS.<br /><br />Partisipasi Masyarakat<br /><br />Harus diakui konsep pelibatan masyarakat yang dikembangkan saat ini, sering diartikan semata-mata sebagai pelimpahan tanggung jawab pendanaan dari pemerintah kepada masyarakat. Negara tidak mungkin sama sekali lepas tangan sama sekali secara drastis, bila tidak ingin merusak atmosphir otonomi pendidikan yang hendak dibangun.<br /><br />Pelibatan dengan pemberian otonomi pendidikan tinggi menuntut perguruan tinggi harus bertindak fisien, efektif dan produktif akan tetapi kebijakan tersebut akan memiliki dampak negative dan menciptakan moral hazard bila tidak diikuti oleh system pengendalian yang efektif.<br />Model lain dalam upaya pelibatan masyarakat adalah dengan mengembangkan dewan pendidikan. Kehadiran dewan pendidikan dalam kamus pendidikan Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk mendemokrasikan pendidikan.<br /><br />3. Kecerdasan Intelektual dan Spiritual<br /><br />Kiprah perguran tinggi dalam rekonstruksi social, budaya dan politik di Indonesia kini tidak hanya sebagai instrument nasional di daerah dengan Tri Dharma PT-nya. Menghadapi persoalaan bangsa yang masih terus menerus dalam belenggu krisis multidimensional, peran PT seharusnya tidak hanya terkait kecerdasan intelektual, tetapi sudah saatnya diperluas dengan member ruang bagi kecerdasan spiritual masyarakat bangsa.<br /><br />Perluasan tanggung jawab PT tersebut adalah suatu keharusan, sejalan dengan bergesernya titik krisis yang menimpa bangsa ini dari krisis ekonomi ke krisis moral. Setiap individu atau juga masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan memahami kebenaran, keadilan dan kebaikan.<br /><br /><br />Bab 5. Pendidikan Pascasarjana dan Produksi Gagasan-gagasan<br /><br />1. Pendahuluan<br /><br />Pengalaman penulis sebagai anggota parlemen yang terlibat dalam memutuskan kebijakan pendidikan nasional, sering berhadapan dengan persoalan pendidikan yangriil di masyarakat. Kondisi riil di masyarakat tersebut diperoleh melalui aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada anggota parlemen. Sedangkan kebijakan pendidikan nasional merupakan hasil perdebatan dari perbedaan-perbedaan aspirasi yang berkembang di masyarakat.<br /><br />Dengan dua fenomena pendidikan di atas yaitu tujun diselenggarakannya pendidikan pascasarjana dan persoalan pendidikan yang riil di masyarakat, penulis menangkap adanaya prsoalan yang penting.<br /><br />2. Gambaran Pendidikan di Indonesia<br /><br />Peningkatan mutu SDM melalui pembangunan pendidikn dipandang sebagai upaya peningkatan kemampuan daya saing bangsa dalam era globalisai, sehingga Banga Indonesia mampu berkompetisi dengan Negara-negara maju lainnya didunia.<br /><br />Dalam keadaan seperti ini upaya pembangunan pendidikan nampakmdihadapkan pada beberapa pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembngunan dengan mengalokasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandanglebih maju dalam ea reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini parallel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.<br /><br />Menurut McRay, fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada adasrnya merujuk pada factor-faktor : (1) keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar, (2) kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering, (3) besarnya tabungan masyarakat, (4) mutu pendidikan yang baik dan (5) etos kerja.<br /><br />Dalam era globalisasi, peluang untuk memiliki pertumbuhanekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu Negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki : (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika pembangunan yang tengah berlangsung, (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi, (3) keterampilan dan keahlian yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kemampuan untuk menghasilkan produk-produk, baik dari kualitas harga, maupun bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global.<br /><br />3. Kajian Kebijakan Pendidikan<br /><br />Pertama, mengenai tujuan dan arah pendidikan nasional. Bertolak belakang dari tujuan pendidikn, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Sistem pendidikan Nsional yaitumencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk kehidupan bangsa dan membentuk karakter bangsa.<br /><br />Kedua, masalah anggaran. Ketidakberesan dalam manajemen pendidikan itu terlihat ketika masalah penting harus dikedepankan seperti pengupayakan dana pendidikan yang didorong untuk terus menerus mncapai angka 20%.<br /><br />Ketiga, kebijakan peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah harus sungguh-sungguh komitmen di bidang pendididkan sangat memperhatikan nasib guru.<br /><br />Keempat, kebijak pemerataan pendidikan. Persoalan pemerataan pendidikan selama ini masih menjadi persoalan besar. Hanya orang dengan dana yang kuat yang mendapat kesempatan besar untuk memperoleh pendidikan.<br /><br />BAGIAN KETIGA :EONOMI POLITIK PENDIDIKAN<br /><br />Bab 6. Membangun Civil Society Melalui Pendidikan<br /><br />1. Pendahuluan<br />Semua orang boleh menyampaikan apa yang dimuinya tnpa adanya batasan-batasan yang dianggap tidak wajar, sehingga yang terjadi justru, guliran reformasi tidak menghasilkan hal yang produktif, tetapi justru sebaliknya, kontra produktif. Selanjunya masyarakat dihinggapi rasa “muak” karena semua berbicara tetapi tidak banyak berbuat.<br /><br />Akrinya muncul pandangan baru bahwa masa-masa kekuasaan rezim yang baru tumbang lebih memberikan keamanan dan ketentraman, dari pada penguasa baru silih berganti.<br /><br />2. Masyarakat Sipil<br /><br />Larry Diamond mencoba menjelaskan masyarakat sipil sebagai suatu bentuk organisasi social yang bersifat sukarela, mengatur sendiri, yang mampu untuk menyangga sendiri otonomi dari Negara dan terikat oleh pemerintahan resmi atau sejumlah UU yang ada.<br /><br />Posisi masyarakat sipil adalah komunitas menengah, berada di anatara masyarakat bawah dan Negara. Di luar individu dan keluarga, mencerminkan aktivitas kelompok. Dari sini kita bias memahami bahwa masyarakat sipil dapat dipahami dirinya tidak mempersempit kategori sinonim dengan masyarakat atau segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan Negara atau system politik.<br /><br />Namun demikian masyarakat sipil “berhubungan dengan Negara” dalam beberapa hal, tetapi tidak bertujuan untuk memenangkan kekuatan formal atau kekuatan resmi dalam Negara. Karena itu organisasi masyarakat sipil meminta kepada Negara kelonggaran, keuntungn, perubahan kebijakan, keringanan, ganti rugi atau pertanggung jawaban.<br /><br />3. Pendidikan Memadai<br /><br />Karena pentingnya pendidikan yang memadai, penerima nobel bidang ekonomi, Amartya Sen mengisyaratkan pntingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat. Sen menegaskan, pembangunan merupakan proses pelapangan kebebasan masyarakat. Kebebasan menjadi tolak ukur apakah pembangunan ada pada jalur yang benar atau tidak.<br /><br />Dalam menyampaikan gagasan tersebut, Sen menggunakan argumentasinya dalam dua alasan. Pertama, alasan evaluative, penilaian atas kemajuan masyarakat harus didasarkan pada sejauh mana kebebasan masyarakat meningkat. Kedua, alasan efektivitas, pencapaian pembangunan bergantung pada tingkat kualitas kebebasan rakyat.<br /><br />Kebebasan memiliki elemen fundamental, yakni kapabilitas. Semakin besar kapabilitas seseorang , makin besar pula kebebasan yang dia miliki untuk merespon peluang-peluang yang ada. Begitu pula sebaliknya. Tentu yang dimaksudkan Sen adalah peluang-peluang positif.<br /><br />Kapabilitas berperan langsung menentukan kualitas martabat dan kualitas seseorang. Selain itu, kapabilitas juga berperan tidak langsung dengan mempengaruhi perubahan social dan produksi ekonomi. Konsep kapabilitas menjadi jelas apabila ditempatkan bersama konsep functionings. Kapabilitas dan functionings merupakan istilah khas Sen. Dijelaskan, functionings menunjuk aneka bentuk pencapaian actual dalam hidup seseorang. Pencapaian itu mencakup taraf mengada dan kemampuan melakukan tindakan yang dipandang berharga.<br /><br />Pendidikan akan menjadi penting karena akan meningkatkan kapabilitas masyarakat. Apabila tingkat pendidikan masyarakat rendah, kapabilitasnya juga rendah. Akibatnya, anak-anak yang mampu mengenyam pendidikan tinggi hanya mereka yang berasal dari keluarga menengah atas. Apabila keadaan ini dibiarkan, akan berakibat ketidaksertaraan di masyarakat.<br /><br /><br />Bab 7. Pembangunan Ekonomi, Pendidikan dan Demokrasi<br /><br />1. Pendahuluan<br /><br />Salah satu pola perilaku kelembagaan pemerintah Orde Baru yang dinilai menghambat pembaharuan salama ini adalah dalam menentukan kepentingan program pendidikan, yang kerap kali menggunakan justifikasi kemapanan yang bersifat pasif. Dalam kontek inilah, reformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk merubah masukan pendidikan menjadi dampak pembanguanan.<br /><br />Tulisan akan mencoba memaparkan bagian-bagian sebagai berikut : pembangunan yang hanya menitikberatkan pertumbuhan akan menghadapi kejenuhan, pendidikan menjadi pintu masuk bagi demokratis masyarakatnya.<br /><br /><br /><br /><br />2. Pembangunan yang Menitikneratkan Pertumbuhan<br /><br />Dalam konteks sejarah pemikiran Indonesia, Soekarno menjadi pelopor dari kritikan terhadap dominasi internasional. Sebagai reaksi terhadap kolonialisme, Soekarno meletakkan dasar-dasar pmikiran mengenai nasionalisme. Berbeda dengan Gramsci yang meletakkan pemikiran dominasi internasional itu dalam kerangka identitas nasional dan proses nation building.<br /><br />Dengan melihat kenyataan praktek ekonomi di Negara kita selama ini, ternyata Negara kita lebih cenderung melihat masalah ekonomi Negara sebagaimana pendang kapitalismeyakni keterbatasan/kelangakaan sumberdaya alam versus ketidakterbatasan keinginan/kebutuhan manusia. jadi tidaklah heran kalau Negara kita menggaungkan teori yang di kemukakan oleh W.W Rostow yang diberi nama dengan teori Pertumbuhan “ Negara kita menggaungkan teori tersebut, tetapi lupa akan dampak negative atau multi player negative effect dari teori tersebut yang akibatnya sejak pertengahan 1997 negara kita diterpa krisis ekonomi hingga saat ini.<br /><br />3. Pendidikan yang dibutuhkan Indonesia<br /><br />Menurut Boediono, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia mengakibatkan turunnya kesejahteraan rakyat. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap baranag dan jasa menurun. Daya beli terhadap pelayanan pendidikan juga ikut turun, karena orang tua murid berkurang pendapatannya untuk menyekolahkan anak-anaknya.<br /><br />Dalam kedaan seperti ini, upaya pembangunan pendidikan Nampak dihadapkan pada pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembangunan dengan mengakomodasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandang lebih maju dalam era reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini paralel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.<br /><br />Dengan demikian, pembangunan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang terpadu dari aspek-aspek pemerataan, peningkatan mutu relevansi pendidikan yang dilakukan secara efisien. Oleh karena itulah, aspek-aspek tersebut mnjadi tema pokok pembangunan pendidikan.<br /><br />Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan system pendidikan yang efektif, integral, dan mengembangkan pendidik maupun peserta didik. Pertama, pemertaan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan. Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Ketiga, proses pendidikan yag holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat.<br /><br />Bab 8. Pengelolaan Otonomi Pendidikan<br /><br />1. Pendahuluan<br /><br />Otonomi daerah sudah berlangsung semenjak enam tahun lalu. Salah satu implikasi otonomi daerah dimaksud adalah dengan adanya otonomi atau desentralisasi pada bidang pendidikan. Otonomi daerah berarti terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota.<br /><br />Dua isu besar yang mengiringi pelaksanaan otonomi pendidikan, selain dimulainya masa transisi desentralisasi pengelolaan pendidikan, adalah kecenderungan merosotnya hasil pembangunan pendidikan yang selama ini dicapai. Selanjutnya, selain dua hal di atas, muncul keberagaman daerah dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu pihak, ada daerah yang optimis dan di pihak lain pesimis.<br />2. Pembahasan<br /><br />Dengan digulirkannya otonomi pendidikan yang merupakan salah satu kewenangan esensial daerah, peluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidiakn yang merupakan tolak ukur kualitas sumber daya manusia di daerah telah terbuka. Hal ini terjadi karena bupati/kepala daerah melalui dinas pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kialitas pendidiakn di daerahnya \, baik melalui system penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan system evaluasi dan sebagainya.<br /><br />Reformasi pendidikan perlu dilakukan mengingat bangsa ini akan ikut bermain adlam globalisasi di berbagai bidang. Semua komponen pendidikan mulai dari siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan seluruh lapisan masyarakat perlu prosktif dalam setiap gerakan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Sehingga dengan pelaksanaan otonomi pendidikan, dearah akan semakin leluasa untuk menentukan system pendidikan yang akan diterapkan di daerahnya.<br /><br /><br />BAGIAN KEEMPAT :<br />WAJIB BELAJAR & EVALUASI PENDIDIKAN<br />Bab 9. Komitmen Politik dan Sukses Wajib Belajar<br /><br />1. Pendahluan<br /><br />Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan pembangunan suatu bangsa diperlukan critical mass di bidang pendidikan yaitu suatu persentase penduduk dengan tingkat pendidikan tertentu yang harus disiapkan oleh suatu bangsa agar pembanguunan ekonomi bangsa tersebut dapat meningkat dengan cepat, karena adanya dukungan sumber daya manusia yang berkualitas dan memadai.<br /><br />2. Wajib Belajar<br /><br />Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudka critical mass, yaitu untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terdidik minimal memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang esensial, dan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dijadikan bekal untuk menjalani hidup dan menghadapi kehidupan dalam masyarakat.<br /><br />Program pelaksanaan wajib belajar<br />Beberapa program pendukung pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang dilaksanakan selama ini meliuti : pendataan dan pemetaan sekolah, penyuluhan dan publikasi, pembentukan tim koordinasi di tingkat pusat dan daerah, pemberian penghargaan berupa piagam Widyakrama bagi kabupaten/ kotamadya yang berhasil menuntaskan wajib belajar 9 tahun, pemberian beasiswa bagi anak yang berasal dari keluarga miskin serta gerakan nasional orang tua asuh.<br /><br />Hasil pelaksanaan wajib belajar<br />Dilihat dari indicator angka partisipasi, kecenderungan keberhasilan wajib belajar menunjukkan pola yang sama dengan kecenderungan perkembangan jumlah siswa. Indikator siswa putus sekolah menunjukkan kecenderungan menurun pada tahun-tahun pertama pencananngan.<br /><br />Dilihat dari skala local, tingkat pencapaian angka partisipasi tiap provinsi bervariasi. Pada tahun 1994, hanya dua provinsi yang mencapai APK SLTP + MTs lebih dari 80% (tuntas pratama), yaitu Di Yogyakarta dan DKI Jakarta. Pada tahun 1998, posisi tingkat pencapaian wajib belajar 9 tahun berdasarkan propinsi ini masih relative sama. Namun hamper semu propinsi mengalami penurunan tingkat APK SLTP + MTs, kecuali 8 propinsi yang mengalami kenaikan APK tetapi sangat minimal, yaitu Di Yogyakarta, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, Irian Jaya.<br /><br />Masalah pelaksanaan wajib belajar<br />Walaupun pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun khususnya pada empat tahun pertamasejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil, namun terdapat sejumlah masalah, disamping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Maslah-masalah tersebut meliputi : 1. kurangnya daya tampung siwa SLTP, khususnya di daerah pedesaan, terpencil, pedalaman dan perbatasan. 2. Tingginya angka putus sekolah tingkat SD dan tingkat SLTP. 3. Rendah mutu pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni sebagai salah satu indicator mutu pendidikan. 4. Rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat adanya hambatan geografis, social ekonomi dan masyarakat setempat. 5. Koordinasi wajib belajar khususnya di tingkat daerah belum berjalan dengan efektif.<br /><br />3. Komitmen Politik (pendidikan kesetaraan)<br />Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang sisdiknas yang baru antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tentang globalisasi, kesetaraan dan keseimbanagan, jalur pendidikan and peserta didik.<br /><br />Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.<br /><br />Dengan demikian UU sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbanagan antara Iman,Ilmu dan amal. Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum, dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak muli, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.<br /><br /></span></div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-86417266785474452672009-05-21T03:14:00.000-07:002009-05-21T03:16:05.181-07:00PENDIDIKAN USIA DINI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/05/masih-sedikit-tutor-paud-dapat-insentif.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Masih Sedikit Tutor PAUD Dapat Insentif</strong></span></a> </div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />JAKARTA- Berkembangnya layanan pendidikan anak usia dini di masyarakat membutuhkan semakin banyak tutor yang memiliki kompetensi untuk bisa merangsang tumbuh-kembang anak usia 0-6 tahun secara maksimal. Namun, penghargaan atau insentif yang diberikan pemerintah kepada tutor pendidikan anak usia dini ini masih minim dan terbatas.Dari 188.834 tutor pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang ada saat ini, baru sekitar 30.000 tutor yang mendapatkan insentif dari pemerintah pada tahun 2008. Besarnya insentif yang diberikan berjumlah Rp 100.000, itupun hanya untuk enam bulan. Pada 2009, pemerintah mengajukan insentif untuk 50.000 tutor PAUD. Besarnya Rp 1,2 juta/tutor/tahun. "Karena dana yang masih terbatas, nanti ada kuota tutor PAUD yang menerima insentif di setiap daerah," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional yang dihubungi dari Jakarta.Menurut Sujarwo, pemerintah daerah perlu menyediakan anggaran untuk tutor PAUD guna mendukung insentif yang sudah diberikan pemerintah pusat. Peran tutor ini penting untuk mendukung lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, yang terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal.Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah menyadari betul perlunya meningkatkan layanan PAUD. Untuk itu, lembaga-lembaga PAUD terutama nonformal akan diperbanyak."Masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk di dalamnya adalah perawatan-perawatan yang sifatnya medis. Kemudian memberikan gizi dan rangsangan-rangsangan kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplit bukan hanya cerdas secara intelektual saja," kata Bambang.PAUD begitu lama di Indonesia diabaikan dan baru mendapatkan perhatian setelah ada deklarasi Dakkar pada tahun 2000. Kemudian, Indonesia baru meresponnya pada 2002. Dari sisi anggaran, perhatian kepada PAUD dilonjakkan mulai 2005.Alokasi anggaran untuk PAUD masih difokuskan pada perluasan akses. Upaya ini mampu mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) PAUD yang saat ini mencapai 50,47 persen. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-12047697020871530882009-05-21T03:10:00.000-07:002009-05-21T03:13:27.053-07:00PENDIDIKAN USIA DINI III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">Pendidikan Lalu Lintas Dini</span></strong></div><div align="center"> </div><div align="center"></div><div align="justify">Makin rawannya tingkat keselamatan di jalan raya yang ditunjukkan oleh terus meningkatnya angka kecelakaan yang terjadi dari tahun ke tahun menyebabkan perlunya digalakkan kembali pendidikan dan etika berlalu lintas sejak usia dini.Untuk itu, Shell Indonesia meluncurkan program Road Safety: Think Safety, Act Safely yang akan melibatkan sekitar 1.200 siswa-siswi kelas 4 dan 5 dari sepuluh sekolah dasar di Jakarta hingga akhir tahun 2008. "Program perubahan seperti ini, perlu early wins yaitu kemenangan-kemenagan untuk ke depannya," ujar Presiden Direktur PT Shell Indonesia Darwin Silalahi dalam acara peluncuran program ini di Jakarta, Rabu (28/5).Darwin mencontohkan anaknya yang merengek minta dibelikan handphone padahal umurnya baru lima tahun. Meski kurang setuju, Darwin akhirnya membelikan juga karena sebagian besar teman anaknya ternyata memiliki handphone. Dalam dua hari anaknya sudah mampu menghapal banyak nomor telepon orang-orang terdekatnya."Kemampuan menghapal dan meniru sesuatu itu sangat tinggi di tingkat SD. Nanti kami akan kembangkan lagi tapi kami mulai dari SD untuk memasyarakatkan perilaku sopan di jalanan, meski mulai dengan jumlah sangat kecil," tandasnya.Menurut Social Investment Manager PT Shell Indonesia Sri Endah program yang akan dikemas dalam roleplay dan simulasi ini nantinya akan diselenggarakan langsung di Taman Lalu Lintas (Traffic Park) Cibubur. "Kami akan ajarkan basic skill saja misalnya menyeberang jalan, atau pakai seat belt, paling tidak mereka nanti bisa ingatkan ayah ibunya ketika hendak mengendarai mobil untuk memakai seat belt," tukas Endah.Program ini akan dimulai pada 5 Juni mendatang dimulai untuk SDN 01 Menteng Atas dan disusul sembilan SD lainnya hingga akhir 2008, seperti SDN Klender 12, SDN Duren Sawit, SDN 02 Menteng Atas, SDN 04 Menteng Atas, SDN 19 Menteng Atas, SDN Gondangdia 03 Pagi, SDN Gondangdia 05 Pagi, SDN Cikini 02 pagi, dan SDN Cikini 04 pagi.Nantinya, pendidikan yang akan diadakan satu hari penuh untuk setiap SD akan memuat pengetahuan dasar tentang lalu lintas yang dikemas dengan interaktif dan fun serta memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berkendaraan langsung dengan menggunakan alat-alat peraga, seperti kendaraan-kendaraan kecil dan perlengkapannya serta rambu-rambu lalu lintas.Shell melalui program CSR-nya ini berharap program ini menjadi investasi jangka panjang terhadap mental generasi muda di jalanan.Menurut catatan Direktorat Lalu Lintas Polri, angka kecelakaan di Jakarta pada tahun 2007 tercatat 5.154 kejadian yang menyebabkan 999 orang meninggal dunia. Angka ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-84206202884177218022009-05-21T03:09:00.000-07:002009-05-21T03:10:25.098-07:00PENDIDIKAN ANAK USIA DINI III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">Fokuskan Pendidikan Usia Dini ke Anak Usia 0-6 Tahun!</span></strong></div><div align="justify"> </div><div align="justify">JAKARTA,KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah-daerah masih banyak berfokus pada usia 5-6 tahun atau anak-anak yang bersekolah di Taman Kanak-kanak. Akibatnya, empat tahun pertama di masa emas anak-anak tersebut menjadi kurang diperhatikan, padahal di usia tersebut mereka juga perlu dimaksimalkan potensi dan tumbuh kembangnya."Pendidikan anak usia dini atau PAUD itu penting mulai anak usia 0-6 tahun. Tetapi pemerintah daerah belum banyak yang mendukung karena tidak wajib seperti pendidikan dasar sembilan tahun," kata Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas, Hamid Muhammad, di Jakarta, Jumat (15/5).Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD tahun 2008 baru mencapai 50,03 persen dari 29,8 juta anak. Target APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun ini adalah 53,9 persen, baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama.Hamid mengatakan, upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil, yaitu di 50 kabupaten dari 21 provinsi di Indonesia. Intinya, kata dia, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD. "Total 783 ribu anak yang bisa masuk program ini," katanya.Hamid mengungkapkan, kendala yang dihadapi untuk mendongkrak APK PAUD adalah tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD. Anggota masyarakat, kata dia, terutama di daerah pedesaan kurang peduli terhadap PAUD. "Bagi mereka yang penting masuk sekolah dasar. Padahal betapa pentingnya PAUD sebagai landasan wajib belajar sembilan tahun," katanya.Pemerintah, kata Hamid, juga memberikan perhatian terhadap tutor PAUD. Dia menjelaskan, tutor PAUD tidak seperti guru pada taman kanak-kanak yang diwajibkan berkualifikasi S1 ditambah pendidikan profesi. Tutor PAUD, kata dia, dilihat dari kompetensinya."Belum ada standardisasi kualifikasi, tetapi secara bertahap akan kita lakukan beberapa standardisasi. Sementara ini yang kita lakukan dengan pelatihan," katanya.Direktur PAUD Depdiknas Sudjarwo Singowidjojo menyampaikan, upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan APK PAUD adalah diversifikasi bentuk-bentuk PAUD, yakni kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis. Dia mencontohkan, melalui PAUD sejenis yaitu dengan membina di antaranya posyandu dan taman pendidikan Alquran."Kemudian dengan melakukan kemitraan dengan organisasi perempuan seperti Aisyiyah, Muslimat NU, dan PKK. Diharapkan, APK PAUD dapat mencapai 72,6 persen pada 2014," katanya.Hamid mengatakan, progam PAUD didukung melalui APBN dan grant dari pemerintah Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, kata dia, program ini juga dibantu oleh UNICEF khususnya di kawasan Indonesia bagian timur. "Oleh karena itu, pada tahun ini, bersamaan dengan program reguler, APBN, dan pihak donor, kita akan melakukan kegiatan publikasi dan sosialisasi berupa sejumlah lomba," katanya.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-72388195302119108562009-05-21T03:07:00.000-07:002009-05-21T03:08:36.900-07:00PENDIDIKAN USIA DINI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/05/investasi-pengembangan-paud.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Investasi Pengembangan PAUD Ditingkatkan</strong></span></a> </div><div align="justify"><br />JAKARTA, SELASA - Investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi penting untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini atau PAUD hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. "Pendidikan anak usia dini sekarang ini terus tumbuh karena masyarakat sudah sadar pentingnya PAUD. Perhatian dan dukungan dari pemerintah juga akan terus diperkuat hingga ke lembaga PAUD di tingkat desa," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta.Guna menelaah peran dan kontribusi PAUD dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional, penyelenggaraan PAUD, serta strategi pengembangan PAUD secara holistik dan terpadu, pemerintah bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar dan lokakarya PAUD pada 26-27 November. Acara dihadiri sekitar 500 ornag dari pemerintah, dinas pendidikan, pemerhati PAUD, dan masyarakat.Pendidikan anak usia 0-6 tahun ini dinilai sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Sebab, anak-anak ini berada dalam masa keemasan, sekaligus periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan, anak hingga usia empat tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50 persen. Pada usia delapan tahun mencapai 80 persen, dan sisanya sekitar 20 persen diperoleh sat anak berusia delapan tahun ke atas.Menurut Sujarwo, lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal dengan 188.834 tutor. Pada 2009, pemerintah mengajukan anggaran untuk insentif tutor PAUD senilai Rp 1,2 juta per tahun bagi sekitar 50.000 tutor.Hartoyo, Ketua Departemen Fakultas Ekologi Manusia IPB, mengatakan penyelenggaraan PAUD bukan berfokus untuk mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi yang penting pembentukan karakter. "Jika sejak dini anak diajarkan untuk punya karakter baik, ketika dewasa diharapkan karakter itu bisa melekat dan menghasilkan anak-anak yang punya kepribadian dan moral baik," kata Hartoyo. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-77677007510816287352009-05-21T03:05:00.000-07:002009-05-21T03:06:50.451-07:00PENDIDIKAN USIA DINI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/05/banyak-orangtua-abaikan-emosi-anak.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Banyak Orangtua Abaikan Emosi Anak</strong></span></a><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong> </strong></span></div><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong><div align="justify"><br /></strong></span>Banyak orangtua dinilai masih mengabaikan emosi pada anak baik berupa rasa sedih, marah, dan bahagia sehingga tidak bisa terkelola dengan baik dan berdampak pada pembentukan mental emosionalnya."Orangtua masih banyak yang tidak menyadari emosi pada anak bahkan cenderung tidak peduli," kata pakar psikologi anak, Seto Mulyadi, di Padang, Jumat.Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto hadir di Padang dalam rangka memberikan seminar tentang "Pengelolaan Emosi pada Anak" diikuti ratusan guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dan orangtua di aula Kantor Gubernur Sumbar.Menurut dia, banyak orangtua yang hingga kini mengabaikan dan bahkan cenderung mengabaikan emosi pada anak padahal hal tersebut akan berdampak buruk pada perkembangan emosinya."Ada orangtua yang tidak menyadari anaknya marah atau sedih dan cenderung tidak peduli, padahal anak ketika itu butuh perhatian," katanya.Akibatnya, kata Seto anak akan tumbuh jadi tertutup dan tidak bisa mengelola emosinya dengan stabil.Seto mengatakan pendidikan pada anak usia dini atau usia nol sampai lima tahun sangat penting karena pada periode itulah masa emas pembentukan otak dan kepribadian anak."Pada masa itu sangat penting bagi orangtua untuk memberikan pendidikan bagi pembentukan sel otak dan emosional pada anak untuk membentuk kepribadiannya," katanya.Namun demikian, kata Seto, orangtua cenderung tidak menyadari dan mengabaikan masa tersebut, bahkan ada yang memberikan pendidikan tidak seimbang hanya membentuk kecerdasan intelektual saja dan mengabaikan kecerdasan emosional."Kini yang lebih berperan itu justru kecerdasan emosional dan spritual bukan kecerdasan intelektual saja," katanya.Oleh karena itu, dia mengimbau orangtua untuk memperhatikan pendidikan anak, misalnya dengan memasukkannya pada lembaga PAUD.Selain itu, orangtua juga diimbau lebih memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak sehingga bisa membentuk untuk menjadi kepribadian yang utuh. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-49684366541257630502009-05-21T03:02:00.000-07:002009-05-21T03:03:39.519-07:00PENDIDIKAN DASAR III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/minim-perpustakaan-di-tingkat.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Minim, Perpustakaan di Tingkat Pendidikan Dasar</strong></span></a> </div><div align="justify"><br />Fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar.Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen.Yanti Sriyulianti, Koordinator Education Forum, di Jakarta, Selasa (13/1), mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai standar nasional merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat bisa menuntut pemerintah pusat dan daerah jika terjadi kesenjangan mutu pendidikan akibat sarana dan prasarana yang timpang di antara perkotaan dan pedesaan atau di antara sekolah-sekolah yang ada.Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat baca.Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya. Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih minim.Padahal, soal sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar nasional sarana dan prasarana. Peraturan ini memberi arah soal keberadaan perpustakaan di setiap sekolah. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-77822325228921613632009-05-21T02:56:00.000-07:002009-05-21T03:02:21.629-07:00PENDIDIKAN DASAR III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/cukup-3-pelajaran-di-sekolah-dasar.html"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;">Cukup 3 Pelajaran di Sekolah Dasar</span></strong></a><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;"> </span></strong></div><div align="justify"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;"><br /></span></strong>Idealnya siswa Sekolah Dasar (SD) cukup hanya diberikan tiga mata pelajaran, sebab semakin banyak mata pelajaran yang diberikan hanya akan menambah beban dan membuat mereka bingung.Pengamat Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU), Zulnaidi, di Medan, Sabtu (15/11), mengatakan, yang sangat dibutuhkan bagi anak didik ditingkat SD sebenarnya hanyalah tiga prinsip dasar pendidikan yakni pintar berhitung, pintar membaca, dan menulis. Dengan pintar membaca, apapun ilmu yang ingin diketahui bisa didapat dan jika memiliki pemikiran cemerlang siswa bisa menuangkannya dalam tulisan."Jadi di SD secara esensinya mata pelajaran itu tidak usah terlalu banyak agar siswa didik tidak menjadi stres dan kreativitasnya bisa lebih berkembang," katanya.Selama ini pendidikan di Indonesia juga belum bisa mencapai tujuan seperti yang tercantum dalam UU tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang bermutu adalah yang mampu membawa sumber daya manusia kearah yang lebih unggul.Sesuai undang-undang, pendidikan itu harus mampu mengantarkan para siswa menjadi warga negara yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap kemajuan bangsa, sehingga acuan kesuksesan pendidikan tidak hanya diukur dengan mampu menghasilkan uang banyak dan menjadi kaya.Kalau pendidikan hanya sebatas mampu menghasilkan uang, itu merupakan karakter pendidikan yang paling jelek dan sebaiknya para pelaku pendidikan harus berusaha mengubah orientasi pendidikan yang sudah terlanjur salah selama ini."Bukan negara yang kaya yang bisa menjamin pendidikan bermutu, tapi pendidikan bermutu yang bisa menjadikan sebuah negara menjadi kaya. Jadi saat ini adalah bagaimana caranya kita semua termasuk pemerintah bisa mengendalikan pendidikan kearah yang lebih baik lagi," katanya. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-3383761970090145612009-05-21T02:55:00.000-07:002009-05-21T02:56:19.957-07:00PENDIDIKAN DASAR III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/sekolah-gratis-rawan-korupsi.html"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;">Sekolah Gratis Rawan Korupsi</span></strong></a> </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Bantuan operasional sekolah (BOS), yang bertujuan agar pendidikan tingkat dasar dan menengah menjadi gratis, diduga rawan tindakan korupsi. Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan bahkan menyatakan,korupsi aliran dana BOS diduga melibatkan kepala sekolah dan pejabat di dinas yang membidangi pendidikan.Menurut dia,korupsi di lembaga pendidikan ini sudah berlangsung secara sistematis dan bersama-sama. Ada dua modus dalam korupsi ini,berupa pemerasan dan setoran. “Pemerasan dilakukan oleh pejabat dinas dan kepada sekolah. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak untuk melawan pemerasan ini.Jika sekolah tidak memberikan uang, akses untuk mendapatkan proyek berikutnya akan ditutup,” ujar Ade dalam diskusi “Upaya Melawan Korupsi dalam Program Pendidikan Gratis” di Jakarta kemarin. Adapun modus setoran terjadi jika pihak sekolah, atas inisiatif sendiri, memberikan uang kepada pejabat dinas sebagai pelicin.“Uang pelicin ini juga berperan untuk memperkuat posisi sekolah di mata pejabat dinas,”bebernya. Uang tersebut diambilkan dari dana BOS dengan cara memotong dana siswa antara Rp3.000 hingga Rp5.000 per siswa. Seharusnya dana BOS dipakai agar sekolah tidak lagi menarik biaya kepada orang tua murid. BOS telah digulirkan pemerintah sejak 2005 dan di 2009 ini pemerintah memberikan BOS Rp397.000 per siswa SD per tahun, sedangkan siswa SMP mendapatkan Rp570.000 per tahun. Program ini diberikan kepada semua siswa,baik di sekolah negeri maupun swasta, kecuali sekolah internasional. Depdiknas pada 2009 ini menegaskan bahwa mulai tahun ini SD dan SMP tanpa pungutan lain.Tetap saja,Ade mengkritik realisasi program sekolah gratis ini.Alasannya,kendati telah ada BOS sejak 2006, jumlah pungutan kepada orang tua siswa justru makin bertambah.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-18052382929111792912009-05-21T02:52:00.001-07:002009-05-21T02:54:13.596-07:00PENDIDIKAN DASAR III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">Program Pengelolaan Pendidikan Dasar (MBE)</span></strong></div><div align="justify"> </div><div align="justify">MBE adalah singkatan dari Managing Basic Education atau Program Pengelolaan Pendidikan Dasar. Program yang didukung oleh USAID ini bertujuan meningkatkan kemampuan SDM di tingkat Kabupaten/Kota (Daerah) agar mampu mengelola Pendidikan Dasar. MBE adalah suatu bagian dari program USAID yang lebih luas dalam meningkatkan kemampuan SDM Pemerintah Daerah. Pendidikan Dasar dipilih sebagai fokus program ini dengan alasan bahwa sektor ini adalah bagian terbesar yang dikelola oleh Daerah. Selain itu, Pendidikan Dasar adalah kunci pembangunan sosial dan ekonomi, baik untuk masa kini maupun masa depan. Program ini dikelola oleh konsultan RTI (Research Triangle Institute).Program ini diutamakan bekerja di tingkat kabupaten/kota, dengan mengembangkan praktek-praktek yang baik yang sudah ada dan mendorong pengembangan dan diseminasi praktek yang baik tersebut dan gagasan-gagasan lain di tingkat kabupaten/kota. Praktek ini meliputi:Fasilitas dan Pengelolaan PegawaiPendanaan SekolahManajeman Berbasis Sekolah (MBS) dan Peran Serta Masyarakat (PSM)Proses Belajar Mengajar</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-47574434488391704392009-05-21T02:50:00.000-07:002009-05-21T02:52:14.112-07:00PENDIDIKAN DASAR III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">Pendidikan Dasar, Kuantitas Vs Kualitas?</span></strong></div><div align="center"> </div><div align="center"> </div><div align="justify">Salah satu konsensus dunia dalam bidang pendidikan adalah menjamin 100 persen anak bisa menyelesaikanpendidikan dasarnya selambat- lambatnya tahun 2015 (MDGs 2015).Terkait pendidikan dasar, gerakan Education For All (EFA) juga bertujuan meningkatkan keadilan mendapat pendidikanbagi anak perempuan, kelompok yang kurang beruntung, dan peningkatan kualitas hasil pendidikan.Independent Evaluation Group (IEG), sebuah lembaga penelitian di bawah Bank Dunia, menjadikan tema kualitas hasilpendidikan dasar ini sebagai isu utama, dalam laporan From Schooling Access to Learning Outcomes: An UnfinishedAgenda, 2006. Penekanan terhadap kualitas hasil pendidikan dasar dimunculkan sebagai isu utama dalam arahanpembangunan pendidikan dasar dunia ke depan. Sebab, perolehan keterampilan dan pengetahuan dasar sepertimembaca dan berhitung sesuai standar merupakan aset berharga untuk membebaskan individu dari jeratan lingkarankemiskinan yang tak berkesudahan.Dilema kebijakanDalam konteks Indonesia, krisis ekonomi tahun 1997 menurunkan capaian angka partisipasi murni pendidikan dasarterutama pada keluarga miskin pedesaan, yang pada tahun 1988 mencapai 99,6 persen (BPS, 1988). Pemerintah lalumengintervensi sisi suplai dengan membangun gedung-gedung sekolah baru yang berlokasi dekat permukimanpenduduk, sekolah dua shift, dan program guru kontrak.Adapun intervensi sisi demand dilakukan melalui program pengurangan biaya sekolah, beasiswa, dan BantuanOperasional Sekolah (BOS). Dalam APBN 2007, jumlah anggaran pendidikan untuk semua program mencapai Rp 90,01triliun (sekitar 11,8 persen), masih jauh dari amanat UUD 1945 Amandemen, yaitu 20 persen dari APBN.Meski program JPS-Bidang Pendidikan berperan besar memulihkan tingkat daftaran SD, krisis yang belum sepenuhnyapulih menyisakan sejumlah angka putus SD. Penelitian terkini menyebutkan, meski salah satu alasan utama tidakbersekolahnya anak-anak usia pendidikan dasar adalah jauhnya jarak sekolah dengan rumah, faktor kemiskinan rumahtangga tetap menjadi kontributor utama (Elfindri dan Davy, 2006).Jangan lupa, program EFA juga mengamanatkan perbaikan kualitas output pendidikan (outcome learning), terutama bagianak- anak keluarga miskin. Rendahnya kualitas pendidikan menjadi akar masalah rendahnya kualitas hasil pendidikan.Gaung pemantauan kualitas pendidikan dasar jarang diperdengarkan Pemerintah Indonesia.Program subsidi bertarget cukup memberi kontribusi positif kepada perbaikan kualitas hasil belajar anak-anak darikelompok warga miskin dan mengurangi gap anak miskin dengan anak- anak kelompok warga lainnya.Selain itu, perbaikan manajemen sekolah—introduksi program peningkatan kualitas guru dan monitoring evaluasi hasilpembelajaran—kepada pimpinan sekolah juga menjadi syarat keberhasilan program. Pengawasan yang lebih ketatterhadap kemajuan hasil belajar siswa per grup karakteristik sosial ekonomi juga akan menjadi poin penting program.Relasi komplementerSebenarnya, relasi kuantitas-kualitas, yang selama ini diterima sebagai relasi substitusi, dapat diubah menjadi relasiyang bersifat komplementer. Peningkatan kualitas yang menjadi program berkesinambungan dan memakan waktu tetapmengharuskan siswa hadir di sekolah. Program monitoring pembelajaran tidak akan bisa berjalan, apalagi mencapaihasil, jika siswa tiba-tiba drop-out. Syarat utama kualitas siswa akan meningkat jika siswa hadir rutin di sekolah.Selanjutnya, hukum demand akan berlaku dengan sendirinya. Saat standar kualitas telah tercapai, dengan sendirinyadiharapkan kuantitas akan terjaga. Hal inilah yang menjadi faktor penjelas, mengapa sekolah swasta favorit tidak pernahsepi peminat. Bahkan pada beberapa kasus, orangtua kaya kini harus mengantre untuk mendaftarkan anak yang masukSD, 2-3 tahun ke depan. Hal sebaliknya, banyak orangtua kurang beruntung. Adagiumnya, anak mereka sekolah atau tidak,setelah itu nasib mereka tidak berubah.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-89282776748506851252009-05-21T02:44:00.000-07:002009-05-21T02:46:02.098-07:00PENDIDIKAN MENENGAH III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/03/dinas-pendidikan-menengah-dinilai-boros.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Dinas Pendidikan Menengah Dinilai Boros</strong></span></a><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong> </strong></span></div><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong><div align="justify"><br /></strong></span>Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 56 penyimpangan sebesar Rp 25,984 miliar di Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta. Itu baru hasil pemeriksaan BPK pada semester kedua 2005, khusus kinerja Dinas pada tahun anggaran 2004.Anggota BPK Baharuduin Aritonang mengatakan, BPK telah mengeluarkan rekomendasi untuk setiap kasus yang ditemukan. Termasuk rekomendasi itu adalah pemberian sanksi kepada petugas yang terlibat dan pengembalian uang ke kas negara.BPK telah melaporkan semua temuan itu ke Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. "Kami sudah laporkan. Selanjutnya Dewan yang harus mengejar," kata Baharudin.BPK membagi penyimpangan di Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi ke dalam dua kategori. Pertama, penyimpangan terhadap azas kehematan. Jumlahnya mencapai 33 kasus dengan nilai pemborosan sekitar Rp 5,713 miliar."Sebesar Rp 3,338 miliar tergolong merugikan keuangan negara," tulis BPK dalam dokumen laporan yang diterima Tempo.Termasuk dalam kategori pemborosan, misalnya, pembayaran ganda ganda akomodasi dan konsumsi pada loka karya peningkatan mutu SMA sebesar Rp Rp 437 juta, proyek pengadaan buku pelajaran dan perpustakaan kemahalan sekitar Rp 954 juta, dan pengadaan program Pesona Fisika dan Multimedia untuk SMA yang tidak sesuai aturan sebesar Rp 1,272 miliar.Jenis temuan kedua adalah penyimpangan yang mengakibatkan tak tercapainya tujuan program. Jumlahnya ada 33 kasus dengan nilai penyimpangan sekitar Rp 20,271 miliar. Dari jumlah itu, yang dianggap merugikan keuangan negara sekitar Rp 191 juta.Jadi, menurut BPK, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta paling tidak harus mengembalikan uang ke kas negara sebesar Rp 3,529 miliar.Kepala Dinas Pendidikan Menengah Tinggi DKI Jakarta Margani M Mustar membantah ada penyimpangan di lembaganya. "Tak ada penyimpangan, tak ada kerugian negara," kata Margani kepada Tempo di kantornya, Jumat (2/6) malam.Awalnya, kata Margani, Dinas menyambut baik keinginan BPK memeriksa. "Kami senang, karena kami pikir akan mendapatkan feed back." Tapi, kata Margani, saat pemeriksaan itu berakhir, "Kami kecewa dengan hasil pemeriksaan BPK."Menurut Margani, temuan BPK-lembaga audit tertinggi negara-itu bertentangan dengan temuan Badan Pengawasan Daerah yang juga memeriksa Dinas Pendidikan Menengah pada periode yang sama, Lembaga audit tingak provinsi itu, kata Margani, sama sekali tak menemukan penyimpangan.Meski begitu, Dinas Pendidikan Menengah kini tengah meneliti ulang temuan BPK. Termasuk yang diteliti itu temuan pembayaran ganda akomodasi dan konsumsi workshop peningkatan mutu SMA."Kami heran mengapa kasus itu masih dipublikasi. Kami sebelumnya telah memberi tanggapan, itu sesuai anggaran dalam daftar isian proyek." Jika dalam penelitian ulang temuan BPK tidak terbukti, kata Margani, "Dinas tak akan mematuhi rekomendasi BPK." </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-83339877638530311842009-05-21T02:41:00.000-07:002009-05-21T02:42:44.432-07:00PENDIDIKAN MENENGAH III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/beli-soal-bocor-awas-tertipu.html"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;">Beli Soal Bocor, Awas Tertipu</span></strong></a> </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Naskah soal Ujian Nasional (UNAS) untuk jenjang pendidikan SMA, SMA Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan SMK se-kota Malang, sesuai jadwal Selasa (14/4) kemarin sudah tiba dan langsung diamankan di aula Mapolresta Malang. Berbagai isu mengenai kemungkinan naskah tersebut bocor dan diperjual belikan, seperti biasa langsung berhembus di kalangan masyarakat.Menanggapi isu dan wacana tersebut, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Nasional Kota Malang, Sugiharto, meminta masyarakat jangan terburu-buru menafsirkan bahwa soal Unas selalu bisa bocor. Menurut Sugiharto, berbagai isu tersebut malah bisa menjadi senjata baru bagi pelaku penjahatan, khususnya dalam menciptakan modus penipuan. ”Seperti yang terjadi tahun lalu. Ada soal bocor, setelah kami sita, ternyata naskah tersebut bukan soal Unas. Melainkan kumpulan soal tahun-tahun sebelumnya, yang kopnya sudah diganti dengan tulisan unas tahun itu. Masyarakat lalu terkecoh,” ujar Sugiharto.Selain hal tersebut, Sugiharto meyakinkan masyarakat, khususnya para pelajar, agar jangan tertipu bila menemukan fenomena tulisan kunci jawaban di kamar mandi sekolah penyelenggara Unas. ”Siapa saja, termasuk orang bodoh sekalipun, bisa kan membuat coretan ngawur tersebut,” ucapnya.Sugiharto menjamin, selepas naskah soal tersebut keluar dari percetakan dan menuju Polresta Malang, tidak akan ada kemungkinan soal tersebut bocor. Parameternya, lanjut Sugiharto, adalah amplop yang masih tersegel.Namun, Sugiharto tak mengelak, kemungkinan soal tersebut bocor saat di percetakan tetap ada. ”Namun, saya kira kemungkinan itu juga minim. Setahu saya, untuk menghindari pencurian soal, pegawai percetakan tidak diperbolehkan memakai pakaian tanpa saku. Mereka juga dilarang pakai alas kaki,” bebernya.Selain urusan naskah soal yang dianggap sudah beres, uang subsidi dari pemerintah untuk tiap sekolah kemarin sudah cair dan diserahkan ke masing-masing sekolah. Uang dengan jumlah total mencapai Rp 741.165.000 tersebut, diserahkan oleh Dindik Kota Malang ke Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), lalu dibagikan ke tiap sekolah.Untuk tiap siswa SMP dan sederajat, akan mendapat subsidi sebesar Rp 25.000. Sementara siswa SMA, mendapat subsidi Rp 30.000. Uang tersebut digunakan sekolah untuk pengadaan naskah soal, konsumsi pengawas dan panitia, serta uang transport selama digunakan untuk kepentingan unas.”Logikanya, beberapa sekolah pasti ada yang masih kekurangan dengan subsidi itu. Tapi, perintah Diknas, tiap sekolah dilarang memungut uang untuk biaya unas ke setiap pelajar tanpa kecuali,” imbuhnya. DiamankanSementara itu, soal-soal ujian Unas untuk wilayah Kota Malang kemarin tiba di Mapolresta Malang pada pukul 16.00 WIB, diantar truk oranye milik PT Pos Indonesia yang pintu bagian belakangnya ditempeli segel bertuliskan DOKUMEN NEGARA.Ratusan kardus berisi soal ujian tersebut, kemudian di masukkan ke ruang aula yang terletak di bagian belakang Mapolresta Malang.Setelah dilakukan pengecekan jumlah kardus yang diterima yang dicocokan dengan berita acara penyerahan, aula kemudian di kunci dan hanya akan dibuka saat Unas dilangsungkan yakni tanggal 20 April.Kepala Bagian Bina Mitra Polresta Malang, Kompol Suhartini Eko memastikan seluruh kardus berisi soal-soal untuk UNAS di wilayah Malang akan tetap steril alias aman dari pencurian karena akan dijaga selama 24 jam penuh hingga hari pendistribusian.“Akan ada satu anggota yang berjaga disamping satu petugas dari Departemen Pendidikan, selain itu akan ada satu anggota berpangkat perwira yang akan mengawasi,” kata Suhartini.Untuk pendistribusian soal ke sekolah-sekolah, akan dilakukan mulai pukul 05.00 WIB mulai 20 April hingga 25 April yang akan diambil langsung oleh Kepala Sub Rayon. Proses pendistribusian ke sekolah-sekolah atau tempat pelaksanaa Unas akan selalu mendapatkan pengawalan dari polisi.Suhartini menambahkan, polisi juga akan dilibatkan dalam proses pengumpulan lembar jawaban komputer dari pada siswa. “Setelah ujian, LJK yang dikumpulkan di Diknas juga bakan dikawal oleh Polsisi, termasuk untuk mengirim LJK tersebut untuk di scan dimana untuk wilayah Malang akan dilakukan di Universitas Airlangga Surabaya,” kata Suhartini.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-75341561029613419982009-05-21T02:39:00.002-07:002009-05-21T02:41:15.322-07:00PENDIDIKAN MENENGAH III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/di-pontianak-ratusan-pelajar-sma-ikuti.html"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;">Di Pontianak, Ratusan Pelajar SMA Ikuti Pendidikan Anti Korupsi</span></strong></a><strong><span style="font-size:180%;"> </span></strong></div><strong><span style="font-size:180%;"><div align="justify"><br /></span></strong>Ratusan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pontianak, mengikuti pendidikan anti korupsi selama sehari di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, bertujuan untuk membangun generari penerus bangasa yang anti korupsi sejak dini.“Sasaran kita selain memberantas TPK (Tindak Pidana Korupsi) juga pencegahan TPK, yang dimulai sejak usia kanak-kanak,” kata Staf Fungsionaris KPK, Ryan H. Utama, saat memberikan materi pada ‘Seminar Sehari Pendidikan Anti Korupsi di Bangku Sekolah”, di Pontianak, Jumat (16/1).Ia mengatakan, sukses tidaknya pemberantasan TPK di Indonesia tergantung kepada kemauan masyarakat sendiri untuk memberantas tindakan penyelewengan. “Mari kita bangun generasi penerus bangsa yang anti korupsi, mulai dari prilaku suka menyontek di kelas, karena prilaku tersebut bisa memupuk tindakan pelanggaran kecil ke besar,” katanya.Ryan menambahkan, guna membangun generasi penerus yang anti korupsi tidak cukup hanya peran KPK dan instansi lain, tetapi dibutuhkan komitmen yang kuat dari pihak penyelenggara pendidikan, sekolah, lingkungan belajar dan lingkungan masyarakat.Instansi pendidikan juga dituntut menyelenggarakan pendidikan secara transparan, sehingga memberikan contoh tauladan kepada anak didik mereka.Ada sembilan dasar anti korupsi yang harus dibangun pada generasi penerus, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, peduli, dan berani. “Kalau sembilan dasar anti korupsi sudah tertanam dan dilakukan dalam perilaku anak didik. Insya Allah praktek KKN di Indonesia akan berkurang bahkan hilang,” ujarnya.Sementa itu, Yuda, seorang peserta seminar dari SMAN 1 Sungai Raya, menyatakan terima kasih kepada pihak Panitia yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pontianak, yang dengan susah payah mengadakan seminar anti korupsi tersebut untuk siswa dan siswi SMA di Pontianak.“Setelah mengikuti seminar ini, kami jadi mengetahui prilaku menyimpang yang selama ini dinilai biasa-biasa saja bisa menjadi guru besar untuk praktek KKN di kemudian hari, seperti menyontek,” katanya.Yuda meminta, KPK tidak hanya menangani kasus TPK yang ada di Jakarta, karena banyak kasus korupsi yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, yang telah merugikan negara dibiarkan begitu saja.Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, ketika berkunjung ke Pontianak pertengahan Desember 2008, mengatakan sejak dibentuk hingga tahun 2008, pihaknya sudah menerima sebanyak 468 laporan atau sebesar 1,5 persen dari masyarakat Provinsi Kalbar, dari total 30 ribu laporan atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) seluruh Indonesia.Posisi tingginya laporan untuk kasus Tipikor, Kalbar berada di bawah Provinsi Kalimantan Selatan, dengan jumlah laporan sebanyak 554 kasus.“Tidak semua laporan dugaan Tipikor dari masyarakat langsung kita tindak lanjuti, melainkan dipilah-pilah lagi sesuai dengan kriteria dan tindakannya, sehingga antara KPK dan Kejaksaan bisa berkoordinasi siapa yang paling berkompeten menangani kasus korupsi tersebut,” katanya.Ia menjelaskan, secara garis besar Tipikor yang dilaporkan tersebut, yaitu dugaan penyimpangan penggunaan APBD, penyimpangan pengadaan barang dan jasa, penyimpangan yang menyangkut bantuan sosial, pada dasarnya untuk kepentingan publik tetapi pada pelaksanaannya dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.“Kita tidak punya target dalam penanganan kasus-kasus Tipikor, tetapi akan berupaya semaksimal mungkin dalam penanganannya, terutama untuk kasus Tipikor yang punya bukti cukup,” </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-29443067055284728992009-05-21T02:39:00.001-07:002009-05-21T02:39:51.356-07:00PENDIDIKAN MENENGAH III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">PENDIDIKAN JARAK JAUH</span></strong></div><div align="justify"> </div><div align="justify">Pendidikan Jarak Jauh secara tersurat sudah termaktub di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang "Sistem Pendidikan Nasional". Rumusan tentang Pendidikan Jarak Jauh terlihat pada BAB VI Jalur, jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian Kesepuluh Pendidikan Jarak Jauh pada Pasal 31 berbunyi : (1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tata muka atau regular; (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta system penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standard nasional pendidikan; (4) Ketentuan mengenai penyelenggarakan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.Ini menunjukan kepada kita bahwa pendidikan jarak jauh merupakan program pemerintah yang perlu terus didukung. Pemerintah merasakan bahwa kondisi pendidikan negeri kita perlu terus dibenahi, dan tentunya diperlukan strategi yang tepat, terencana dan simultan. Selama ini belum tersentuh secara optimal, karena banyak hal yang juga perlu dipertimbangkan dan dilakukan pemerintah didalam kerangka peningkatan kualitas sector pendidikan.Pendidikan jarak jauh pada kondisi awal sudah dijalankan pemerintah melalui berbagai upaya, baik melalui Belajar Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Universitas Terbuka, mapun Pendidikan Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional, melalui program pembelajaran multimedia, dengan program SLTP dan SMU Terbuka, Pendidikan dan Latihan Siaran Radio Pendidikan.Berkenaan dengan itu, yang pasti sasaran dari program pendidikan jarak jauh tidak lain adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak bangsa yang belum tersentuh mengecap pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, bahkan tidak terkecuali anak didik yang sempat putus sekolah, baik untuk pendidikan dasar, menengah. Demikian pula bagi para guru yang memiliki sertifikasi lulusan SPG/SGO/KPG yang karena kondisi tempat bertugas di daerah terpencil, pedalaman, di pergunungan, dan banyak pula yang dipisahkan antar pulau, maka peluang untuk mendapatkan pendidikan melalui program pendidikan jarak jauh mutlak terbuka lebar. Perlu dicatat bahwa pemerintah telah melakukan dengan berbagai terobosan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Upaya keras yang dilakukan adalah berkaiatan dengan lokalisasi daerah terpencil, pedalaman yang sangat terbatas oleh berbagai hal, seperti transportasi, komunikasi, maupun informasi. Hal ini sesegera mungkin untuk diantisipasi, sehingga jurang ketertinggalan dengan masyarakat perkotaan tidak terlalu dalam, dan segera untuk diantisipasi.Semangat otonomi daerah memberikan angin segar terhadap pelaksanaan program pendidikan jarak jauh. Apalagi bila kita telusuri, masih banyak para guru yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi karena keterbatasan dana, ditambah lagi ketidakmungkinannya untuk meninggalkan sekolah, maka cita-cita untuk melanjutkan belum tercapai.Akan tetapi dengan melalui program pendidikan jarak jauh melalui pola pembelajaran multi media yang digalakan oleh Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Pendidikan Nasional, merupakan angin segar bagi para guru-guru yang berpendidikan SPG/SGO untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Diploma Dua melalui Program PGSD. Demikian pula bagi para guru-guru yang baru direkrut melalui program guru bantu yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat maupun guru kontrak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, pada umumnya banyak lulusan SMU/SMK/MA tentunya dari segi kualitas perlu terus ditingkatkan, apalagi yang menyangkut kemampuan didaktik, metodik dan paedogogik masih perlu banyak belajar, karena selama menjalani pendidikan di sekolah menengah tidak pernah mendapatkan materi tersebut. Mereka-mereka ini perlu diberi kesempatan untuk mengikuti program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) selama dua tahun.Katanya Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Dinas Pendidikan Nasional bekerjasama dengan LPTK, dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota tahun depan akan melaksanakan program pendidikan jarak jauh, yang akan diujicoba untuk lima propinsi se Indonesia, Yakni Propinsi Riau, Sumatera Barat, Papua, Gorontalo, dan Ujung Pandang.Pola yang diterapkan melalui program pembelajaran multimedia, dengan melibatkan LPTK yang ada, Dinas Kabupaten/Kota serta Pustekkom Propinsi. Para guru tidak perlu lagi meninggalkan tugas mengajar, dan tentunya proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif seperti biasa. Para tutorial dan teknisi dari LPTK yang akan datang ke daerah untuk melakukan proses pembelajaran.Telah terjadi distribusi hak dan wewenang antara, LPTK, Pustekkom, Dinas Pendidikan, dalam proses pelaksanaan, dan masing-masing tetap menyatukait, dan ada beberapa program yang dilaksanakan secara bersama-sama. Hal ini telah diatur sesuai dengan kesepakatan antara LPTK, Dinas Pendidikan, Pustekkom beberapa waktu yang lalu.Untuk itu Dinas Pendidikan Propinsi Riau bersama dengan LPTK (FKIP UNRI) akan melaksanakan sosialisasi tentang program ini, telah melakukan rapat koodinasi tanggal 15 November 2003 bersama seluruh kepala Dinas Pendidikan Propinsi Riau. Pada kesempatan itu Pemerintah Pusat melalui Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi memberikan beberapa informasi pada pertemuan itu. Sehingga kesepakatan untuk melaksanakan program peningkatan Sumber Daya Manusia dalam hal ini "Guru" dapat terwujud sesuai dengan apa yang direncanakan. Semoga.</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-3725521269916857662009-05-21T02:34:00.000-07:002009-05-21T02:38:14.844-07:00PENDIDIKAN MENENGAH III<div align="center"><span style="font-size:180%;"><strong>Tips Menaikkan Kemampuan Siswa SMP dan SMU</strong></span> </div><div align="center"> </div><div align="center"> </div><div align="justify"></div><div align="justify">5 tips ini dapat membantu Anda dengan cepat untuk menaikkan kemampuan siswa dan sekolah Anda.</div><div align="justify"></div><div align="justify">1. Naikan range nilai yang diharapkan. Jika Anda memiliki range penilaian seperti ini:range nilai: A (93-100), A- (90-92), B+ (87-89), B (83-86), B- (80-82), C+ (77-79), C (73-76), C- (70-72), D+ (67-69), D (63-66), D- (60-62), F (0-59) larilah, namun jangan berjalan ke tempat sampah terdekat lalu membuang hasil ujian itu. Naikkan rangenya. Jika range nilai yang diharapkan rendah maka hasil yang didapat akan selalu mengarah ke nilai yang rendah. Harapkan lebih dari siswa Anda dan ikat harapan itu menjadi sesuatu yang dapat diukur. Petunjuk: jika Anda menggunakannya untuk siswa Anda, apakah Anda juga menggunakannya untuk guru-guru? Lihat tips 2.</div><div align="justify"></div><div align="justify">2. Konsistenlah terhadap respon yang diberikan terhadap semua prilaku baik berupa penghargaan maupun hukuman. Juga konsistenlah terhadap nilai yang telah Anda tetapkan dan prilaku Anda. Jagalah konsistensi Anda bahkan disaat kita sedih. Model konsistensi untuk menjaga kelangsungan kemampuan staff Anda ataupun siswa Anda.</div><div align="justify"></div><div align="justify">3. Jelaskan secara rinci harapan Anda. Jangan menganggap seorang staff ataupun siswa mengetahui sesuatu. Komunikasikan dan jelaskan harapan tersebut. Ingatlah, pengkondisian dari pengalaman pekerjaan lampau, pengalaman sekolah, dan pengalaman rumah merupakan hal yang selalu ada dan mayoritas dari pengkondisian ini adalah negatif.</div><div align="justify"></div><div align="justify">4. Berikan nilai lebih untuk keberhasilan akademik dan kepemimpinan siswa dibanding keberhasilan dalam bidang olahraga. Keberhasilan akademiklah yang akan membawa 99% siswa Anda kedalam dunia nyata, bukan kemampuan atletik mereka. Kembali kepada 3 tips awal.</div><div align="justify"></div><div align="justify">5. Buanglah sampah dengan mengevaluasi strategi belajar Anda. Sebagai contoh, jika Anda menggunakan cooperative learning, tekankan hanya pada keterampilan yang diperlukan untuk menjadi berhasil.Apakah nilainya bagi Anda, jika semua orang di sekolah Anda semua berbaris dengan arah yang sama dengan penuh energy dan antusias?</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-57683567416068083452009-05-21T02:29:00.000-07:002009-05-21T02:30:54.463-07:00PENDIDIKAN TINGGI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/sarjana-dadakan-profesionalkah.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Sarjana Dadakan, Profesionalkah?</strong></span></a> </div><div align="justify"><br />Sebuah perguruan tinggi swasta menawarkan jenjang pendidikan S-1 dengan waktu studi hanya 1 tahun dengan biaya kurang dari Rp 10 juta.Sertifikasi guru, sebuah kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan para pendidik. Salah satu syarat utama untuk mendapat sertifikasi adalah, pendidik minimal mempunyai ijazah S-1. Sementara, saat ini masih banyak sekali guru yang hanya berijazah D-1, D-2, D-3, S-1 drop-out, bahkan ada yang hanya lulusan SMA. Mereka tentu tak ingin terganjal mendapatkan sertifikasi karena alasan jenjang pendidikan. Merespons kebutuhan 'pasar', banyak perguruan tinggi ramai-ramai membuka program pendidikan S-1 transfer, kelas jarak jauh, atau ekstensi Sabtu-Minggu. Ada pula yang menawarkan program S-1 instan, satu tahun dijamin bisa mendapat gelar sarjana. Program ini, tentu saja, banyak diminati orang-orang yang tergiur mengejar sertifikasi.Program sarjana instan ini, entah siapa yang berani menjamin kualitasnya. Karena idealnya, jenjang S-1 ditempuh dalam waktu empat tahun, dengan memperhitungkan banyaknya mata kuliah yang harus diambil, disertai kuliah praktik, magang, KKN, dan penyusunan skripsi. Mari kita berpikir bijak, pendidikan merupakan wahana untuk mendapatkan pencerahan, baik ilmu, sikap, dan moral. Apalah artinya gelar tinggi tetapi tidak bermoral. Pendidikan bukanlah ajang bisnis, kalaupun akan dikomersialisasikan, hendaknya tetap sesuai aturan main, jangan menyimpang dari rel.Gelar yang melekat di belakang atau di depan nama, merupakan tanggung jawab. Jika kita menyandang gelar sarjana x, tetapi tidak menguasai masalah x, apakah bisa disebut profesional?Sertifikasi guru, jangan menjadikan kita salah langkah. Bila guru sudah salah langkah, bagaimana bisa mendidik para siswa? Siapa lagi yang jadi suri tauladan?Instansi pemerintah ataupun penerima tenaga kerja harus benar-benar selektif dalam menyeleksi ijazah, antara sarjana dadakan dan sarjana murni yang ditempuh sesuai jalur, agar tidak terjadi kecemburuan sosial, atau bahkan pelecehan terhadap dunia pendidikan Indonesia.Gelar adalah beban moral, bukan alat gagah-gagahan. Berani menyandang gelar, berarti harus mumpuni dengan kompetensi keilmuannya. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-20384460483828158992009-05-21T02:27:00.000-07:002009-05-21T02:29:23.288-07:00PENDIDIKAN TINGGI III<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;">Hari Pendidikan Nasional: Pendidikan untuk Siapa?<br /></span></strong>Rosmi Julitasari S</div><div align="justify"><br />"Pilihlah sekolah menengah kejuruan agar cepat mendapat pekerjaan setelah lulus." Demikian kira-kira pesan iklan layanan masyarakat yang disampaikan Departeman Pendidikan Nasional. Iklan itu mengajak generasi muda usia sekolah menengah memilih sekolah menengah kejuruan ketimbang sekolah menengah umum. Iming-imingnya jelas: kemudahan mendapat pekerjaan. Sebab, menurut nalar pemasang iklan itu, lulusan sekolah kejuruan memiliki keahlian teknis yang dapat langsung diterapkan, dan tak perlu meneruskan ke pendidikan tinggi setingkat akademi atau universitas. Ada yang salah dalam iklan layanan itu. Pertama, iklan tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan tinggi yang berbiaya rendah. Artinya, alih-alih menurunkan biaya pendidikan tinggi untuk seluruh rakyat, pemerintah malah mendorong tunas-tunas bangsa tidak meneruskan pendidikan formal yang sebenarnya layak mereka dapatkan. Kedua, iklan itu juga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang layak bagi lulusan pendidikan tinggi. Demi menghindari tingginya angka pengangguran yang sebagian besar berasal dari lulusan pendidikan tinggi, pemerintah menghalangi generasi muda mengembangkan diri dan memilih memperbanyak sumber daya manusia kelas buruh. Perlakuan dan pilihan ini warisan mental dan siasat penjajah dulu. Dari sejarahnya, sekolah-sekolah kita dibentuk untuk mendukung substruktur industri dan dunia usaha. Penjajah Belanda memang tidak pernah berniat membangun universitas di negeri jajahannya, sehingga yang dibangun adalah institut-insitut yang menghasilkan kelas pekerja. Alasan kuat atas kebijakan tersebut adalah ketakutan kaum penjajah akan lahir kaum pemikir yang kemudian mengkritisi kolonialisme di tanah jajahannya bila pendidikan sekelas universitas dibangun. Nuansa penerapan kurikulum berbasis industri ini terlihat jelas dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang telah dijalankan beberapa tahun ini. Sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah hanya mendorong peserta didik untuk berhasil menyelesaikan pendidikan dengan ukuran angka tertentu, tanpa peduli pada proses yang telah dijalani tiap-tiap peserta didik. Hingga saat ini belum ada realisasi kurikulum yang secara konkret mengembangkan potensi diri dan pemikiran peserta didik. Sedikit sekali lembaga pendidikan seperti sekolah yang menyediakan fasilitas pengembangan individu yang berbasis konteks sosial dan budaya nasional. Yang ada melulu pengetahuan teknis dan intelektual statis yang kaku. Bila ada, tentu masyarakat dituntut pembayaran yang sangat mahal untuk itu. Masyarakat yang tidak mampu menyediakan dana untuk anak mereka tentu tidak dapat memilih, selain menerima sistem pendidikan kaku warisan penjajah Belanda. Kondisi ini diperburuk dengan kualitas guru yang tersedia. Bila pada masa lalu wibawa guru begitu besar dan dihormati, pada masa sekarang figur guru tidaklah begitu mempesona. Profesi ini pun bukan pilihan bagi kebanyakan lulusan pendidikan tinggi, karena hasil yang didapat dari segi ekonomi tidak begitu menjanjikan. Situasi dilematis ini mengakibatkan pula buruknya kinerja guru selama ini. Tekanan ekonomi, rendahnya penghargaan masyarakat, dan alasan-alasan struktural kepegawaian menyebabkan banyak guru yang enggan mengembangkan kemampuan. Terbukti saat diberlakukan KBK, banyak guru yang mengeluh keterbatasan dana dan fasilitas untuk melakukan hal tersebut. Padahal, bila ditelisik, banyak guru yang enggan menerapkan kurikulum tersebut karena mereka dituntut untuk mengembangkan dan merancang kurikulum sendiri, termasuk menggunakan berbagai sumber informasi di luar buku teks. Buruknya kinerja dan perkembangan dunia pendidikan yang dirasa amat lambat bisa saja akibat minimnya anggaran pendidikan yang dikucurkan pemerintah. Memang ada angin segar dengan ditetapkannya dana pendidikan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun kebijakan tersebut juga tidak pernah terealisasi hingga sekarang. Ada beberapa kalangan yang menganggap masalah kelemahan dan kekurangan kualitas pendidikan lebih didorong oleh kemiskinan yang semakin parah di Indonesia. Tapi kita perlu mencoba berkaca pada negara lain, India dan Kuba misalnya. Pendidikan di kedua negara tersebut bisa maju meski kemiskinan masih meraja lela. Pemerintah kedua negara tersebut memahami betul fungsi pendidikan, sehingga sistem pendidikan dan segala fasilitasnya tidak menjadi masalah yang mendasar. Agaknya sistem pendidikan di Indonesia memang masih mengawang-awang. Kusutnya permasalahan mulai dari kebijakan buku paket, ujian nasional, sampai tudingan penunjukan seseorang menjadi menteri pendidikan yang salah belum tersentuh untuk diselesaikan. Yang terjadi kemudian merebaknya sekolah alternatif. Mulai dari sekolah nasional plus hingga home schooling pada akhirnya terpaksa ada di Indonesia. Hal itu terjadi karena sikap kritis masyarakat yang semakin menuntut perbaikan sistem pendidikan. Perlu komitmen dan keterbukaan dari semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini. Karena, seperti pernah dikemukakan mantan Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef, jangan pernah main-main dengan pendidikan. (E4)</div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-78469752022813040162009-05-21T02:24:00.000-07:002009-05-21T02:26:31.975-07:00PENDIDIKAN TINGGI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/05/kuliah-lagi-tak-melulu-demi-sertifikasi.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Kuliah Lagi, Tak Melulu Demi Sertifikasi</strong></span></a><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong> </strong></span></div><div align="justify"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong><br /></strong></span>JAKARTA, KOMPAS.com - Raut wajah puluhan perempuan dan lelaki berusia 40 hingga 50-an tahun, yang duduk di bangku kayu berukuran dua orang, tampak serius mendengarkan paparan soal hukum pewarisan Mendel. Suasana hening sesekali pecah saat pengajar memancing peserta dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait materi yang baru dipaparkan.Meskipun usia tak terbilang muda lagi, puluhan guru yang kuliah atas inisiatif sendiri atau dikuliahkan pemerintah di Kabupaten Biak Nomfur, Papua, itu tetap bersemangat meraih gelar sarjana pendidikan. Selama empat semester atau dua tahun, guru-guru SD yang sudah kenyang dengan asam-manis jadi pendidik di Tanah Papua itu melakoni belajar secara mandiri, lalu beberapa kali tutorial atau kuliah tatap muka di Universitas Terbuka (UT) yang dipusatkan di SDN 1 Biak.Keterbatasan sarana belajar karena umumnya hanya mengandalkan modul, tidak menghalangi mereka untuk terus belajar. Para tutor yang guru SMA bergelar sarjana pendidikan tetap bisa diandalkan untuk membantu proses itu.Laban Rumbrapuh (52), Kepala SD YPK Bosnabraidi di Distrik Yawosi, setidaknya tiga kali seminggu menempuh jarak sekitar 60 kilometer untuk menghadiri kelas tutorial atau ujian. Perjalanan dua jam atau lebih itu tidak mudah karena taksi (angkutan umum) tidak selalu tersedia.Namun, Laban, yang 27 tahun jadi guru, berusaha tidak absen dari jadwal bertatap muka dengan tutor (istilah dosen di UT). ”Pertemuan dengan tutor kan cuma 12 kali per semester. Selebihnya, belajar sendiri dari buku atau kaset atau VCD. Kadang-kadang materi yang sedang dipelajari semakin jelas jika dibahas secara langsung dengan tutor,” ujar Laban yang kuliah dengan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak.Menurut Laban, mengingat usianya yang tak lagi muda, cukup sulit untuk bisa kembali ke bangku kuliah. Namun, kesempatan untuk kuliah lagi membuatnya bergairah untuk bisa belajar. ”Katanya untuk bisa ikut sertifikasi. Tetapi, buat saya ini kesempatan untuk meningkatkan diri,” kata Laban.Elieser Wabiser (45), guru SD YPK Dwar, di Distrik Warsa, mengatakan, keinginan guru di daerah untuk pengembangan diri sangat kuat. Namun, tanpa difasilitasi pemerintah daerah, guru kesulitan untuk bisa terus mengembangkan diri.”Untuk bisa sekolah S-1 lagi, misalnya, tidak mudah. Selain keuangan yang berat jika membiayai sendiri, di daerah terpencil tidak ada perguruan tinggi kependidikan. Kalau tidak dibukakan jalan oleh pemerintah, ya guru kesulitan. Untuk pelatihan lainnya juga biasanya kalau ada program dari pusat saja. Seringnya guru di kota yang dipilih,” kata Elieser.Untuk bisa menjalani kuliah di UT yang fleksibel, tetapi guru tidak boleh sampai mengabaikan tugasnya, bukan hal mudah. Elieser terpaksa tidak penuh mengajar demi bisa mendapatkan taksi yang membawanya ke ibu kota. ”Pukul 11 saya sudah selesaikan mengajar supaya bisa ikut tutorial jam dua siang. Nanti, jam mengajar yang kurang diganti hari lain. Siswa belajar sampai sore,” kata Elieser yang 8 tahun jadi guru PNS.Ada juga guru-guru yang mesti menyeberangi pulau, seperti di Padaido dan Numfor, agar bisa kuliah ke kota. Mereka kadang terhadang cuaca buruk.”Guru-guru pasti ingin bisa meningkatkan kualitas dirinya supaya bisa menghasilkan anak-anak didik yang lebih baik. Tetapi, kesempatan mendapat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru terbatas. Apalagi, di daerah yang jauh dari kota tidak mendapat banyak kesempatan,” kata Aqwila Musen, guru SD YPK Samber, Distrik Yendidori.Elieser yang membiayai sendiri kuliahnya itu mempertanyakan, ”Setelah guru ramai-ramai dikuliahkan S-1, terus apa? Yang penting itu kan guru terus dibina secara berkelanjutan agar pengetahuannya tidak ketinggalan, terutama guru di daerah pedalaman atau terpencil.”Tantangan BeratYusuf Slamet, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Nomfur, mengatakan tantangan meningkatkan kualifikasi akademik guru di daerah ini cukup berat. Baru sekitar 50 guru dari 3.000 guru SD bergelar sarjana pendidikan. ”Perkuliahan di UT cukup membantu karena penyelenggaraannya bisa disesuaikan keadaan di sini. Kami minta tutorial 12 kali dari pengajuan UT yang cuma delapan kali,” kata Yusuf.Kondisi guru-guru di daerah yang minim dalam pengembangan diri tersebut sejalan dengan temuan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Independen 2008 yang dibentuk Konsorsium Sertifikasi Guru.”Guru tidak bisa lagi diabaikan. Berbicara sol guru, tidak semata-mata soal peningkatan kesejahteraan. Peningkatan mutu mereka dalam pembelajaran juga sama pentingnya. Kondisi itu bisa dicapai dengan pelatihan yang berkesinambungan dan tanpa henti untuk semua guru, jadi jangan hanya untuk kepentingan sertifikasi. Para guru itu sebenarnya haus menimba ilmu yang terus berkembang,” kata Unifah Rosyidi, Ketua Tim Monev Independen 2008, sekaligus Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.Belajar MandiriDi tengah gencarnya pemerintah mewujudkan guru TK - SMA sederajat yang minimal berkualifikasi akademik D-IV/S-1, peran UT yang sejak 1984 bersifat terbuka dan jarak jauh menjadi cukup penting. Perguruan tinggi ini memiliki unit program belajar jarak jauh (UPBJJ) di tiap provinsi dan menyelenggarakan perkuliahan hingga ke kecamatan.Jumlah mahasiswa aktif di UT per Agustus 2008, 522.960 orang, --sekitar 12 persen jumlah mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebanyak 90 persen mahasiswa UT adalah guru, terutama guru SD.M Atwi Suparman, Rektor Universitas Terbuka, mengatakan, belajar di UT harus siap belajar mandiri. Mereka dibekali bahan ajar seperti modul, audio visual, dan VCD yang didesain untuk bisa dipelajari sendiri, tidak bergantung kepada dosen atau tutor.”Penggunaan internet untuk pembelajaran, registrasi, dan tutorial online sudah bisa diakses. Kendalanya, tidak semua daerah terjangkau internet dan tidak semua mahasiswa mampu menggunakan komputer,” katanya.Tian Belawati, Pembantu Rektor I Bidang Akademik UT, menjelaskan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar masih rendah, terutama di kalangan mahasiswa yang bekerja sebagai guru. Baru sekitar 6.000 mahasiswa UT memanfaatkan tutorial online. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-70770227866704740562009-05-21T02:23:00.000-07:002009-05-21T02:24:41.685-07:00PENDIDIKAN TINGGI III<div align="justify"><strong><span style="font-size:180%;">Tantangan dan Tren Pendidikan Tinggi</span></strong></div><strong><span style="font-size:180%;"><div align="justify"></span></strong> </div><div align="justify">Tantangan dan Tren Pendidikan Tinggi Institusi pendidikan tinggi (universitas) tidak steril dari tuntutan dan perkembangan zaman. Kemampuan menyikapi tantangan dan tren yang dibawa oleh zaman akan sangat menentukan apakah sebuah universitas dapat tetap kompetitif atau kehilangan pasar. Tantangan dan tren inilah yang memaksa dan mengharuskan universitas untuk menerapkan logika korporasi, dengan mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi pembiayaan, memperhitungkan setiap risiko (calculability), dan kemampuan untuk memprediksi tantangan dan tren ke depan (predictability). Dalam bahasa Kezar (2000), peran seorang rektor akan semakin menyerupai manajer perusahaan, dan manajemen universitas makin menitikberatkan pada akuntabilitas. Salah satu dampak dari perubahan ini adalah bergesernya fokus pendidikan dari sasaran utamanya, yaitu mahasiswa. Tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan tinggi yang bermutu dan murah pasti akan menyulitkan universitas dalam mendesain, baik program maupun kepastian lulusannya agar dapat diterima pasar kerja (Kovel-Jarboe, 2000). Setiap universitas dapat dipastikan memiliki problem sosialnya sendiri. Pada saat bersamaan, dalam setiap masyarakat juga memiliki masalah dan isu-isu yang berkaitan dengan dunia universitas. Strategi yang mungkin akurat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sangat bergantung pada kondisi struktur dan kepemimpinan di tingkat lokal dan latar belakang kesejarahan masyarakat itu sendiri. Segenap potensi sumber daya universitas seyogianya digunakan untuk memperbarui, memvalidasi, dan memperluas wilayah keilmuan yang bersifat humanis dengan menggunakan metode-metode pengetahuan standar. Metode pengetahuan tentu saja hanya dapat ditransmisi dalam suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan terbuka sebagai bentuk way of life. Pentingnya budaya demokratis yang bertanggung jawab di universitas adalah tuntutan lain dari kebutuhan dan perkembangan psikososial mahasiswa kita yang semakin sensitif terhadap semua jenis isu sosial dan politik (Dickinson, 1991). Otonomi dan tren pendidikan tinggi Isu otonomi pendidikan sebenarnya sudah dimulai di Indonesia sejak masa Presiden Habibie. Meskipun isu otonomi dan kebebasan akademis dalam beberapa hal sangat kontroversial, dalam batas tertentu kita harus menganggapnya sebagai kebutuhan yang bisa fleksibel. Otonomi adalah hak bagi setiap institusi untuk memutuskan apa yang baik bagi sebuah institusi tanpa ada gangguan dari pihak luar. Konsep ini jelas datang dari semangat kebebasan akademis, ketika hak-hak akademis individu untuk mengekspresikan opini mereka terjamin. Di dalam Magna Carta of European Universities yang ditandatangani pada 1988 oleh para rektor dari Universitas terbaik se-Eropa dikatakan bahwa universitas merupakan lembaga yang otonom di tengah-tengah masyarakat yang sangat beragam, baik secara geografis maupun budaya. Universitas adalah produsen utama hampir seluruh produk sosial, politik, dan budaya yang bersinggungan langsung dengan kehidupan masyarakat. Karena itu, keseluruhan proses belajar mengajar di universitas secara moral dan intelektual haruslah independen dan terlepas dari semua kepentingan politik dan kekuasaan. Kebebasan dalam menjalankan proses belajar mengajar dan melakukan riset secara terbuka merupakan pilihan strategis dan fundamental bagi universitas dalam rangka menjaga independensinya di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, universitas harus secara konsisten dan konsekuen menjaga prinsip-prinsip otonomi seperti: (1) Hak untuk mempekerjakan dan memecat staf akademis yang melanggar etika dan tidak dapat mengembangkan kapasitas akademisnya, (2) hak untuk memutuskan apa dan bagaimana proses belajar mengajar harus dijalankan, (3) hak untuk menyeleksi mahasiswa dan mengevaluasi performance mereka secara mandiri dan bertanggung jawab, serta (4) hak untuk memilih topik-topik riset yang mereka inginkan tanpa harus takut akan intervensi pihak luar. Di samping soal otonomi, beberapa isu penting soal bagaimana seharusnya sebuah universitas merespons perkembangan sosial budaya masyarakat juga harus diperhatikan. Isu tentang strategi kolaborasi yang harus dijalankan oleh universitas, strategi pendanaan, dan pentingnya memikirkan segmentasi yang bersinergi dengan bursa kerja merupakan keharusan yang perlu dipikirkan, direncanakan, dan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan (Zusman, 1999). Dalam rangka menarik minat pasar, pendidikan tinggi di Indonesia, mau tidak mau dan suka atau tidak suka, harus membuka program-program pelatihan, sertifikasi, serta kuliah jarak jauh yang dikelola dengan logika kolaboratif, yaitu ketersambungan dunia bisnis dan pendidikan. Networking atau jejaring adalah kata kunci yang harus dikembangkan secara terus-menerus oleh setiap universitas dalam rangka mencari pola partnership yang tepat antara universitas dan lembaga keuangan (bisnis, entertainer) dan lembaga riset. Selain itu, universitas diharapkan juga jeli dalam menjalin kolaborasi dengan sekolah menengah umum tertentu sebagai basis input-nya dan universitas lain terutama dalam rangka pemanfaatan sumber daya dan teknologi. Jika strategi kolaborasi ini berjalan, perencanaan pendidikan menjadi lebih mudah disosialisasikan ke tingkat masyarakat. Dengan demikian, pembukaan program-program baru yang berorientasi pada pasar atau kebutuhan masyarakat perlu dijajaki. Selain itu, dalam menjalankan strategi pendanaannya, lembaga pendidikan tinggi juga harus memperhatikan daya beli masyarakat. Karena itu, riset tentang pembelanjaan dana publik di sektor pendidikan harus dilakukan. Belajar dari tren yang berkembang di Amerika Serikat, skema distribusi dana pendidikan diubah dari 'subsidi' menjadi 'pinjaman'. Perubahan ini sudah barang tentu merugikan masyarakat kurang mampu, yang enggan terbebani utang. Meski demikian, permintaan pinjaman mahasiswa meningkat secara signifikan, yang jumlahnya naik dari setengah menjadi tiga perempat dana pinjaman dalam anggaran pemerintah pusat. Adapun di tingkat negara bagian, alokasi anggaran pendidikan menunjukkan peningkatan. Sumbangan korporasi untuk universitas pun meningkat. Di samping itu, semakin banyak negara bagian yang mengikuti jejak California mengenalkan skema pinjaman yang lunak (Kovel-Jarboe, P 2000). Strategi dan skema pendanaan yang berlaku saat ini di Amerika Serikat boleh jadi dapat menginspirasi lembaga pendidikan tinggi kita untuk melakukan kerja sama dengan perbankan dan pemerintah daerah dalam menggalang dana publik masuk ke sektor pendidikan tinggi. Ke depan, diharapkan ada riset mendalam yang secara spesifik melihat kemungkinan strategi pendanaan seperti ini bagi para mahasiswa kita di Indonesia. Strategi ketiga adalah bagaimana lembaga pendidikan memetakan kemampuannya dalam melihat segmentasi pasar. Harus kita sadari bahwa 'peta sosial' universitas senantiasa berubah, baik dalam hal komposisi umur dan jenis kelamin, serta konfigurasi mayoritas-minoritas. Hal yang penting diperhatikan adalah meningkatnya jumlah 'mahasiswa dewasa'. Ketika perusahaan mengurangi program-program pelatihan, karyawan berpaling pada institusi akademis. Universitas-universitas dan lembaga pendidikan tinggi yang tanggap akan kebutuhan ini, yaitu yang mampu menjanjikan peningkatan kemampuan akademis dan keahlian khusus, baik melalui kelas reguler maupun kelas jarak jauh, menjadi lebih kompetitif. Dengan kesadaran tentang the new student map, sesungguhnya kita menginginkan agar universitas di Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam melihat kebutuhan tenaga profesional di segala bidang dengan kebutuhan dunia birokrasi dan usaha. Para pekerja yang ingin memperoleh ilmu dan meningkatkan profesionalitas mereka perlu diakomodasi oleh lembaga pendidikan seperti universitas dengan membuka program-program yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan secara bertanggung jawab. Kesadaran tentang paradigma instruksional lembaga pendidikan kita juga tampaknya perlu digeser menjadi paradigma pembelajaran yang mengedepankan keberagaman model belajar dan multiple intelligences. Pada titik ini, peran dosen dan tenaga pengajar lainnya menjadi sangat penting. Karena itu, dosen dan tenaga akademis di setiap lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk memiliki kemampuan, pengetahuan, dan keahlian dalam memutuskan bagaimana dapat membantu mahasiswa belajar secara maksimal. Perubahan paradigma pembelajaran ini juga membawa konsekuensi logis kepada universitas untuk melakukan program-program penyegaran dan pelatihan yang dapat memacu kreativitas pembelajaran (Kezar, 2000). </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-55327325899854854822009-05-21T02:18:00.000-07:002009-05-21T02:22:31.615-07:00PENDIDIKAN TINGGI III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/05/perguruan-tinggi-siap-siap-naikkan.html"><strong><span style="font-size:180%;color:#000000;">Perguruan Tinggi Siap-siap Naikkan Biaya</span></strong></a> </div><div align="justify"><br />BANDUNG, MINGGU -- Perguruan tinggi ditengarai kian sulit mengejar standar biaya ideal pelayanan pendidikan kepada mahasiswa. Apalagi, di tengah-tengah tingginya laju inflasi dan kenaikan harga bahan bakar minyak. Perguruan tinggi berancang-ancang melakukan penyesuaian biaya kuliah terhadap calon mahasiswa baru.Di Universitas Padjadjaran, khusus calon mahasiswa baru tahun 2008/2009, akan diberlakukan penyesuaian biaya penyelenggaraan pendidikan (BPP). Penyesuaian terjadi baik pada sistem pembayaran maupun besarannya. Mulai t ahun depan, biaya SPP beserta praktikum akan digabungkan menjadi satu. Termasuk, biaya-biaya tambahan lainnya.Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Ganjar Kurnia, dihubungi Minggu (25/5) mengatakan, besaran biaya BPP itu menjadi rata-rata Rp 2 juta per se mester. Di luar itu, mahasiswa baru juga wajib membayar biaya pengembangan Rp 4 juta yang dikenakan sekali saja. Dijelaskan Ganjar, penyesuaian ini untuk memudahkan sistem administrasi.Namun, ia mengakui, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ada kenaikan plafon biaya pendidikan (tuition fee ) yang dibebankan ke calon mahasiswa. Rata-rata naiknya hanya Rp 250 ribu. Khusus untuk mahasiswa baru. Sebagai penyesuaian inflasi, ujarnya. Tahun sebelumnya, biaya kuliah mahasiswa rata-rata sebesar Rp 1, 5juta untu k eksakta dan Rp 1,350 juta untuk non-eksakta. Rinciannya, SPP sebesar Rp 600 ribu dan sisanya untuk praktikum.Ia membantah, penyesuaian ini dipicu kenaikan harga BBM. Menurutnya, biaya SPP di Unpad terakhir kali naik 5 tahun lalu. "Jadi, wajar jika ada penyesuaian. Dulu, di tingkat fakultas kan, mahasiswa dibebani pungutan untuk kegiatan fakultas. Ke depan, ini tidak ada lagi. Semuanya jadi satu pintu. Biaya ospek (orientasi mahasiswa baru) juga tidak lagi dikenakan," paparnya.Khusus mahasiswa lama, ucapnya, biaya tetap sama. Khusus jalur khusus (Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran), ungkap Ketua SMUP Prof. Ponpon S. Idjradinata, tidak ada penyesuaian tarif. Biaya yang dipersyaratkan dalam seleksi ini tetap sama, yaitu Rp 175 juta untuk Program Kedokteran, Rp 15 juta Rp 16 juta untuk kelompok program eksakta lainnya, dan Rp 10 juta Rp 45 juta untuk kelompok non-eksakta.Bebaskan SDPA Penyesuaian biaya sebelumnya juga telah dilakukan Institut Teknologi Bandung. Di kampus ini, Biaya Penyelenggaraan Pendidikan Pokok (BPPP) tahun ajaran 2008 ini menjadi Rp 2,5 juta per semester. Atau, naik Rp 250 ribu dari tahun sebelumnya. Di luar itu, mahasiswa harus membayar biaya tambahan sebesar Rp 200 Rp 1 juta per semester sesuai prestasi akademik dan kemampua n mahasiswa. Namun, sebagai gantinya, di tahun ini pula, ITB membebaskan biaya SDPA (Sumbangan Dana Pengembangan Akademik (SDPA) pada lima program studi khusus, yaitu astronomi, meteorologi, oceanografi, kriya, dan seni rupa.Sementara itu, Universitas Pendidikan Indonesia memilih untuk tidak menaikkan tuition fee tahun ini. Dijelaskan Koordinator Humas UPI Dutha Andika, biaya SPP UPI tetap sebesar Rp 900 ribu per semester, serupa dengan tiga tahun lalu. "Operasional UPI tidak mengandalkan SPP mahasiswa saja. Kami berupaya tidak ikut-ikutan latah akibat BBM naik," ujarnya. Menurutnya, ketentuan biaya ini sudah diputuskan Rektor.Namun, sebelumnya, Rektor UPI Prof. Sunaryo Kartadinata memberikan isyarat sulitnya perguruan tinggi menjalankan operasionalisasi pendidikan. Apalagi, pada tahun depan, UPI dibebankan biaya operasional perawatan dan operasionalisasi gedung baru senilai Rp 400 miliar hasil pinjaman APBN dari Islamic Development Bank. Dari target biaya kuliah ( unit cost) ideal yang ditetapkan senilai Rp 18 juta per mahasiswa, UPI saat ini hanya sanggup memenuhi pada kisaran Rp 8 juta. </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-88154433081138540572009-05-21T02:17:00.000-07:002009-05-21T02:18:38.227-07:00PENDIDIKAN INFORMAL III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/03/perbanyak-sekolah-informal.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Perbanyak Sekolah Informal</strong></span></a><span style="color:#000000;"> </span></div><span style="color:#000000;"><div align="justify"><br />Kebijakan tentang ditambahnya peluang pendidikan informal memang tengah gencar-gencarnya disosialisasikan oleh pemerintah. Jika saja kita mampu mengapresiasi kebijakan itu secara positif, maka tak harus ada lagi istilah putus sekolah karena kekurangan biaya, tak punya baju seragam, gedung sekolahnya jauh di gunung atau mungkin nyaris roboh. Sekolah informal bisa dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja yang memiliki pengetahuan.Pendidikan bukanlah monopoli sekolah formal. Terlebih jika terkait dengan “masa depan” finansial, hubungan antara pendidikan formal dan </span><a title="pekerjaan" href="http://internetmarketing.pustakanilna.com/" target="_blank"><span style="color:#000000;">pekerjaan</span></a><span style="color:#000000;"> seringkali tak beriringan. Semuanya sangat tergantung pada kemauan belajar, </span><a title="kerja" href="http://internetmarketing.pustakanilna.com/" target="_blank"><span style="color:#000000;">kerja</span></a><span style="color:#000000;"> keras, dan adaptasi anak-anak terhadap perkembangan zaman.Seorang petani lulusan sekolah dasar, karena kegigihannya bisa hidup berkecukupan hanya dengan menanam sayuran, TAPI sarjana yang sudah dua tahun lebih lulus dari perguruan tinggi, karena tak punya skill yang memadai untuk memasuki pasar </span><a title="kerja" href="http://internetmarketing.pustakanilna.com/" target="_blank"><span style="color:#000000;">kerja</span></a><span style="color:#000000;"> atau mungkin terlalu pilih-pilih </span><a title="pekerjaan" href="http://internetmarketing.pustakanilna.com/" target="_blank"><span style="color:#000000;">pekerjaan</span></a><span style="color:#000000;">, bisa jadi masih saja jadi pengangguran. Semua sangat relatif jika ukurannya adalah kesuksesan masa depan finansial.Sayangnya, sekolah informal selama ini sering dianggap sebagai sekolah kelas 3 setelah pendidikan formal dan non formal. Sekolah informal lebih berkesan sebagai pilihan paling akhir dari model pendidikan yang ada, yaitu hanya ditujukan bagi mereka yang putus sekolah, ekonomi lemah, kecerdasan rendah, berkebutuhan khusus, dan hal-hal yang marginal lainnya.Sesungguhnya, sekolah informal bisa berperan lebih dari sekedar alternatif dari pendidikan formal. Namun patut diakui, hal itu akan sangat dipengaruhi oleh kualitas para penyelenggaranya. Sekolah informal bisa menjadi wahana baru bagi tumbuhnya kreativitas pendidikan yang selama ini terlalu dikerangkeng oleh aturan-aturan yang kaku. Sekolah informal bisa menjadi wadah untuk melihat pelajaran dari sudut pandang yang berbeda, yang lebih heterogen, dan juga adaptif terhadap perkembangan yang ada.Kalau di sekolah formal tumbuhan hanya dipandang sebatas makhluk hidup yang tidak bergerak, memiliki daun, batang, dan akar, maka di sekolah informal seorang pendidik bisa membawa anak-anak pada realitas tumbuhan yang sebenarnya, yang fungsinya bagi kehidupan begitu substansial, sehingga memelihara dan membudidayakannya menjadi sebuah kebutuhan bersama, sehingga menyemai biji dan kemudian menanamnya menjadi </span><a title="pekerjaan" href="http://internetmarketing.pustakanilna.com/" target="_blank"><span style="color:#000000;">pekerjaan</span></a><span style="color:#000000;"> lanjutan yang mengasyikkan dan bahkan bisa menghasilkan sesuatu.Sekolah informal. Semoga siapapun yang peduli, tertarik, dan merasa memiliki kemampuan akan tetap bersemangat untuk menumbuhkannya di wilayah-wilayah terdekat. Hal itu insya Allah akan menjadi amal sholeh tiada terputus yang bisa kita berikan dalam kehidupan ini. </span></div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6844287658524936834.post-31532016447875387182009-05-21T02:16:00.000-07:002009-05-21T02:17:09.934-07:00PENDIDIKAN INFORMAL III<div align="justify"><a href="http://nistya-tya.blogspot.com/2009/04/sekolah-informal-memanusiakan-orang.html"><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong>Sekolah Informal Memanusiakan “Orang Asing Liar”</strong></span></a><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong> </strong></span><span style="font-size:180%;color:#000000;"><strong></div><div align="justify"><br /></strong></span>Cukup berat. Itu faktanya kalau bekerja sebagai buruh di kapal nelayan Thailand. Saw tahu itu namun harus menjalaninya. Dia bekerja sebagaimana umumnya terjadi yaitu menjadi orang asing tanpa dokumen resmi. Pria berusia 15 tahun itu berasal dari Myanmar. Anak muda yang tidak suka memberikan nama lengkapnya itu punya satu hal yang selalu dinantikan: Dia menanti suasana Sabtu sore di gedung olahraga Gereja St. Anna. Di kota pelabuhan Samut Sakhon yang berjarak 40 kilometer barat daya Bangkok itu, gedung itu merupakan tempat nongkrong setelah berhari-hari bekerja. Setiap Sabtu itu, ketika tidak berada di kapal di Teluk Thailand, Saw menikmati sauasana di sana bersama teman-teman, sambil belajar baca-tulis dan bermain sepak bola.“Sekolah” informal di gedung olahraga gereja itu dipakai oleh sekitar 20 anak usia 2 hingga 15 tahun. Mereka adalah anak-anak dari orang-orang asing liar asal Myanmar. Seorang frater, pastor setempat, dan dua guru agama Buddha mengelola sekolah itu dengan dana dari paroki itu telah setahun menyempatkan setiap hari Sabtu untuk berkarya bersama anak-anak muda sebagai bagian dari karya pastoralnya.Frater tahun ke tiga itu mengajar mereka berhitung dan Bahasa Thailand, serta memberikan pendidikan etika dan pengetahuan umum. Ia juga bermain sepak bola, voli dan bulu tangkis dengan mereka, serta melakukan kegiatankegiatan ke luar seperti piknik.Pastor Peter Theeraphol Kobvithayakul, kepala Paroki St. Anna, mengatakan kepada UCA News, dulu dia berkarya bersama para migran muda asal Myanmar. Mereka kerap tidak punya waktu untuk kegiatan bersama karena mereka harus bekerja. “Itulah sebabnya, kata Peter, “kami beralih menangani anak-anak seperti Saw.Saw dan keluarganya tinggal di sebuah ruangan kosong. Pemerintah tahu bahwa mereka ada, namun secara teknis mereka tidak keluar. Mereka digolongkan sebagai orang asing liar, tidak punya hak atau dokumen-dokumen kerja resmi. Saw dan imigran asal Myanmar lain hanya diberikan toleransi kalau perusahaan dan majikan butuh buruh yang murah.Menteri tenaga kerja memperkirakan bahwa Thailand memiliki 2 juta imigran liar dari Kamboja, Laos, dan Myanmar.Di Thailand, seperti tempat manapun, pekerja asing liar menjadi pekerja kasar. Industri perikanan, khususnya, sangat terkenal dengan kondisi penuh bahaya dan perlakuan buruk terhadap para pekerja Myanmar.Orang asing liar ini mengerjakan hal-hal yang tidak mau atau tidak akan dikerjakan oleh orang-orang Thailand. Menurut Kementerian Tenaga Kerja Thailand, di Provinsi Samut Sakhon saja ada 300.000-400.000 orang asing liar ini. Sebagian besar dari mereka itu bekerja sebagai buruh di kapal nelayan atau penyeleksi udang.Menghadapi hidup keras dan diskriminasi, banyak yang jatuh ke dalam kebiasaan buruk. Begitu kata dua guru sekolah informal itu. Para guru itu berusaha melawan berbagai kebiasaan negatif orang-orang ini yaitu menggunakan obat-obat terlarang atau minum-minuman keras.Dari awal, kata para guru setempat, mereka membantu para imigran untuk belajar bersikap etis. “Kami mengajar mereka tentang disiplin diri”, kata guru Thitimaphorn Chaisamut.Ia dan koleganya Munthanee Serthong, keduanya beragama Buddha, bekerja dengan orang muda ini selama tiga tahun. Banyak dari mereka berbicara hanya bahasa Myanmar, katanya, tapi sekarang mereka belajar bahasa Thai. “Saw adalah seorang anak laki-laki yang baik,” kata Thitimaphorn. Dia tidak minum maupun merokok.Ketika sedang duduk dan menulis karakter bahasa Thai, dia mengatakan kepada UCA News, “ Saya memberikan semua pendapatanku kepada ibuku.”Orangtua Saw datang ke Thailand beberapa tahun lalu untuk mencari pekerjaan. Bapaknya bekerja di sebuah kapal dan ibunya bekerja di pabrik. Saw mengatakan ia bekerja berjam-jam menangkap ikan hanya agar bisa memperoleh 4.700 baht (US$130) setiap bulan. Upah minimum per hari yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja Bangkok dan Samut Sakhon adalah 191 baht. Saw dan orangtuanya tinggal di ruangan kecil di sebuah blok apartmen yang menampung puluhan migran Myanmar.Pastor Theeraphol mengakui sejumlah orang di parokinya tidak senang dengan pelayanan yang ia lakukan. Katanya, “tidak ingin kami membangunkan anak-anak macan.”Rupanya masyarakat lokal takut bahwa para imigran yang terdidik akan menuntut banyak uang dan memperoleh upah di atas para pekerja asal Thailand sendiri.Imam itu menjawab, dirinya hanya ingin anak-anak itu bertumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Mereka harus tumbuh menjadi anggota masyarakat yang baik.. “Kami berusaha melakukan apa yang bisa kami lakukan,” ujar Theeraphol. dan Keuskupan Agung Bangkok. Frater Wattana Sornnuchart, 27, mahasiswa di Seminari Tinggi Sam Phran, 30 kilometer barat Bangkok, </div>Diajie Ary Tohfatihttp://www.blogger.com/profile/07395403272696451837noreply@blogger.com0