Jumat, 28 Oktober 2011

Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Disiplin Belajar

ABSTRAK

DIAJIE ARY TOHFATI, Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan
Disiplin Belajar Pada Siswa SMK Negeri 46 Jakarta Timur. Skripsi. Jakarta :
Program Studi Pendidikan Tata Niaga, Jurusan Ekonomi dan Administrasi,
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Juni 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang
positif antara pola asuh orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46
Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan terhitung dari sejak
bulan Februari 2011 sampai Juni 2011.
Metode penelitian yang digunakan adalah metodesurvei dengan pendekatan
korelasional. Populasi dari penelitian adalah siswa SMK Negeri 46 Jakarta Timur.
Populasi terjangkaunya adalah siswa Kelas X Pemasaran yang berjumlah 78
siswa. Dari jumlah populasi terjangkau tersebut dijadikan sampel sebanyak 65
orang. Teknik pengambilan sampeldalam penelitian ini adalah teknik acak
sederhana (simple random sampling).
Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi linier sederhana Ŷ = 18,25
+ 0,79X. Uji persyaratan analisis untuk menguji normalitas galat taksiran regresi
Y atas X menunjukkan bahwa galat taksiran Y atas X berdistribusi normal. Hal ini
dibuktikan oleh perhitungan yang menunjukkan bahwa Lhitung (0,0960) < Ltabel
(0,1098) dengan menggunakan uji liliefors pada taraf signifikan (α) = 0,05. Dalam
uji hipotesis, uji keberartian dan kelinieran regresi menggunakan tabel Analisis
Varians (ANAVA). Dari hasil uji keberartian regresi diperoleh Fhitung(87,74)>
Ftabel (4,00) yang menyatakan regresi berarti. Dari uji liniearitas regresi diperoleh
Fhitung (1,45) < Ftabel (1,84) yang menunjukkan bahwa model regresi yang
digunakan linier.
Koefisien korelasi yang dihitung dengan menggunakanrumus Product
Moment menghasilkan rxy sebesar 0,763 sedangkan hasil dari uji signifikansi
diperoleh thitung sebesar 9,367 dan ttabel sebesar 1,67. Dikarenakan thitung > ttabel,
maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46 Jakarta Timur.
Perhitungan koefisien determinasi menunjukkan 0,5821 variasi variabel Y
ditentukan oleh variabel X.
Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang positif antara pola asuh
orang tua dengan disiplin belajar siswa di SMK Negeri 46 Jakarta Timur. Hal
tersebut berarti semakin tepat dan baik pola asuh orang tua maka semakin tinggi
pula disiplin belajar yang terbentuk dalam diri siswa.

Kamis, 28 Mei 2009

Translate

KEPRIBADIAN YANG KREATIF

ABSTRACT

Penelitian tokoh kreatif tidak bisa di pungkuri mempunyai cara sendiri sebagai jalan utama penelitian atas daya cipta dan kreatif dalam memecahkan masalah, bidang lain ialah kreatif proses, produk, dan lingkungan (atau menekan). Dengan rasa hormat disampaikan kepada tokoh penelitian, lebih dari 50 tahun yang lalu, banyak studi sudah memeriksa karakteristik, sikap, pilihan, gaya, dan lain kualitas personal yang kelihatannya membedakan individu yang sangat kreatif. Maksud artikel ini akan meninjau teori yang dikumpulkan tokoh kreatif penelitian, menggambarkan sedikit karya utama peneliti dan metode mereka, ringkasnya meninjau kembali teori itu sudah ditawarkan untuk menerangkan mengapa kualitas personal. sebab kualitas personal adalah berhubung, dan hasil proses kreatif serta memeriksa gagasan kreatif yang relatif baru dan gaya memecahkan masalah. Tubuh penilai gaya di atas traditional penelitian tokoh tetapi memegang substantial berjanji untuk identifikasi bakat dan perkembangan bagi semua individu, tidak yang itu saja yang dikenali sebagai kreatif berbakat
Daya cipta dan memecahkan masalah kreatif memiliki rahasia yang diperdebatkan untuk menjadi perlu sekali untuk kemajuan umat manusia, bahkan itu sangat di butuhkan untuk kelangsungan hidup (Taylor, 1964; Taylor & Barron, 1963). Dasawarsa-dasawarsa penelitian memusatkan pikiran pada orang kreatif yang menghasilkan kesusasteraan besar dan daftar panjang karakteristik bergaul dengan individu yang mempunyai banyak hasil prestasi kreatif. Ketrampilan dan watak kreatif untuk memecahkan masalah rahasia di antara rata-rata, tidak terkenal, individu sehari-hari sudah menyambut bagian sangat kecil perhatian(Nicholls, 1972). Masih, jika kami akan menambah bakat di kita semua, untuk kemajuan besar kecil, kami harus tahu banyak tentang “rata-rata” orang terlibat dalam memecahkan masalah kreatif rahasia proses. Gagasan yang relatif baru, kreatifitas atau gaya memecahkan masalah, palka berjanji untuk besar mengerti bagaimana semua orang, bagaimanapun juga level daya cipta mereka, memecahkan masalah bermacam-macam dan, dengan penuh harapan, bisa belajar menjadi lebih baik memecahkan masalah.
Artikel ini meninjau penelitian dan teori di karakteristik kepribadian, termasuk gaya, menghubungkan dengan daya cipta. Kami memeriksa berbagai pemapar karakteristik itu mungkin menegaskan tokoh kreatif, sedikit dari peneliti utama, metodologi mereka dan teori, sampel penilai daya cipta yang ada, dan the memperkembangkan pengertian gaya sebagai penting factor dalam menentukan bagaimana individu berbeda mendekat keadaan yang memerlukan jawaban kreatif. Artikel menutup dengan diskusi menghubungkan kami dengan arus mengerti gaya kreatif dan karakteristik lain dihubungkan dengan daya cipta sampai identifikasi bakat dan perkembangan di pendidikan.
Di waktu di tinjauan ini, daya cipta syarat-syarat dan memecahkan masalah rahasia dipakai dengan dipertukarkan. Maksud ialah tidak untuk mengaburkan perbedaan yang mungkin terasa oleh orang lain ialah kebutuhan agak akan memperkuat kesamaan di antara dua. Mereka masing-masing literatures mempunyai menurut sejarah ada hubungan baik antara teori dan kesimpulan. Niscaya, kedua syarat-syarat saling berbagi fokus biasa atas ciptaan tanggapan baru—penyelesaian baru— untuk masalah dan pertanyaan itu sebelum ini secara efektif belum dijawab

MENYERAHKAN PENELITIAN KEPADA PENGGUNAAN

Penelitian sifat tokoh kretif individu sudah menghasilkan daftar ratusan pemapar, yang berisi barang yang tumpang-tindih dan, waktu, membantah satu sama lain. Ini sudah membuat upaya untuk mengenali mahasiswa dengan potensi untuk kreatif produktivitas sulit. Konsep gaya janji untuk menolong pengertian kami yang nyata ini menyangkal sedangkan memperbaiki kemampuan kami untuk mengenali dan mengembangkan bakat kreatif.
Lebih baik bertanya, “seberapa kreatif siswa ini?,” fokus pada peranan penting kami untuk menyakan , “bagaimana siswa ini kreatif?” ini meminjamkan sendiri ke penerimaan bahwa semua mahasiswa mempunyai potensi kreatif itu bisa dikenali dan diasuh. Menolong mahasiswa menghargai gaya kreatif mereka bisa memungkinkan mereka untuk menjadi lebih banyak berguna kalau menggunakan ketrampilan mereka yang memecahkan masalah di lingkup spesifik.
Rata-rata tingkat kreatif siswa untuk kemampuan memecahkan masalah mungkin dikenali sebagai “masih kurang jelas,” “tampil” “ungkapan,” atau “keunggulan. ” setiap menilai tingkat untuk perbedaan
pelajaran mendekati. Menuntun siswa lewat mempelajari pengalaman sesuai untuk setiap tingkat rata dan menawari mereka kesempatan untuk menghasilkan khusus di lingkup bunga memungkinkan mereka menyadari daya cipta mereka sendiri. Mengerti gaya menolong siswa ke lebih efektif memakai kekuatan mereka dan meminimalkan risiko yang dihubungkan dengan gaya mereka ketika menanggapi lingkungan. Juga, waktu pengajar mengerti gaya kreatif mereka sendiri, mereka meluaskan lensa lewat yang mereka menilai produk dan mengenali kilatan kreatif yang berpijar di bawah permukaan siswa adalah kepribadian



PANDUAN PRINSIP

Dua asas esensial sampai penelitian kepribadian kretif adalah Teori Bidang (Lewin, 1936) dan lingkup kepentingan tidak efektif. Teori bidang menyarankan bahwa kelakuan manusia adalah fungsi interaksi kepribadian dan lingkungan. Penelitian orang yang mana pun harus mempertimbangkan lingkungan (i.e., orang lain, organisasi baik efektif maupun tidak efektif, penampilan atau kekurangan dorongan, peraturan, kepercayaan, sikap, dan dugaan) di pilih mana orang yang berfungsi. Yang kedua, kami mempertimbangkan bahwa lingkup tidaj efektif sepenting sampai daya cipta sebagai lingkup kesadaran . Sedangkan kesusasteraan berisi banyak keterangan wawasan dan menemukan peristiwa, kebanyakan kreatifitas sarjana berpikir memandang kerja kreatif dan memecahkan masalah kretif rahasia sesulit tetapi menggairahkan, sering mengasikan, tetapi biasanya memerlukan terus-menerus pertempuran, mempersembahkan dan janji (Amabile, 1989; Gruber, 1989; Russ, 1993; Torrance, 1967).
Karena masalah sering kompleks, daya cipta bukanlah kerja mudah. Kami tidak boleh mengasumsikan bahwa untuk menjadi kreatif satu kebutuhan yaitu hanya “berpikir,” atau menggunakan “alat” tertentu atau ketrampilan kognitif, untuk menyebabkan timbulnya pemecahan kreatif. Logika, sebaik sebagai ilmu pengetahuan dan penelitian otak, menawarkan bukti kuat bahwa proses dan kesadaran mengharukan harus saling mempengaruhi jika daya cipta akan terjadi. Pertimbangan harus di diteksi motivasi “. . . Dan keperluan, minat, dan sikap yang menolong individu untuk menjadi produktif creatively” (Guilford, 1967, p. 12). Berkembang (1963) berakhir bahwa faktor “kepribadian dan dorongan sedikitnya sama pentingnya dengan bakat di memutuskan [kreatif] performance” (p. 252). Williams’ (1972) model karena memperkembangkan bakat kreatif menempatkan tekanan setara di kognitif dan affective ciri. Selain kemampuan kognitif ideational kefasihanfleksibel, keaslian, dan teliti berpikir, Williams memandang affective kualitas keingintahuan, keberanian, keruwetan, dan imajinasi sekritis sampai daya cipta. Renzulli, yang sudah mencurahkan.

TEORI KEPRIBADIAN KREATIF

Untuk menyusun konteks untuk pengertian kami of aspek kreatif kepribadian, mungkin berguna untuk membangkitkan kenangan kami mengenai teoritis utama mendekat sampai subyek. Gambaran ringkas pun dari teori daya cipta dominan memperkuat tugas mempengaruhi dan interaksi orang dan lingkungan (menekan) in proses kreatif.
Table 1 mendaftar beberapa yang berbasis di Freudian yang utama teori mulai dengan kerja Freud sendiri, di ikuti oleh teori menumpukan di pertumbuhan diri sendiri dan positif. pemandangan daya cipta yang mulai dengan Pangkat, dan pertumbuhan teori nanti. Freud secara langsung tidak pernah terumuskan teori daya cipta. Tetapi, di satu surat kabar (Freud, 1908/1959), gambarnya seniman kreatif proses satu yang ada pemecahan konflik atau menghaluskan Ini adalah cukup untuk memindahkan pertimbangan yang kepribadian kreatif maju. Mulanya, fokus di bawah sadar pikiran, dengan daya cipta terikat ke ID-naluri. Dianmis berpikir yang memindahkan fokus ke sebelum sadar dan kreatifitas kualitas.
Klasik psychoanalytic pemandangan perjuangan diantara fantasi dan kenyataan menyebabkan banyak memikirkan daya cipta sebagai meliputisegi alam manusia yang lebih gelap. Tetapi, Rank (1932/1960) dan lain psychoanalytic psychologists menganggap perjuangan ini sebagai negara bagian ideal manusia nature.mereka berteori bahwa spesies kami sudah maju akibatnya imajinasi dari kreatif kami yang kolektif. Sifat sadar pikiran bersifat kreatif. Menujukan bawah sadar pikiran sampai tindakan dan pada akhirnya bentuk dan bentuk produk kami terakhir. Ini sama-sama benar untuk paradigma-perubahan daya cipta, serta perbuatan kreatif yang kecil yang sehari-hari bahwa incrementally dan secara tak terlihat maju macam manusia, atau satu adalah kepuasan hati dengan hidup.
Kenaikan pertumbuhan diri atau teori pertumbuhan dari daya cipta serupa dengan teori pertumbuhan anak, seperti itu bahwa Swis psikolog Jean Piaget (Flavell, 1963) yang menggambarkan pertumbuhan kognitif sebagai hasil constant meronta-ronta di antara lawan dan alami processes, akomodasi dan asimilasi. Kami digerakkan ke meminta ke luar perangsangan, memperluas kesadaran kami, berkembang additional ketrampilan, dan memperoleh penguasaan lingkungan. Maslow (1968) menggambarkan hirarki motif manusia ke tindakan, dari tingkat rendah, keperluan biologis ke lebih tinggi alasan, seperti pengetahuan dan aktualisasi diri. Naik mobil ke mencitakan adalah naik mobil ke aktualisasi. Memimpin kami ke baru, original, gagasan baru. Tetapi, bisa riskan dan berbahaya kelakuan. Oleh karena itu, kami affective kualitas menjadi lebih penting untuk menghasilkan kreatif daripada pandai kemampuan, menopang kami di pencarian kami meskipun ada mungkin fisik, sosial, dan bahaya.
Rogers (1954) menegaskan daya cipta sebagai “... timbulnya di tindakan novel, hubungan produk, pertumbuhan dari keunikan individu... dan bahan, peristiwa, orang, atau situasi hidupnya... ” (p. 71). Daya cipta memerlukan keterbukaan, tempat dalam dalam penilaian, dan keyakinan diri atau keberanian ke mengejar gagasan yang dipertimbangkan oleh sesuatu penting, meskipun ada pengecilan hati eksternal. Kalau bertingkah secara kreatif, individu mengurus ke mereka “suara dalam” (melihat Meja 2; Treffinger, Young, Selby & Shepardson, 2002), kepercayaan pribadi mereka tentang apa sebelah kebenaran atau bermanfaat, daripada pengaruh oleh pandangan berlawanan.
Pentingnya tempat dalam penilaian, atau motivasi hakiki, mempunyai panjang dikenali di proses kreatif(Deci, 1975, 1980), seperti yang mempunyai asas dari tidak memberikan pendapat waktu gagasan sedang membangkitkan (Osborn, 1963; Parnes, 1967). Dini eksternal penilaian stif Les one’s kerelaan untuk mengungkapkan gagasan baru dan dapat menghancurkan motivasi hakiki dan keyakinan diri. Amabile dan koleganya (Amabile, 1983, 1990, 1996; Hennessy & Amabile, 1998; Hennessy & Zbikowski, 1993) kebebasan menghalangi efek penilaian dari luar di kreatifitas dan efek bermanfaat ruang kelas dan motivasi pribadi menyusun tekanan itu nilai hakiki tugas perbuatan.
Daya cipta tak hanya diakibatkan oleh interaksi dari kesadaran dan kepribadian, tetapi juga dari interaksi dengan situasi atau lingkungan. Tarik kembali Lewin’s (1936) Teori Bidang. Sebagai Rogers (1954) menterjemahkan ini prinsip, perasaan kreatif ditingkatkan oleh dua utama lingkungan mempersiapkan: keamanan dan kebebasan psikologis. Perasaan kreatif memerlukan keberanian untuk mengambil risiko membinasakan gagasan yang berkedudukan kuat dan kesayangan. Waktu resiko segalanya, individu perlu tahu (atau merasa) itu, di kegagalan pun, dia atau dia masih akan dinilai.
Ketiadaan biasanya negatif atau tidak relevan umpan balik mengizinkan individu untuk mengikuti naluri mereka sendiri dan maksud apa terbaik. Secara jiwani aman lingkungan mengurangi penilaian eksternal yang tak pantas saat berhubungan tegas mengerti. Ini membolehkan diri sebenarnya untuk muncul di perusahaan kreatif dan membersarkan hati orangnya untuk menaruh satu untuk semua ke dalam kerja. Juga mengizinkan dan memajukan kebebasan perasaan simbolik (Rogers, 1954), percobaan, bermain, dan eksplorasi. Lingkungan harus responsif ke proses kreatif, sumber penghasilan harus hadir, hadiah untuk berpikir baru ditawarkan, dan anjur tantangan dan pertanyaan
Abra (1997) membantah bahwa apa yang mempersatukan daya cipta di seni, ilmu pengetahuan, atau bidang yang mana pun manusia usaha keras ialah motivasi— keperluan atau dorongan untuk ucapan sendiri. Sebenarnya, di sana ada aspek positif dan negatif sampai motivasi, baru saja selama disana adalah reaksi variabel dari dunia eksternal di response ke usaha individu. Tetapi, apa terus-menerus menentukan seseorang yang dengan berhasil terlibat dalam proses kreatif berpisahan dari yang lebih tidak tak berhasil ialah dedikasi mereka, janji, ketegaran, keaktifan, dan kehebatan—motivasi mereka untuk kerja kreatif. Eysenck (1983, 1993, 1997) memperkuat pandangan ini dengan mengusulkan daya cipta itu variable kepribadian, tak ada kemampuan. Penelitiannya dan teori menambah yayasan untuk penelitian kreatif memecahkan masalah- rahasia gaya dilaporkan oleh Selby, Treffinger, Isaksen, dan Lauer (2004).

PERKEMBANGAN SISWA DALAM DAYA CIPTA KONTEMPORER

Biasanya, peneliti daya cipta mulai memeriksa mereka dengan referensi kepada Guilford’s (1950) alamat ketua Perkumpulan Psikologis Amerika, memanggil perhatian ke psikologi penyia-nyiaan daya cipta dan pentingnya dari memperkembangkan bakat kreatif. Surat keterangan populer lain ialah untuk klasifikasi oleh Rhodes (1961) empat bidang utama dari penelitian daya cipta yang sudah menanam sejak Guilford’s menyebutnya, dikenal sebagai empat “P’s”: kreatif proses, produk, press (lingkungan), dan kepribadian.
Selain untuk penelitian tokoh kreatif, mungkin juga tak ada jumlah penelitian empiris yang lebih luar biasa membandingkan kreatif dan “kurang kreatif” individu daripada itu membandingkan tokoh masing-masing mereka menggores. Beberapa kreatifitas penelitian masing-masing dan kolektif sebagian besar kontribusi sudah membuat tempat pengetahuan, pendirian ke luar. Untuk lebih dari seperempat abad, terlambat di tahun 1940, institusi untuk Penilai Tokoh and Penelitian (IPAR) di Universitas California di Berkeley adalah pusat utama untuk penelitian kepribadian kreatif. MacKinnon (1962, 1970, 1978), pendiri dan direktur IPAR telah lama, dengan mahasiswanya dan kolega, mengumpulkan jumlah berarti data lewat wawancara obyektif dan tes projective mendapat angka dengan contoh arsitek, penulis, matematika, ilmuwan, penemu, insinyur, dan individuals dari profesi dan pekerjaan lain. Di antaranya karya seni dan kolaborasi di IPAR adalah Barron (1955, 1969, 1990, 1995), Helson (1965, 1966, 1967), dan Gough (1979).
Tetapi, IPAR adalah mendekati “psychometric”, bukan satu-satunya metodologi dulu biasa belajar kepribadian kreatif. Sekumpulan besar kesusasteraan ada dari biographical penelitian juga (Abra, 1997; Gedo & Gedo, 1992; Gruber, 1989; Taylor & Ellison, 1967; Wallace & Gruber, 1989). Metode studi kasus biografis sering menyediakan lebih kaya wawasan yang lebih mendalam lewat analisa terperinci individual sejarah hidup. laporan diri sebanyak beberapa secara kreatif produktif tunjuk orang dewasa bahwa masa kecil mereka ialah bukan kebahagian semata. Situasi rumah mereka terlibat tantangan dan kesukaran, termasuk kematian orang tua atau ketiadaan karena perceraian atau perpisahan (Roe, 1952), bahwa lebih hebat daripada apa sesuatu mungkin mempertimbangkan norma. akibat, individu ini sudah mungkin belajar untuk menyesuaikan diri dengan meminta cara untuk mengatasi kemalangan, dan akhirnya berhasil dalam prestasi kreatif yang dikenali secara luas. Ada tanda bahwa individu ini juga mengalami interasksi luar biasa dorongan dari orang tua atau pembimbing untuk mengejar minat atau bakat mereka.
Banyak pengarang terus memeriksa jiwa kreatif individu menghasilkan untuk wawasan untuk mereka berpikir dan melakukan proses dan sifat mereka, karya kreatif (Gardner, 1993; Oremland, 1997; Smith & Carlsson, 1990). Sedangkan mayoritas perhatian adalah memusatkan pikiran pada daya cipta artistik, ada juga banyak biographical penelitian ilmuwan dan lain-lainnya (Gedo & Gedo, 1992; Mansfield & Busse, 1981; Phillips, 1957; Wallace & Gruber, 1989).

KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN KREATIF

Daftar sifat tokoh kreatif (Barron, 1955; Dellas & Gaier, 1970; Feist, 1999; MacKinnon, 1962; Cangkir, 1974; Vervalin, 1962). Banyak dari daftar ini tumpang-tindih, sedangkan orang lain menawarkan contoh unik. Beberapa sifat yang didaftar pun bertentangan. Tak satu pun orang bisa diharapkan menunjukkan semua sifat yang muncul di kesusasteraan, atau akan seorang individu yang menunjukkan salah satu atau lebih sifat ini secara perlu menunjukkan yang satu itu atau sifat itu seluruh waktu. Di antara yang itu yang disarankan oleh Barron adalah pilihan untuk ksesulitan, kebebasan pendapatnya menyatakan, sedikit penggunaan penindasan sebagai mekanisme penjagaan, dan lebih hebat kecenderungan untuk mengungkapkan gerak hati. Vervalin mendaftar derajat tinggi intelijen yang ditegaskan secara luas, keterbukaan untuk mengalami dan emosi, kebebasan dari rintangan dan menstereotipkan berpikir, estetis kehalusan perasaan, fleksibel, kemerdekaan di pemikiran dan tindakan, cinta ciptaan untuk demi membuat, dan tantangan dan pemecahan baru mencari dengan tak habis-habisnya. MacKinnon membandingkan lebih kretif dengan kurang kreatif. arsitek menggores lebih tinggi di kehadiran sosial, penerimaan diri, kekuasaan, keyakinan diri, kebebasan dari pembatasan dan rintangan konvensional, dan kerelaan untuk mengakui tidak biasa dan tidak konvensional spendanagan diri. Mereka lebih rendah di pengertian menjadi baik, tanggung jawab, sosialisasi, menguasai diri, menarik bagi untuk pencapaian dalam menyesuaikan diri situasi, atau keasyikan dengan mengingatkan orang lain. Cangkir menggambarkan orang kreatif sebagai keingintahuan, suka memetingkan diri, agresif orang berprestasi, termotivasi oleh urutan, sedangkan kritis adalam diri, conventional, swasembada, intuitif, dan empathic, ialah juga kurang terbatas. Orang kreatifnya, sedangkan secara emosional tidak stabil, cakap memakai ketidakstabilan secara efektif.
Satu keterbatasan yang dikenali penelitian kepribadian kreatif adalah bahwa sebagian besar studi memerlukan hanya pria dewasa. Dellas dan Gaier’s (1970) meninjau kembali apa penting untuk dimasukkannyanya penelitian di kreatif wanita dan anak. Hasil mereka memperhatikan yang diungkapkan minat feminim bagi pria dan kejantanan yang diungkapkan menarik bagi wanita. Lebih dari itu, penelitian pada ilmuwan wanita (Helson, 1967) dan keingintahuan serta bukan penyesuaian di anak (Starkweather, 1964, 1976) menyarankan bahwa the “kepribadian kretif” bersilang baik jenis kelamin dan umur.
Amabile (1989) menambahan menertibkan diri tentang kerja, gigih juga kalau jengkel, kemampuan untuk menunggu untuk hadiah, motivasi diri, dan kerelaan untuk mengambil risiko. Dacey’s (1989) daftar dibuat sekitar delapan kualitas dari pikiran kreatif, termasuk toleransi untuk ketakjelasan, f lexibility, dan rogyny (tak terbatas oleh stereotip jenis kelamin), and kelambatan kepuasan. Feist (1999) kategori lebih banyak dibandingkan 100 surat keterangan yang membandingkan seniman dan non-seniman, ilmuwan dan bukan ilmuwan. Daftarnya, membedakan “kreatif” ke “tidak kreatif,” memasukkan imajinasi, menurut kata hati , kurang bersungguh-sungguh, kegelisahan, emosional kehalusan perasaan, ambisi, menyangsikan norma, permusuhan, menjauh, tidak bersahabat, kekurangan kehangatan, kekuasaan, keangkuhan, dan otonom.
McMullen’s (1976) daftar bergambar “synergistic swings,” atau menggabungkan gagasan dengan cara bahwa di pertama melihat sekilas nampak mustahil. Rothenberg (1971, 1990) merujuk pada sinergi ini proses sebagai Janusian yang berpikir. Bruner (1973) menyebutnya “menghubungkan,” mencampurkan dari lawan dan kontradiksi nyata. Individu kreatif sekarang pajangan “paradoks ”. mereka dilonggarkan tapi penuh perhatian, yakin tetapi sederhana, tak menarik tetapi egois, dipisahkan tetapi dilibatkan, konstruktif tetapi memutuskan, tanpa pikiran tetapi cerdas, konvergen dan divergen, dan dapat menunda penutupan tetapi dapat tinggal dengan membuat satukeputusan (McMullen, 1976).
Csikszentmihalyi (1996) menggambarkan yang ini “berlawanan” lebih gamblang. Individu kreatif mempunyai hubungan hebat tenaga fisik, namun mereka sering pendiam dan saat tidur. Mereka “cerdas,” tetapi bisa naif. Mereka kelihatannya kuat penuh canda dan tak berdisiplin tetapi juga sangat rajin dan bertanggung jawab. Mereka mungkin penganti di antara “Penerbangan fantasy” dan sangat “tidak sombong” pengertian kenyataan. Orang kreatif kelihatannya ke pelabuhan lawan kecenderungan untuk versi dan versi tambahan, di the yang sama waktu sederhana dan bangga atas prestasi mereka, and dipikirkan untuk menjadi suka memberontak dan mandiri, masih tidak dapat menciptakan di ketiadaan pengetahuan, peraturan, atau adat kebudayaan mereka. Mereka mempunyai nilai dalam lingkup mereka sedangkan memelihara naluri mereka untuk mempertanyakan “kecenderungan” dan penerimaan lingkup itu. Individu kreatif bernapas secara bersamaan dan obyektif tentang kerja mereka. Akhirnya, pembeberan keterbukaan dan kehalusan perasaan mereka sampai hubungan luar biasa dari penderitaan dan kesenangan.
Sesudah memeriksa 120 definisi daya cipta dan mengadakan pencarian luas untuk sifat teman dengan menghasilkan kreatif menarik dari seberang 100 articles, Treffinger et al. (2002) menggambarkan empat pola kemampuan, watak, gaya, dan sifat pribadi. kreatifitas perseorangan menyebabkan timbulnya gagasan (menggunakan divergen and kiasan berpikir); “menggali lebih banyak bagian” ke dalam ideas (menggunakan konvergen dan kritis berpikir); terbuka dan mempunyai keberanian untuk menjelajahi gagasan; dan ke gelar lebih hebat, bersedia mendengarkannya atau suara dalamnya. Yang ini terakhir dua kategori-kategori panjang dan diringkaskan di tabel 2. Dua pola ini mengumpulkan banyak kepribadian karakteristik didaftar dalam tahun-tahun. Pengarang mengatakan bahwa the sifat yang ditemukan di kesusasteraan oleh mereka memasukan bukan hanya kemampuan kognitif dan ciri tokoh, tetapi juga pengalaman yang lalu.

MENGUKUR TOKOH KREATIF

Untuk memperkembangkan daftar panjang sifat tokoh kreatif, peneliti dan teoretikus sudah membuat dan memakai sepajangan alat untuk mendesain menilai aspek kepribadian manusiawi. Banyak dari tokoh profiles, inventaris, kuisioner, atau mengukur daftar tanda laporan diri. Beberapa “nilai objectif” dan lain-lainnya proyek ukuran yang mengharuskan cukup banyak latihan dan pengalaman menggores dan menterjemahkan. Tak bergerak ukuran lain adalah tugas percobaan yang lebih dari pada tes. Starkweather (1964, 1976), misalnya, seperti membuat beberapa ukuran daya cipta bagi anak prasekolah untuk menilai persesuaian/ketidak cocokan dengan membuat mereka sebanding (atau tidak mencocokkan bentuk) bahwa mereka diberi tahu dipilih bagi orang-tua mereka. Di Permainan Sasarannya, Starkweather menilai anak-anak mengambil risiko oleh pilihan mereka jarak dari sasaran di permainan macam melanggar jatuh.
Houtz dan Krug (1995) dan Treffinger et al. (2002) memberikan tinjauan besar alat penilai daya cipta dan metode. Beberapa alat beken termasuk Inventaris Tokoh California, enambelas daftar pertanyaan faktor kepribadian, dan Minnesota Multiphasic kepribadian inventaris. Alat ini didesain untuk menilai sepajangan luas keperluan dan ciri tokoh diberi kepada individu yang secara umum akan karakteristik sebagai menunjukkan “normal” kelakuan. Alat seperti Rorschach Test dan Thematic Apperception Test lebih subjektif, memberikan subyek dengan perangsang yang agak ambigu dan mengandalkan di atas individuals’ “proyek” motivasi atau perasaan tak sadar.
Sejumlah laporan diri inventaris lebih khas sampai penilai daya cipta atau potensi kreatif. Misalnya, sesuatu tentang diri saya (Sam) dan Apa Jenis Orang adalah Anda (WKOPAY; Khatena, 1971) bersama membuat di atas Inventaris Persepsi Kreatif (Khatena & Morse, 1994; Khatena & Torrance, 1976). Sam bertanya individu untuk memeriksa dari aktivitas bahwa mereka sudah terlibat dalam itu mungkin menunjukkan kreatif potensial. memasukkan hal kegemaran, perjalanan pengambilan, puisi tulisan atau sandiwara, dan menciptakan. Barang lain pada Sam meminta individu menyetujui atau membantah dengan penjabaran diri tertentu, seperti itu sebagai “sayaberbakat di banyak jalan berbeda” atau “saya banyak akal. ” The WKOPAY meminta individu memeriksa ciri tokoh atau sifat yang rasa mereka melambangkan kelakuan mereka.
Satu lagi baik dikenal dari daftar Gough (1952, 1979) daftar kata sifat (ACL) 300 descriptors, of yang Domino (1970) mengenali 59 yang terbentuk Kerak Daya Cipta. Beberapa dari 59 termasuk kehadiran pikiran, kacau, logis, artistik, idealistis, resah, ingintahu,wawasan, peka, menuntut, spontan, egotistical, sarkastik, tegas, penuh semangat, dan pandai. berguna untuk skala anak yang bisa dilengkapkan oleh guru ialah perkembangan oleh Renzulli, Hartman, dan Callahan (1975). Ciri tingkah laku murid-murid dinilai di bidang seperti itu sebagai keingintahuan, mengambil risiko, intelektual playfulness, humor, sensitivity sampai kecantikan, persesuaian, individualism, dan keteguhan.
Davis dan Rimm (1982; Davis, 1998) kolaborasi atas perkembangan sejumlah inventaris untuk anak, remaja, dan mahasiswa perguruan. Davis (1975) menggambarkan enam kelompok ciri utama di yang kreatif kepribadian yang muncul dari barang atas skala ini: energetic keaslian; minat dan aktivitas kreatif; kreatif menulis dan daya tarik ke kompleks keyakinan diri and rasa humor kebebasan dan keluesan bersama dengan kepercayaan di psychical gejala dan arousal seeking, mengambil risiko, dan playfulness.
Skala Seni Barron-orang Wales (Welsh & Barron, 1963), sebagian Welsh’s Figure Preference Test, pemberian individu dengan pasang lukisan garis. Sesuatu penarikan masing-masing pasang lebih banyak “seimbang atau simetris,” memakai lebih lurus, garis yang lebih biasa. Detik lebih banyak simetris, tidak teratur, ambigu, menggunakan lebih lengkung lines atau “saya akan menegaskan” batas. Individu dengan lebih banyak bakat artistik atau aspirasi dan individu dengan hebat mempertunjukkan daya cipta lebih suka lukisan kompleks. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI; Briggs & Myers, 1976; Kroeger & Thueson, 1988; Myers & McCaulley, 1985; Myers & Myers, 1980) laporan diri mengukur mendesain untuk menilai individu-individu pilihan untuk berbeda macam pengolahan informasi sepanjang empat affective dimensi. Dari rentetan barang pilihan paksa, individuals dinilai di dari dalam-dari luar versi, dari hati–peka, pikiran–perasaan, dan merasa–mengerti. Ada kumpulan kesusasteraan yang menyiratkan adanya pola di antara 4 dimensi sangat akrab dihubungkan dengan daya cipta: dari dalam versi, dalam hati, berpikir, merasa (Houtz, LeBlanc, & Butera, 1994; Houtz et al, 2003; Houtz, Tetenbaum, & Phillips, 1981).

MACAM-MACAM KREATIFITAS

Tinjauan tokoh kreatif ini adalah tidak yang pertama, atau apakah itu adalah yang terakhir. Tetapi, apa baru karena sejumlah tinjauan sebelumnya adalah timbulnya gagasan kreatif atau macam memecahkan masalah. Ini dan tinjauan tokoh kreatif lain secara jelas sudah memperlihatkan tugas penting affective ciri atau sifat di proses kreatif. Untuk memperlihatkan asas ini, data dari banyak studi yang menggunakan jenis ukuran tokoh sudah terkumpul. Tetapi, pembaca lagi diingatkan pada asas pertama arus pemeriksaan—bahwa hasil kelakuan manusia dari interaksi kepribadian dan lingkungan. Keterbatasan berarti dasawarsa-dasawarsa penelitian penilai tokoh kreatif bahwa faktor lingkungan tidak sebagian pengumpulan data. Meskipun ada argumen yang pertumbuhan, positivist teori daya cipta, affective sifat masih ditimbulkan sebagai entitas statis, digambarkan di syarat-syarat jumlah (angka) tidak dipunyai atau dipunyai.
Macam gagasan kreatif sudah mulai mengubah pemandangan tugas ini mempengaruhi di proses kreatif. Dari pada memusatkan pikiran pada kadar daya cipta yang ditunjukkan oleh seorang anak atau orang dewasa, penelitian gaya kreatif mengenali perbedaan cara orang menjelang masalah mereka menemukan di lingkungan mereka. Kurang diperhatian seberapa daya cipta ditunjukkan oleh seorang individu, tetapi di atas bagaimana individu memakai ketrampilan kreatif mereka di jawaban sampai kondisi yang menghadapi mereka. Dengan berubah fokus dari “seberapa banyak” ke “dengan cara apa ,” fokus penelitian juga bergeser. Kami melihat bahwa banyak sifat yang didaftar di atas adalah manifestasi gaya yang mungkin berjanji atau melarang menghasilkan kreatif, bergantung pada lingkungan. Adil untuk mengatakan bahwa macam penelitia kreatif adalah perkembangan berbarengan serta kesusasteraan semakin meningkat 20 tahun yang lalu dan macam pemikirannya (Jonassen & Grabowski, 1993).
Teori pengaruh dari macam tingkah laku yang kompleks seperti kreatif masalah membongkar rahasia buram di Bilangan 1. Baik genetika dan pengalaman mempengaruhi perkembangan macam pengolahan informasi, yang dipengaruhi bakat bagaimana individu menjawab ke lingkungan dan memilih pengalaman baru. Pengalaman lalu memimpin sampai perkembangan ketrampilan baru dan memperkuat macam lagi. Proses ini interaktif; masing-masing langkah ialah pengaruh oleh langkah sebelumnya. Tentu saja, pengalaman bisa memimpin untuk penguatan, berhasil memecahkan masalah rahasia (i.e., positive berganti di one’s lingkungan), atau kegagalan (i.e., bukan perubahan atau ganti menjadi kurang baik). Dengan rasa hormat ke macam kreatif, teori ini menyiratkan adanya itu kalau dihadapi dengan masalah, individu mungkin bertingkah berlainan menurut gaya mereka sudah berkembang dan sekarang ini lebih suka menyusul. Tindakan ini akan menghasilkan macam berbeda pengalaman itu, pada gilirannya, akan membawa individu ke pilihan yang masih berbeda lagi.
Macam penelitian adalah bidang menjanjikan bagi pendidik untuk saat ini paling tidak dua sebab. Terlebih dulu, gagasan gaya membolehkan untuk penariakan keterangan berlawanan tokoh muda dan sering disebutkan oleh peneliti daya cipta. Selama interaktif, kian kemari, memberi dan mengambil proses pemecahan masalah, di mana baik diambang maupun dipusat pikiran mereka hal affective yang berhubungan atau tidak berhubungan diperlukan (Treffinger, Isaksen, & Dorval, 2000), itu dapat diharapkan kedatangan bahwa individu berhasil akan belajar untuk mengubah gaya mereka sampai tuntutan situasi. Thus, “Synergistic mengayunkan,” sebagai Williams (1973) mengamati, atau bahkan ciri atau sifat bertentangan (Csikszentmihalyi, 1996), akan ditunjukkan. Individu yang, lewat pelajaran proses, sadar kembali mengerti gaya mereka can belajar bagaimana caranya untuk merentang di luar pilihan mereka untuk menghidupkan jawaban sesuai atas lingkungan bahwa mereka akan meninggalkan tak menjelajahi.
Sebab kedua bahwa kreatif atau macam memecahkan masalah minta semua orang, tidak saja yang berbakat secara kreatif. Tiap orang memecahkan permasalahan —sederhana, biasa, masalah sehari-hari; oleh karena itu, asumsinya bahwa tiap orang bisa menjadikan masalah kea rah lebih baik. Pendidik tidak perlu memikirkan daya cipta hanya sebagai “bakat. ” lebih sebagai ciri kelangsungan hidup alami seperti kemampuan berlari. Memusatkan pikiran pada individu yang secara kreatif produktif di derajat tinggi menyebabkan persepsi bahwa hanya orang yang di suatu pertandingan cara sifat individu yang sangat kreatif mempunyai potensi kreatif. Kami tidak membuat asumsi sama tentang kemampuan berlari. Kami tidak mengharapkan semua anak menjadi pelari Olympiade, namun kami mengharapkan semua anak yang biasanya sehat menjadi dapat berlari. Kami juga mengasumsikan bahwa, dengan latihan dan latihan, anak mana pun bisa bertambah baiknya atau waktu berlarinya. Baik mapan (Niu & Sternberg, 2003; Sternberg, 2000; Treffinger et bahwa individu-individu kreatif bias menghasilkan atau bisa memperbaiki lewat perintah.
Macam penelitian memusatkan pikiran untuk mengenali cara individu lebih suka mengolah informasi, menyebabkan timbulnya gagasan baru, ujian mereka, dan mempraktekkan mereka. Dengan pengetahuan dari gaya, guru bisa memperbaiki perintah siswa. Peneliti dan pembuat kurikulum bisa melihat untuk metode, teknik, dan aktivitas komplemen siswa pilihan itu. Pilihan kuat bisa menuntun belajar aktif dan lambat, sedikit gaya telah berkembang bisa diperkuat.
Beberapa peneliti sudah memperkembangkan ukuran gaya kreatifitas. Kirton (1976) usulan bahwa beberapa individuals lebih suka menyesuaikan diri sampai kondisi eksternal dan dalam memecahkan masalah ada peraturan, sedangkan orang lain lebih sukauntuk membungkuk, mengabaikan, atau melanggar peraturan untuk menyebabkan timbulnya gagasan baru. The Kirton adaptasi -inovasi inventaris (Kirton, 1976, 1994) sudah dipakai untuk mengenali dua gaya memecahkan masalah . adaptasi individu yang menegaskan dan mendekatnya masalah dalam ada kerangka dan struktur. Pembaharu “pemecahan masalah dengan membuat kerangka baru. ... Mereka asli, penuh semangat, individualistic, spontan, dan pemikir” (Selby, Treffinger, Isaksen, & Powers, 1993, p. 224).
Basadur (1994) menggambarkan individu sebagai penggerak, konseptual, semangat, atau pelaksanaan, hasil di empat gaya jelas masalah mendatang. the Creative Problem Solving Profile Inventory (CPSP; Basadur , Graen, & Wakabayashi, 1990), seseorang diberikan dengan 18 kumpulan sebanyak empat kata sifat. tingkat urutan kata sifat mereka di masing-masing kumpulan sebagai mereka tepat untuk mendeskriptifkan sendiri. Bahwa seluruh gagasan proses kreatif memecahkan masalah memerlukan banyak pilihan dihubungkan dengan keempat gaya, tapi individu mungkin menunjukkan pilihan jelas satu gaya atau lain.
PANDANGAN, baru saja memecahkan masalah (Selby, Treffinger, Isaksen & Lauer, 2002), mengenal individu yang lebih suka bekerja ada dalam peraturan atau struktur dan sangat berkepentingan terhadap rincian dan hasil di laju berangsur-angsur yang sengaja yang hati-hati. Membongkar rahasia problems dalam sistem mungkin membuat sistem berjalan lebih baik, meningkatkan nilainya, dan timbal sampai banyak keuntungan. Yang ini individuals disebut Pengembang (Selby et al. ). Individu lain mungkin merasa dikurung dan tak enak dengan peraturan sekarang dan strukturnya dan mungkin ingin menyelesaikan masalah dengan mengabaikan peraturan yang lengkap dari pada penekukan saja mereka. Mereka lebih suka istirahat baru tumbuk atau mencari sesuatu baru. Jika berhasil, usaha mereka sebetulnya mungkin mengubah sistem tua atau betul-betul menciptakan system baru. Individu ini diserahkan untuk sebagai penjelajahan.
Penandaan penjelajahan-Pengembang merujuk agar seseorang berganti orientasi. Individu yang mempunyai gaya penjelajahan yang baik dirumuskan sering menyebabkan timbulnya gagasan dan memungkinkan memecahkan masalah. Mereka menetapkan struktur, wibawa, dan membatasi peraturan. Mereka nyaman bekerja pada banyak tugas yang tidak terbatas sekarang dan sering menunjukkan sedikit perhatian dengan penutupan. Untuk mereka, batas waktu dapat berubah-ubah dan fleksibel. Di tangan yang lain, individu yang mempunyai dirumuskan dengan baik Pengembang gaya lebih suka untuk menghasilkan “masih cukup” gagasan praktis dan realistis bahwa akan melayani untuk membuat pemikiran lebih baik. Mereka dipergiatkan dengan struktur, kekuasaan dan peraturan, dan memelihara tenaga dengan berkanjang sampai tugas lengkap, menyusun rincian mengikuti-lewat dan pelaksanaan. Mereka mencari, menyetujui, dan bertemu batas waktu yang diberi.
Dua dimensi PANDANGAN lain cara memproses informasi dan satu fokus yang membuat keputusan pada waktu pemecahan masalah. Satu cara pengolahan bisa karakteristik dari dalam (“saya perlu memikirkan ini. ”) atau dari luar (“ saya perlu berbicara dengan orang lain tentang ini. ”). Alamat dimensi ini bagaimana mereka dipakai oleh individu tenaga dalam dan sumber penghasilan, bagaimana mereka mengelola informasi, bagaimana dan kalau di proses yang memecahkan masalah mereka membagi pikiran mereka.
Yang itu dengan gaya Eksternal lebih suka memproses informasi di tempat sosial bahwa membolehkan engagement dengan lingkungan luar. Mereka belajar dan bekerja dengan baik dalam bergaul, mendengarkan, dan berbicara dengan orang lain. Keadaan luar saling berbagi pilihan secara leluasa dengan tingkat nada luas orang. Mereka meminta transaksi luar biasa masukan sebelum membentang atausetuju sampai penutupan. Mereka mengurus pers untuk segera bertindak, di waktu tanpa pemikiran atau menerima waktu yang mana pun untuk berpikir. Internals lebih suka pengolahan pribadi dan sering menjadi asyik dengan dengan peristiwa dan gagasan dalam. Kerja mereka dan belajar paling seorang diri, di lingkungan diam, dan akan mengira keuntungan kesempatan konsentrasi diam Konsentrasi dan bayangan diam ini adalah sumber tenaga bagi mereka. Sesudah menerima waktu untuk berpikir, gagasan dan saran mereka lewat, mereka siap untuk saling berbagi, mereka biasanya mulai dengan yang mereka sudah perlihatkan kepercayaan dan keyakinan. Mereka lebih suka berpikir terlebih dahulu sebelum mereka bertindak. Mei ini, waktu untu menilai ketidakgiatan.
Siswa fokus ketika membuat keputusan menjatuhkan di rangkaian kesatuan dari Orang (“bagaimaan gagasan ini dapat mengharuskan yang lain?”) untuk Tugas (“apa perlu untuk mendapat pekerjaan layak?”). Dimensi ini alamat di mana individual lebih suka mulai mencapai keputusan, pertama apa yang menjadi prioritas, dan apa salah perdagangan mungkin dibuat ketika mempertimbangkan tuntutan tugas atau yang itu orang-orang terlibat atau terbawa oleh situasi. Sebaiknya tidak ada penafsiran bahwa yang dilakukan fokusnya bukan pada orang yang memikirkan tugas, atau bahwa yang menumpukan di tugas tidak memikirkan orang. Agak, yang itu dengan focus seseorang berjalan sepanjang garis bahwa jika orang dan mereka membutuhkan sepenuhnya disapa, tugas akan diselesaikan, waktu yang itu dengan karya Fokus Tugas sepanjang garis bahwa jika the tugas disapa betul-betul dan logis, orang akan dipelihara.
Kalau mengambil keputusan yang itu dengan Fokus Orang ditetapkan priorits berdasarkan pendapat mereka di pribadi dan kriteria emosional. Mereka cenderung mempertimbangkan dampak pribadi dari akibat keputusan. Mereka menghadiri untuk hubungan dan meminta keselarasan dan mufakat. Mereka berusaha untuk menghindari konflik atau situasi tegang, kadang-kadang memerlukan ongkos dari mereka sendiri, dan mungkin mencedok tentang fakta atau information untuk memelihara keselarasan. Mereka sering menjadi penengah atau perdamaian-pembuat di antara yang itu dengan kuat tetapi menentang posisi. Waktu mempertimbangkan option mereka cenderung untuk terlebih dulu mempertimbangkan apa itu baik, menarik, atau itu menyenangkan . Di waktu mereka mungkin menaruh tentang kualitas hasil orang-rang tersebut.
Yang fokusnya atas Tugas waktu membuat keputusan lebih suka kesimpulan yang bersebab baik dan bukan merupakan pendapat orang lain. Mereka memilih kriteria bahwa mempunyai kekuasaan, pembuktian, dan obyektif. Mereka mungkin mendapatkan konflik atau situasi tegang perasaan, memusatkan semata-mata pikiran pada fakta dan informasi serta mengabaikan emosi. Mereka lebih suka demam dan/atau kualitas lebih perasaan dan emosi. Kalau mempertimbangkan pilihan mereka cenderung untuk terlebih dulu mempertimbangkan apa salah, apa yang kurang, atau apa perbaikan yang diperlukan.
Pilihan menggambarkan untuk keenam gaya pada pandangan tiga dimensi, dan paling lain gaya ukuran, menjadi lebih kentara sebagai individual’s kodi atau tingkat berpindah jauh dari pertengahan. Yang itunya preferences lebih dekat sampai pertengahan, atau lebih sedang, mungkin lebih suka satu gaya lebih dari yang lain, tetapi pilihan itu sering tidak berkembang atau dengan tajam membedakan (Selby et al., 2004). Individu seperti itu mungkin merasa itu lebih mudah untuk mengerti dan tegas dengan gaya yang lain di itu dimension daripada orang yang gayanya lebih kuat telah berkembang.
Ada juga aspek sosial untuk menjadi mode. Untuk kejadian, perseorangan dengan gaya Pengembang moderat pandangan orientasi untuk Berganti Dimensi, kalau bekerja dengan kelompok pilihan Pengembang kentara, Mei be dilihat oleh kelompok sebagai bagian lain Explorer. Yang sama individual bekerja dengan kuat penjelajahan mungkin dilihat by kelompok itu sebagai Pengembang kentara. Individu has tidak berubah, tetapi lingkungan sosial mempunyai dan therefore, oleh sebab itu mempunyai cara bahwa individual’s gaya dilihat dan bereaksi ke. Apa juga mungkin berganti banyaknya tekanan individual pengalaman akibat melepaskan di antara the sosial lingkungannya dan atau gayanya
Masing-masing pilihan gaya mewakili kekuatan tertentu bahwa, ketika dilakukan secara pantas bisa menolong untuk bergerak sebagai proses memecahkan masalah. Tetapi, di sana juga ada risiko yang dihubungkan dengan masing-masing gaya bahwa, jika tidak meredakan atau diurus, bisa mengganggu proses. Waktu siswa (Selby, 1997) dan orang tua (Esposito et al, 2004) mengerti gaya mereka, mereka dapat masuk dan berpindah mengalami proses memecahkan masalah lebih efisien dan efektif.
Tak ada gaya yang “lebih baik” dari pada gaya lain, dan masing-masing mempunyai tugas di bagian atau tahap yang mana pun dalam memecahkan masalah dengan kreatif. Mengerti gaya memungkinkan orangnya untuk membangun kekuatan dan menjadikan pemecahan masalah lebih efektif. Mengerti masing-masing kekuatan, peran dan keterbatasan bisa menolong tim-tim bekerja bersama dengan berhasil dan produktif. Ketidakmengertian mungkin membolehkan anak-anak untuk menjadi perbedaan tidak dapat mengatasi rintangan. masyarakat cenderung melihat dunia lewat lensa gaya mereka sendiri. Berbicara tentang gaya dan bagaimana masing-masing anggota kelompok mengubah pengalaman, mengolah informasi, dan mengambil keputusan di dalam tindakan akan menolong membangun hubungan baik, membolehkan perbedaan menjadi aset.

MAKSUD DARI PERKEMBANGAN TALENTA DI DALAM PENDIDIKAN

Gagasan gaya kreatif menyediakan peneliti dan pendidik dengan alat lain untuk menggunakan untuk menolong semangat perasaan kreatif. Karena gaya kreatif dibangun berdasarkan pada asas bahwa semua orang memecahkan masalah itu baik cocok untuk keperluan dan syarat perecana perintah. Sedikatakan lebih awal, meskipun ada sumbangan berarti dan penting, hubungan luar biasa dari penelitian tokoh kreatif sudah mengabaikan konsep dari “rata-rata kreatifitas” dengan hanya mengumpulkan murid kreatif sangat mudah menolong untuk berganti dunia mengalami penemuan luar biasa mereka menghasilkan gagasan. Penelitian gaya kreatifitas tetap hebat menjanjikan untuk mempengaruhi setiap orang yang memiliki daya cipta.
Torrance (1987) bantahan panjang bahwa lewat kemampuan memerintah, mahasiswa bisa belajar dengan pemecahan masalah secara kretif akan menjadi lebih efektik. Dengan pengetahuan mereka kretifitas mahasiswa dalam memecahkan masalah guru dalam posisi lebih baik untuk meramalkan kesukaran mahasiswa mungkin di jawaban untuk situasi belajar yang baru dan berkembang alternatif belajar dengan pengalaman yang akan membandingkan gaya khusus. Treffinger et al. (2002) menganjurkan terlebih dulu mengenali pengajar/guru sekarang level perbuatan dengan sumber data lipat ganda. Mungkin penampilan digambarkan sebagai “tidak jelas,” “muncul,” “ekspresi,” atau “keunggulan. ” rata-rata saat yang sesuatu berfungsi memberikan titik mulai dari menentukan pemrograman kependidikan bahwa menlong berkembang kemampuan kreatif mahasiswa yang alaminya (Treffinger, Young, Nassab, & Wittig, 2004).
Keterampilan individu “tidak jelas” mungkin menerima perintah mendesain untuk membangun dasar ketrampilan di lingkup dan dasar pengertian alat kreatif, teknik, dan proses. Dengan mengurus ini mahasiswa belajar gaya, kami mungkin mengharapkan bahwa seperti itu perintah akan lebih efektif (Dunn, Beaudry, & Klavas, 1989). dengan memberikan mahasiswa gaya memecahkan masalah dan menolong mereka mengerti pilihan mereka sendiri dan maksud gaya mereka, kami mungkin mengharapkan mahasiswa menjadi lebih baik dapat untuk secara efisien dan efektif menyelesaikan proses memecahkan masalah dan mengerjakan apa penyebab timbulnya gagasan dan mengatur alat (Schoonover, 1996; Selby, 2000). alhasil, guru mungkin mempunyai lebih banyak kesempatan untuk memperhatikan bidang istimewa yang memerlukan penggunaan kreatif ketrampilan ini. Juga, dengan memakai pengetahuan gaya mereka sendiri, guru mungkin melebarkan lensa lewat yang mereka menilai derajat kreatif produk mahasiswa dan dengan demikian mengenali produknya kreatif kilatan
Seorang pelajar kreatif mampu “muncul” kuat mendapat pertolongan dalam berlatih ketrampilan lingkup dan penggunaan dari alat tertentu dan ketrampilan daya cipta. Mungkin menarik bagi lebih lanjut belajar mandiri, kecil kelompok tugas, berkumpul, dan aktivitas lingkup-spesifik lain. Saat yang berlatih memecahkan masalah ketrampilan, mahasiswa mempunyai an kesempatan untuk lebih lanjut mengerti maksudnya atau gayanya kalau bekerja dengan tim atau hasil bagi hadirin. Guru yang mengerti dan bekerja untuk memasukkan pengertian itu untuk mereka merencanakan menambah kesempatan mereka untuk memperhatikan pertumbuhan kecakapan atas bagian mahasiswa mereka itu dengan berusahauntuk memandang hasil mahasiswa dengan alasan kriteria bertenaga dengan berbeda gaya.
Ini saatnya mungkin membantu guru untuk mengenali pelajar yang sedang mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan nafsu yang diperlukan di lingkup khusus kemauan itu membolehkan mereka mengekspresikan dirinya lewat karya kreatif yang lebih tinggi. pelajar dikenali sebagai “ungkapan perasaan” mungkin memerlukan pertolongan yang memakai alat dan ketrampilan untuk masalah dan tantangan yang realistis dan dapat ditangani. sangat mungkin menawarkan kesempatan ini semua kehidupan merupakan tantangan, mereka akan meminimalkan resiko.
Akhirnya, yang dikenali sebagai “unggul” dapat keuntungan dari kesempatan untuk bekerja dengan sebenarnya, memulai sendiri dan tantangan yang menujukan diri, mengenali dan memakai ketrampilan, proses, dan alat mereka sudah belajar untuk jenis tugas baik sendiri-sendiri dan berkelompok. lagi, gaya datang ke dalam bermain di syarat-syarat bagaimana jalan pelajar dan berurusan dengan kadar risiko dan tanggung jawab diperlukan untuk penggunaan bakat mereka yang berhasil di lingkup mereka, dan bagaimana mereka mengelola masalah dan berubah dalam lingkup itu.

KESIMPULAN

Penelitian tokoh kreatif diteruskan untuk menjadi an aktif dan berguna usaha keras. Dua asas menuntun untuk masa depan penelitian. Yang pertama ialah bahwa tokoh penelitian mungkin menghasilkan hasilnya yang paling produktif waktu tigkah laku bersama dengan penelitian kemampuan kognitif dankondisi lingkungan dalam individu yang mana fungsi. Berkali-kali, peneliti yang dipusatkan intellectual kemampuan dan merendam di “cognitive traditions,” mempunyai come untuk mengakui pentingnya ciri tokoh atau characteristics dalam menggambarkan dan menerangkan daya cipta.
Penelitian tokoh kreatif diteruskan untuk menjadi an aktif dan berguna usaha keras. Dua asas ialah likely menuntun untuk masa depan penelitian. Yang pertama ialah bahwa personality penelitian mungkin menghasilkan hasilnya yang paling produktif waktu conducted bersama dengan penelitian kemampuan kognitif and kondisi lingkungan dalam individu yang mana fungsi. Berkali-kali, peneliti yang dipusatkan intellectual kemampuan dan merendam di “cognitive traditions,” mempunyai come untuk mengakui pentingnya ciri tokoh atau characteristics dalam menggambarkan dan menerangkan daya cipta
Kreatifitas penelitian tokoh naik, tetapi, “tingkat daya cipta” tawaran perbedaan kesempatan baru untuk mengerti dan menganjurkan proses kreatif. Kami tidak dapat menyangkal bahwa bermacam-macam individu, dengan berbeda kemampuan, menyisipkan lingkungan berbeda, memecahkan masalah setiap hari. Daya cipta, atau memecahkan masalah, menawarkan pengabungan gayateori tokoh tradisional, pengaruh lingkungan, dan perhatian untuk kreatif serta memecahkan masalah perbuatan semua individu, tidak hanya yang itu saja rmengenal sebagai luar biasa berbakat. Daya cipta atau gaya yang memecahkan masalah dapat sangat baik ternyata pokok pendekatan pelajaran yang efektif mendesain untu mengembangkan ketrampilan daya cipta dan mengubah lingkungan untuk meningkatkan kreatif masalah membongkar rahasia. Juga mungkin menjadi panduan di identifikasi dan perkembangan bakat bahwa lain sudah tak dilihat.

Kamis, 21 Mei 2009

RESUME BUKU

CITA-CITA PENDIDIKAN INDONESIA
BAGIAN PERTAMA :
PEMIKIRAN PENDIDIKAN
Bab 1. Pemikiran dan Kritikan Atas Pemikiran Pendidikan Paulo Freire.

1. Sejarah Hidup Freire

Paulo Freire adalah putra Brasil yang lahir pada tanggal 19 september, 1921. Tepatnya di daerah Recife sebelah timur laut Brasil. Freire terlahir dari kalangan yang sangat demokratis, menghargai dialog dan memperluas kesempatan kepada setiap anggotakeluarga untuk mengemukakan ekspresi pribadi masing-masing sehingga kemudian tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang sangat terbuka, menghargai pendapat orang lain dan selalu mengedepankan dialog.

Salah satu teorinya dalam pendidikan yang paling masyhur adalah bahwa pendidikan untuk manusia memanusiakan manusia. Teori ini lebih condaong kea rah filosofi eksistensialisme yang berusaha menggagas konsep manusia dan seluk beluk persoalan yang melingkupinya.

Karena pemikirannya yang kritis, tokoh humanism ini sangat aktif dalam menulis sehingga lahirlah beberapa karya tulinya. Diantaranya EDUCATION AS THE PRACTICE FOR FREEDOM, PEDGOGY OF THE OPPRESSED, EDUCATION FOR CRITICAL CONSCIOUSNESS dan PEDAGOGY OF HEART.

2. Pikiran-pikiran Pendidikan Freire

Pendidikan Kritis
Freire adalah tokoh pendidikan yang anti imperialism eksploitasi sekaligus penindasan, bagimy, tidak bias ditolerir sebab tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itulah Freireberpendapat bahwa pendidikan adalah untuk “memanusiakan manusia”. Dalam memahami kerangka filasfat Freiresebaiknya kita terlebih dahulu menirut pada akar persoalannya yang paling mendasar dari buah pikiranya. Freire dengan menggunakan pendekatan humanis membangun konsep pendidikannya mulai dari konsep manusia sebagai subyek aktif.

Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire dikatagorikan sebagai subyek “yang sadar”. Artinya kedua posisi ini sama-sama berfungsi sebagai subyek dalam prose pembelajaran. Peranan guru hanya mewakili dari seorang teman yang baik bagi muridnya. Adapun posisi realitas dunia menjadi medium atau obyek “yang disadari”. Disinilah manusia belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep pendidikan Freire mendapati posisi subyek aktif. Manusia kemudian belajar dari realitas sebagai medium pembelajaran.

Dalam kondisi social kau terpinggirkan terdapat beberapa karakter khas yang kemudian melahirkan persoalaan kompleks. Penindasan adalah salah satu di antaranya yakni ketika otoritas penguasa lebih dominan dan mengekploitasi manusia tanpa keadilan sedikit pun. Untuk mengubah kondisi social masyarakat tertindas itukah, Freire menggagas gerakan “penyadaran”. Sebagai usaha membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan atau kebudayaan bisu yang selalu menakutkan.

Maksud dari gerakan penyadaran ini adalah agar manusiabisa menh\genal realitas sekaligus dirinya sendiri. Manusia bias memahami kondisi kehidupannya yang terbelakang itu dengan kritis.

Dalam hal ini Freire memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat katagori:

Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri.

Kesedaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada diatas tingkatannya disbanding dengan sebelumnyakesadaran naïf dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bias menganalisa persolan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsure-unsur yang mendukung suatu problem social.

Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya kesadarn kritis bersifat analitis sekaligus praktis.

Kesadaran Tranformative adalah puncak kesadaran dari kesadran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadannya kesadaran”. Orang makin praktis dalam merumurkan persoalaan.

Alat Perlawanan

Paulo Freire mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan dari pandangan mendasarnya yang banyak dikritik orang yaitu bahwa dunia hanya terbagi atas 2 kelompok : kelompok penindas dan kelompok tertindas. Setiap orang pastilah menjadi bagian dari salah satu kelompok entah dia si penindas ataukah si tertindas.

Freire berpendapat bahwa dalam pendidikan, peserta didik tidak boleh dipahami sebagai obyek tersendiri yang harus digarap dan diisi oleh pendidik. Dalam istilah Freire, sisitem pendidikan seperti itu disebut system bank, di mana peserta didik adalah tabungan dan terdidik sebagai penabung. Pandangan tentang pendidikan semacam ini pada prakteknya cenderung bersifat otorite dan menhalangi kesadaran peserta didik untuk berkembang.
Dengan demikian, pendidikan harus berorientasi mengarahkan manusia pada pengenalan akan realitas diri dan dunianya dengan melibatkan dua unsur yakni pengajar dan pelajar disatu pihak sebagai subyek sadardan realitas dunia di pihak lain sebagai obyek tersadari.

Butiran-butiran pemahaman yang membangun filsafat pendidikan Freire dapat di jekaskan sebagai berikut : Manusia tidak hanya berada di dunia, tetapi juga berinteraksi dengan dunia dimana ia berada. Di dalam situasi keberadaanya tersebut, manusia harus memiliki kesadaran kritis yang diarahkan pada realitas sehingga terjadi interaksi ketika manusia menanyai, menguji dan menjelajahi realitas tersebut.

Dalam penerapanya dalam kurikulum Freire mengusulkan kurikulum yang bertolak belakang dari realitas konkret peserta didik dan yang muatannya mampu menumbuhkan kesadaran kritis.

Pendidikan Masyarakat Kota

Buku Freire, Pendidikan Masyarakat kota merupakan rangkuman diaog seputar dunia pendidikan dan Paulo Freire sebagai narasumber atas dialog tersebut. Membicarakan pendidikan dan juga sekolah secara kritis. Sebuah studi kasus yang mengambil fokusnya di Negara Brasil, tepatnya di kota Sao Paulo yang pernah mengalami kebangkrutan dalam hal ini pendidikan pada dasarwarsa 1990-an. Paulo Freire juga menekankan perlu adanya keadilan dalam mengakses pendidikan. Manajmen, kurikulum dan operasional pendidikan serta perangkat organisasi tersurat menjadi fokus pembicaraan oleh Paulo.

Pendidikan Masyarakat Kota yang semula memiliki judul aslinya Pedagogy of the city, memiliki ruang pembahasannya. Pertama, pendidikan yang membebaskan untuk masyarakat urban kotemporer. Kedua, refleksi tentang pengalaman bersama tiga pendidikan. Epilog dan postkrip-nya mengambil tema, meninjau ulang pendidikan di Sao Paulo.

3. Kritikan Atas Pemikiran Freire

Para sarjan kita telah sepakat secara penuh bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan kritis ialah seluruh gagasan yang pernah dikembangkan oleh Paulo Freire. Apa yang telah di gagas olh Freire bukan semata-manat sebatas wacana pendidikan saja. Namun lebih jauh Freire telah mengguanakan pendekatan filosofis yang kemudian membangun paradugma pendidikan kritis.


Bab 2. Pemikiran Pendidikan John Dewey dan Relevansinya dengan Indonesia

1. Sejarah Hidup Dewey
John Dewey, lahir 1859 di Burlington, Vermont dan wafat 1952, adalah filosofi Amerika dan dianggap pendidik paling terkemuka pada masanya. Meraih doctor filsafat dari John Hopkins University, ia mengajar di University of Michigan, University of Minesota, University of Chicago, Columbia Universitydan berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia. Karya-karyanya di bidang pendidikan, antara lain, Democracy and Education, Logic dan Experience and Education.

2. Pemikiran Pendidikan dewey

Demokrasi Pendidikan

John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyampaikan pesan revolusioner : masyarakat yang demokratis harus menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua warganya serta kualitas pendidikan yang sama. Hakikat pendidikan yang demokrasi adalah kemerdekaan. Tujuan pendidikan dalamsuatu Negara yang demokrasi adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan dan berbagai “perbudakan”lainnya.
Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga Negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting.

Sedangkan pentingnya pendidikan demokrasi antara lain dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam semangat egalitarian dibandingkan dengan ideology non-demokrasi. Berdasarkan catatan, John Dewey diprediksikan bahwa di masa depan, sekolah merupakan sebuah miniature masyarakat demokratis.

Komunitas

John Dewey menyatakan bahwa demokrasi adalah yang paling bermoral, paling masuk akal dan paling cocok untuk dunia modern. Lebih terlihat sebagai seorang pragmatis keyimbang utopis, pandangan dan gagasan Dewey melihat komunitas terbangun dari ikatan-ikatan yang secara rumit saling berkaitan melalui komunikasi. Dewey mngamati bahwa “masyarakat tidak terus ada karena penyebaran, karena komunikasi, tetapi cukup layak jika dikatakan bahwa masyarakat terwujud dalam komunikasi.

Gagasan Dewey tentang komunitas juga menyangkut partisipasi tatkala individu-individu berkerja sama, memasuki “aktivitas orang lain’ dan “ mengambil peran dalam upaya nersama dan kerja sama” maka mereka sedang ber[partisipasi dalam pengembangan komunita.

Dalam salah satu tulisannya yang berjudul My pedagogic Creed, Dewey meyakini bahwa seluruh pendidikan adalah suatu proses partisipasi setiap individu dalam suatu kesadaran persaingan social. Proses ini umumnya telah diwarisi peserta kekuatan mereka. Melalui proses pendidikan tanpa sadar ini, setiap individu secara bertahap berbagi dengan sumber-sumber moral dan pengetahuan dalam kehidupan manusia.

Lebih jauh Dewey menyatakan bahwa factor psikologis dan social terkait secara organic dalam proses pendidikan. Dalam pandangannya, pendidikan tidak bias memihak salah satu dari dua unsure yang paling terkait atau mementingkan salah satu dari yang lainny.

3. Relevansi Atas Pendidikan di Indonesia

Pertama, pemerataan infrastuktur dan suprastruktur pendidika.di banyak daerah sarana dan prasarana pendidikan amat memprihatinkan.

Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Perubahan ini amat memungkinkan pihak sekolah untuk bereksplorasi, baik dalam program maupun kurikulum yang benar-benar kontekstual, yaitu berdasarkan pada kebutuhan anak didik dan menyatu dengan budaya dan karakter setempat.

Ketiga, proses pendidikan dikalanhan yang holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat. Dengan demikian , proses pendidikan tidak dapat dikotakkan dalam pendidikan formal blaka tetapi perlu dibuat system pendidikan berkesinambungan antara sekolah, keluarga dan masyarakat.

Bab 3. Pemikiran pendidika Paul Belanger : Masyarakat Belajar

Paul Belanger berpendapat, peningkatan permintaan terhadap pendidikan sepanjang kehidupan, didorong oleh kenaikan dalam tingkat pesekolahan di semua Negara. Selanjutnya munculnya system pendidikan sepanjang hidup akibat dari tekanan social baru yang diciptakan oleh : krisis pekerjaan, pencarian identits budaya dan upaya mempertanyakan pola untuk terlaksananya demokrasi liberal.
Terhadap masalah ini, Belangerberkomentar pada tiga focus tema : (1) transformasi hubungan antara pelatiah permulaa, pendidikan orang dewasa dan lingkungan belajar. (2) dinamika internal, yang bersifat fundamental dari transformasi sekarang pada suasana pendidikan, (3) perubahan iklim politik dari pendidikan sepajang hayat.
1. Transformasi hubungan antara ketiga Komponen pendidikan sepanjang hayat.

Latihan permulaan.
Dalam hal ini pengertian pendidikan merupakan suatu proses yang berlanjut yang berasal dari pengakuan bahwa belajar berlangsung seumur hidup.
Pendidikan orang dewasa.
Dalam hal ini transformasiyang terjadi pada suasana pendidikan yang terkait, bukan hanya dengan perubahan yang mempengaruhi pelatihan permulaan, tetapi juga keberhasilan pendidikan orang dewasa sekarang ini.

Lingkungan belajar.
Dalamhal ini harus dipahami, pendidikan bukanlah hanya sekedar pendidikan. Sebab lingkungan rumah, sekolah, dan tempat kerja di mana warga belajar menghayati kehidupannya tidak bias diabaikan karena masalah ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan didalamnya.

2. Dinamika internal yang bersifat fundamental dari transformasi suasana pendidikan

Pertentangan antara permintaan dan persediaan

Masalah ini harus perhatikan dua hal : (1) adanya ledakan permintaan akan pendidikan orang dewasa dan tranformasi yang menyertai tidak mengarah pada peerkembangan yang sesuai dengan tanggapan biasa dan lembaga yang menyediakannya.

(2) hubungan antara permintaan social dan tanggapan pendidikan, jauh daro sekedar proses keseimbangan yang adaptif membawa serta ke permukaan kepentingan yang berbeda-beda dan memerlukan perundingan atau negoisasi social.

Penganekaragaman tanggapan

Saat kita sedang menyasksikan penganekaragaman para pemberi pelatihan berkelanjutan. Harus dipahami bahwa pelatihan bukanlah sekedar pendididkan terlembaga. Namun harus perhatikan : terdapat suatu dinamika yangbekerja antara persekolahan dan alternative pendidikan, sebagai suatu dinamika yang didasarkan pada saling melengkapi, juga suatu proses perubahan, mempertanyakan praktikdan pembagian pengetahuan.

Yang terjadi selanjutnya dari ketiga proses ini adalaha kakunya tanggapan kelembagaan dan kecenderungan para pemberi pendidikan untuk memaksakan kepada prmintaan baru itu tanggapan akademi yang merupakan ciri pelatihan formal. Pada waktu yang bersamaan perlawanan terhadap dinamika baru ini tidak hanya berasal dari tanggapan kelembagaan.

3. Perubahan ekonomi politik dari pendidikan sepanjang hayat

Transformasi permintaan social dan hubungan pelaihan permulaan, pendidikan orang dewasa dan lingkungan pendidikan menghadapi persoalaan. Persoalaan tersebut berupa ekonomi politik pendidikan sepanjang hayat, yang dimulai dengan masalah ekonomi. Ekonomi pendidikan sepanjang hayat dapat dijelaskan sebagai kebijakan konvensional mengenai ekonomi pendidikan sepanjang hayat dan perbandingan biaya untung tidak berlaku lagi. Karenannya penafsiran sempit akan keuntungan yang diharapkan dan prioritas investasi yang menghasilkan harus direisi, begitu juga masalah distribusi biaya.

Laporan club roma tahun 1979 mengenai tiada batas belaljar memberikan argumentasi sentral bahwa satu-satunya pelatihan aktif tersebar luas dalam waktu dan ruang akan memampukan masyarakat sekrang ini untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Terutama dalam konteks krisis yang dihadapi Negara, yang mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat.

4. Pendidikan sepanjang hayat dan pengkajian kembali peran Negara

Peranan Negara dalam pendidikan merupakan kenyataan yang jelas dalam krisis di semua kawasan dunia. Krisis ini berhubungan dengan beberapa perubahan, ada yang bersifat politik, ekonomi, dan social.

Pemakaian kebijaksanaan dan langkah yang ditujukan pada lingkngan belajar meliputi : dukungan untuk pendidikan prasekolah non formal, pengaktifan jaringan perpustakaan umum, kebijakan untuk memberikan akses pada media massa, promosi lingkungan sekolah, keluarga dan pekerjaan.

BAGIAN KEDUA :PERGURUAN TINGGI & GAGASAN BARU PENDIDIKAN

Bab 4. Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia

1. Modal SDM

Adalah John Kendrick di akhir dasawarsa 60-an yang mengingatkan kepada kita bagaimana pentingnya pembangunan sebuah bangsa yang disadari oleh optimalisasi peran sumber daya manusia, setelah sekian lama kita berpikir bahwa capital stock merupakan aspek tyerpenting dalam proses perubahan peradaban manusia.

Keberadaan pendidikan tinggi menjadi sangat vital dan stratgis untuk merepresentasiakna tinggkat ketercapaian pembangunan ketiga sector itu. Pendidikan pada hakekatnya adalah system pembentukan intellectual formation suatu masyarakat dan perguruan tinggi pada dasarnya sebuah milieu yang menjadi pendorong munculnya perubahan dalam masyarakat.

Perubahan paradigm perlu dilakukan secara gradual dan sistematik, agar tidak menyebabkan potensi konflik mengarah pada suasana yang destruktif. Semangat perubahan-perubahan itu harus pula diakomodasi dalamsebuah rencan induk pengembangan, sehingga setiap elemen perguruan tinggi memahami arah dan kebijakan serta strategi dan prioritas yang akan diambil oleh manajemen perguruan tinggi. Sehingga sangat wajar bila masyarakat mempunyai harapan agar perguruan tinggi tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam konteks itu perguruan tinggi harus memfokuskan manajerial organisasinya pada ketercapaian kepuasan pengguna, maupun masyarakat intelektual pada umumnya.


2. Peran Pemerintah dan Masyarakat

Peran Pemerintah

Bentuk umum peran dan keterlibatan tersebut adalah diberlakukannya berbagai ketentuan perundang-undangan yang mengtur penyelenggaraan pendidikan tinggi, serta dukungan pendanaan dan penyediaan fasilitas pendidikan. Kehadiran kedua peraturan yang mengatur kehidupan pendidikan tinggi,yakni PP No. 60 dan 61, merupakan bentuk dari peran pertama tersebut. Sejauh ini telah memberikan kepastian dan dukungan formal terhadap keberadaan perguruan tinggi namun efektifitasnya sanagat di tentukan oleh komitmen pelaksanaan dan tingkat operasional, serta kemampuan mengkoordiansi komitmen tersebut kepada lembaga horizontal. Peraturan pemerintah No. 60 tahun1999 sebenarnya telah secara jelas memposisikan PTN dan PTS dalam posisi yang sejajar. Hal mana dibuktikan denag pemberlakukan mekanisme akreditasi nasional yang sama bagi PTN dan PTS. Dengan demikian semestinya, berbagai kebijakan yang ditujukan bagi PTS dan PTN tidak lagi mendikotomikan keduanya. Namun yang terjadi, masih ada beberapa peraturan yang tetap memberlakukan standar ganda untuk PTN dan PTS.

Partisipasi Masyarakat

Harus diakui konsep pelibatan masyarakat yang dikembangkan saat ini, sering diartikan semata-mata sebagai pelimpahan tanggung jawab pendanaan dari pemerintah kepada masyarakat. Negara tidak mungkin sama sekali lepas tangan sama sekali secara drastis, bila tidak ingin merusak atmosphir otonomi pendidikan yang hendak dibangun.

Pelibatan dengan pemberian otonomi pendidikan tinggi menuntut perguruan tinggi harus bertindak fisien, efektif dan produktif akan tetapi kebijakan tersebut akan memiliki dampak negative dan menciptakan moral hazard bila tidak diikuti oleh system pengendalian yang efektif.
Model lain dalam upaya pelibatan masyarakat adalah dengan mengembangkan dewan pendidikan. Kehadiran dewan pendidikan dalam kamus pendidikan Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk mendemokrasikan pendidikan.

3. Kecerdasan Intelektual dan Spiritual

Kiprah perguran tinggi dalam rekonstruksi social, budaya dan politik di Indonesia kini tidak hanya sebagai instrument nasional di daerah dengan Tri Dharma PT-nya. Menghadapi persoalaan bangsa yang masih terus menerus dalam belenggu krisis multidimensional, peran PT seharusnya tidak hanya terkait kecerdasan intelektual, tetapi sudah saatnya diperluas dengan member ruang bagi kecerdasan spiritual masyarakat bangsa.

Perluasan tanggung jawab PT tersebut adalah suatu keharusan, sejalan dengan bergesernya titik krisis yang menimpa bangsa ini dari krisis ekonomi ke krisis moral. Setiap individu atau juga masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan memahami kebenaran, keadilan dan kebaikan.


Bab 5. Pendidikan Pascasarjana dan Produksi Gagasan-gagasan

1. Pendahuluan

Pengalaman penulis sebagai anggota parlemen yang terlibat dalam memutuskan kebijakan pendidikan nasional, sering berhadapan dengan persoalan pendidikan yangriil di masyarakat. Kondisi riil di masyarakat tersebut diperoleh melalui aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada anggota parlemen. Sedangkan kebijakan pendidikan nasional merupakan hasil perdebatan dari perbedaan-perbedaan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Dengan dua fenomena pendidikan di atas yaitu tujun diselenggarakannya pendidikan pascasarjana dan persoalan pendidikan yang riil di masyarakat, penulis menangkap adanaya prsoalan yang penting.

2. Gambaran Pendidikan di Indonesia

Peningkatan mutu SDM melalui pembangunan pendidikn dipandang sebagai upaya peningkatan kemampuan daya saing bangsa dalam era globalisai, sehingga Banga Indonesia mampu berkompetisi dengan Negara-negara maju lainnya didunia.

Dalam keadaan seperti ini upaya pembangunan pendidikan nampakmdihadapkan pada beberapa pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembngunan dengan mengalokasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandanglebih maju dalam ea reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini parallel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.

Menurut McRay, fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada adasrnya merujuk pada factor-faktor : (1) keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar, (2) kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering, (3) besarnya tabungan masyarakat, (4) mutu pendidikan yang baik dan (5) etos kerja.

Dalam era globalisasi, peluang untuk memiliki pertumbuhanekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu Negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki : (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika pembangunan yang tengah berlangsung, (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi, (3) keterampilan dan keahlian yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kemampuan untuk menghasilkan produk-produk, baik dari kualitas harga, maupun bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global.

3. Kajian Kebijakan Pendidikan

Pertama, mengenai tujuan dan arah pendidikan nasional. Bertolak belakang dari tujuan pendidikn, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Sistem pendidikan Nsional yaitumencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk kehidupan bangsa dan membentuk karakter bangsa.

Kedua, masalah anggaran. Ketidakberesan dalam manajemen pendidikan itu terlihat ketika masalah penting harus dikedepankan seperti pengupayakan dana pendidikan yang didorong untuk terus menerus mncapai angka 20%.

Ketiga, kebijakan peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah harus sungguh-sungguh komitmen di bidang pendididkan sangat memperhatikan nasib guru.

Keempat, kebijak pemerataan pendidikan. Persoalan pemerataan pendidikan selama ini masih menjadi persoalan besar. Hanya orang dengan dana yang kuat yang mendapat kesempatan besar untuk memperoleh pendidikan.

BAGIAN KETIGA :EONOMI POLITIK PENDIDIKAN

Bab 6. Membangun Civil Society Melalui Pendidikan

1. Pendahuluan
Semua orang boleh menyampaikan apa yang dimuinya tnpa adanya batasan-batasan yang dianggap tidak wajar, sehingga yang terjadi justru, guliran reformasi tidak menghasilkan hal yang produktif, tetapi justru sebaliknya, kontra produktif. Selanjunya masyarakat dihinggapi rasa “muak” karena semua berbicara tetapi tidak banyak berbuat.

Akrinya muncul pandangan baru bahwa masa-masa kekuasaan rezim yang baru tumbang lebih memberikan keamanan dan ketentraman, dari pada penguasa baru silih berganti.

2. Masyarakat Sipil

Larry Diamond mencoba menjelaskan masyarakat sipil sebagai suatu bentuk organisasi social yang bersifat sukarela, mengatur sendiri, yang mampu untuk menyangga sendiri otonomi dari Negara dan terikat oleh pemerintahan resmi atau sejumlah UU yang ada.

Posisi masyarakat sipil adalah komunitas menengah, berada di anatara masyarakat bawah dan Negara. Di luar individu dan keluarga, mencerminkan aktivitas kelompok. Dari sini kita bias memahami bahwa masyarakat sipil dapat dipahami dirinya tidak mempersempit kategori sinonim dengan masyarakat atau segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan Negara atau system politik.

Namun demikian masyarakat sipil “berhubungan dengan Negara” dalam beberapa hal, tetapi tidak bertujuan untuk memenangkan kekuatan formal atau kekuatan resmi dalam Negara. Karena itu organisasi masyarakat sipil meminta kepada Negara kelonggaran, keuntungn, perubahan kebijakan, keringanan, ganti rugi atau pertanggung jawaban.

3. Pendidikan Memadai

Karena pentingnya pendidikan yang memadai, penerima nobel bidang ekonomi, Amartya Sen mengisyaratkan pntingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat. Sen menegaskan, pembangunan merupakan proses pelapangan kebebasan masyarakat. Kebebasan menjadi tolak ukur apakah pembangunan ada pada jalur yang benar atau tidak.

Dalam menyampaikan gagasan tersebut, Sen menggunakan argumentasinya dalam dua alasan. Pertama, alasan evaluative, penilaian atas kemajuan masyarakat harus didasarkan pada sejauh mana kebebasan masyarakat meningkat. Kedua, alasan efektivitas, pencapaian pembangunan bergantung pada tingkat kualitas kebebasan rakyat.

Kebebasan memiliki elemen fundamental, yakni kapabilitas. Semakin besar kapabilitas seseorang , makin besar pula kebebasan yang dia miliki untuk merespon peluang-peluang yang ada. Begitu pula sebaliknya. Tentu yang dimaksudkan Sen adalah peluang-peluang positif.

Kapabilitas berperan langsung menentukan kualitas martabat dan kualitas seseorang. Selain itu, kapabilitas juga berperan tidak langsung dengan mempengaruhi perubahan social dan produksi ekonomi. Konsep kapabilitas menjadi jelas apabila ditempatkan bersama konsep functionings. Kapabilitas dan functionings merupakan istilah khas Sen. Dijelaskan, functionings menunjuk aneka bentuk pencapaian actual dalam hidup seseorang. Pencapaian itu mencakup taraf mengada dan kemampuan melakukan tindakan yang dipandang berharga.

Pendidikan akan menjadi penting karena akan meningkatkan kapabilitas masyarakat. Apabila tingkat pendidikan masyarakat rendah, kapabilitasnya juga rendah. Akibatnya, anak-anak yang mampu mengenyam pendidikan tinggi hanya mereka yang berasal dari keluarga menengah atas. Apabila keadaan ini dibiarkan, akan berakibat ketidaksertaraan di masyarakat.


Bab 7. Pembangunan Ekonomi, Pendidikan dan Demokrasi

1. Pendahuluan

Salah satu pola perilaku kelembagaan pemerintah Orde Baru yang dinilai menghambat pembaharuan salama ini adalah dalam menentukan kepentingan program pendidikan, yang kerap kali menggunakan justifikasi kemapanan yang bersifat pasif. Dalam kontek inilah, reformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk merubah masukan pendidikan menjadi dampak pembanguanan.

Tulisan akan mencoba memaparkan bagian-bagian sebagai berikut : pembangunan yang hanya menitikberatkan pertumbuhan akan menghadapi kejenuhan, pendidikan menjadi pintu masuk bagi demokratis masyarakatnya.




2. Pembangunan yang Menitikneratkan Pertumbuhan

Dalam konteks sejarah pemikiran Indonesia, Soekarno menjadi pelopor dari kritikan terhadap dominasi internasional. Sebagai reaksi terhadap kolonialisme, Soekarno meletakkan dasar-dasar pmikiran mengenai nasionalisme. Berbeda dengan Gramsci yang meletakkan pemikiran dominasi internasional itu dalam kerangka identitas nasional dan proses nation building.

Dengan melihat kenyataan praktek ekonomi di Negara kita selama ini, ternyata Negara kita lebih cenderung melihat masalah ekonomi Negara sebagaimana pendang kapitalismeyakni keterbatasan/kelangakaan sumberdaya alam versus ketidakterbatasan keinginan/kebutuhan manusia. jadi tidaklah heran kalau Negara kita menggaungkan teori yang di kemukakan oleh W.W Rostow yang diberi nama dengan teori Pertumbuhan “ Negara kita menggaungkan teori tersebut, tetapi lupa akan dampak negative atau multi player negative effect dari teori tersebut yang akibatnya sejak pertengahan 1997 negara kita diterpa krisis ekonomi hingga saat ini.

3. Pendidikan yang dibutuhkan Indonesia

Menurut Boediono, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia mengakibatkan turunnya kesejahteraan rakyat. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap baranag dan jasa menurun. Daya beli terhadap pelayanan pendidikan juga ikut turun, karena orang tua murid berkurang pendapatannya untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Dalam kedaan seperti ini, upaya pembangunan pendidikan Nampak dihadapkan pada pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembangunan dengan mengakomodasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandang lebih maju dalam era reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini paralel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.

Dengan demikian, pembangunan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang terpadu dari aspek-aspek pemerataan, peningkatan mutu relevansi pendidikan yang dilakukan secara efisien. Oleh karena itulah, aspek-aspek tersebut mnjadi tema pokok pembangunan pendidikan.

Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan system pendidikan yang efektif, integral, dan mengembangkan pendidik maupun peserta didik. Pertama, pemertaan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan. Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Ketiga, proses pendidikan yag holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat.

Bab 8. Pengelolaan Otonomi Pendidikan

1. Pendahuluan

Otonomi daerah sudah berlangsung semenjak enam tahun lalu. Salah satu implikasi otonomi daerah dimaksud adalah dengan adanya otonomi atau desentralisasi pada bidang pendidikan. Otonomi daerah berarti terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota.

Dua isu besar yang mengiringi pelaksanaan otonomi pendidikan, selain dimulainya masa transisi desentralisasi pengelolaan pendidikan, adalah kecenderungan merosotnya hasil pembangunan pendidikan yang selama ini dicapai. Selanjutnya, selain dua hal di atas, muncul keberagaman daerah dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu pihak, ada daerah yang optimis dan di pihak lain pesimis.
2. Pembahasan

Dengan digulirkannya otonomi pendidikan yang merupakan salah satu kewenangan esensial daerah, peluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidiakn yang merupakan tolak ukur kualitas sumber daya manusia di daerah telah terbuka. Hal ini terjadi karena bupati/kepala daerah melalui dinas pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kialitas pendidiakn di daerahnya \, baik melalui system penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan system evaluasi dan sebagainya.

Reformasi pendidikan perlu dilakukan mengingat bangsa ini akan ikut bermain adlam globalisasi di berbagai bidang. Semua komponen pendidikan mulai dari siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan seluruh lapisan masyarakat perlu prosktif dalam setiap gerakan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Sehingga dengan pelaksanaan otonomi pendidikan, dearah akan semakin leluasa untuk menentukan system pendidikan yang akan diterapkan di daerahnya.


BAGIAN KEEMPAT :
WAJIB BELAJAR & EVALUASI PENDIDIKAN
Bab 9. Komitmen Politik dan Sukses Wajib Belajar

1. Pendahluan

Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan pembangunan suatu bangsa diperlukan critical mass di bidang pendidikan yaitu suatu persentase penduduk dengan tingkat pendidikan tertentu yang harus disiapkan oleh suatu bangsa agar pembanguunan ekonomi bangsa tersebut dapat meningkat dengan cepat, karena adanya dukungan sumber daya manusia yang berkualitas dan memadai.

2. Wajib Belajar

Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudka critical mass, yaitu untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terdidik minimal memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang esensial, dan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dijadikan bekal untuk menjalani hidup dan menghadapi kehidupan dalam masyarakat.

Program pelaksanaan wajib belajar
Beberapa program pendukung pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang dilaksanakan selama ini meliuti : pendataan dan pemetaan sekolah, penyuluhan dan publikasi, pembentukan tim koordinasi di tingkat pusat dan daerah, pemberian penghargaan berupa piagam Widyakrama bagi kabupaten/ kotamadya yang berhasil menuntaskan wajib belajar 9 tahun, pemberian beasiswa bagi anak yang berasal dari keluarga miskin serta gerakan nasional orang tua asuh.

Hasil pelaksanaan wajib belajar
Dilihat dari indicator angka partisipasi, kecenderungan keberhasilan wajib belajar menunjukkan pola yang sama dengan kecenderungan perkembangan jumlah siswa. Indikator siswa putus sekolah menunjukkan kecenderungan menurun pada tahun-tahun pertama pencananngan.

Dilihat dari skala local, tingkat pencapaian angka partisipasi tiap provinsi bervariasi. Pada tahun 1994, hanya dua provinsi yang mencapai APK SLTP + MTs lebih dari 80% (tuntas pratama), yaitu Di Yogyakarta dan DKI Jakarta. Pada tahun 1998, posisi tingkat pencapaian wajib belajar 9 tahun berdasarkan propinsi ini masih relative sama. Namun hamper semu propinsi mengalami penurunan tingkat APK SLTP + MTs, kecuali 8 propinsi yang mengalami kenaikan APK tetapi sangat minimal, yaitu Di Yogyakarta, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, Irian Jaya.

Masalah pelaksanaan wajib belajar
Walaupun pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun khususnya pada empat tahun pertamasejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil, namun terdapat sejumlah masalah, disamping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Maslah-masalah tersebut meliputi : 1. kurangnya daya tampung siwa SLTP, khususnya di daerah pedesaan, terpencil, pedalaman dan perbatasan. 2. Tingginya angka putus sekolah tingkat SD dan tingkat SLTP. 3. Rendah mutu pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni sebagai salah satu indicator mutu pendidikan. 4. Rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat adanya hambatan geografis, social ekonomi dan masyarakat setempat. 5. Koordinasi wajib belajar khususnya di tingkat daerah belum berjalan dengan efektif.

3. Komitmen Politik (pendidikan kesetaraan)
Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang sisdiknas yang baru antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tentang globalisasi, kesetaraan dan keseimbanagan, jalur pendidikan and peserta didik.

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.

Dengan demikian UU sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbanagan antara Iman,Ilmu dan amal. Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum, dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak muli, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.

PENDIDIKAN USIA DINI III


JAKARTA- Berkembangnya layanan pendidikan anak usia dini di masyarakat membutuhkan semakin banyak tutor yang memiliki kompetensi untuk bisa merangsang tumbuh-kembang anak usia 0-6 tahun secara maksimal. Namun, penghargaan atau insentif yang diberikan pemerintah kepada tutor pendidikan anak usia dini ini masih minim dan terbatas.Dari 188.834 tutor pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang ada saat ini, baru sekitar 30.000 tutor yang mendapatkan insentif dari pemerintah pada tahun 2008. Besarnya insentif yang diberikan berjumlah Rp 100.000, itupun hanya untuk enam bulan. Pada 2009, pemerintah mengajukan insentif untuk 50.000 tutor PAUD. Besarnya Rp 1,2 juta/tutor/tahun. "Karena dana yang masih terbatas, nanti ada kuota tutor PAUD yang menerima insentif di setiap daerah," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional yang dihubungi dari Jakarta.Menurut Sujarwo, pemerintah daerah perlu menyediakan anggaran untuk tutor PAUD guna mendukung insentif yang sudah diberikan pemerintah pusat. Peran tutor ini penting untuk mendukung lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, yang terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal.Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah menyadari betul perlunya meningkatkan layanan PAUD. Untuk itu, lembaga-lembaga PAUD terutama nonformal akan diperbanyak."Masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk di dalamnya adalah perawatan-perawatan yang sifatnya medis. Kemudian memberikan gizi dan rangsangan-rangsangan kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplit bukan hanya cerdas secara intelektual saja," kata Bambang.PAUD begitu lama di Indonesia diabaikan dan baru mendapatkan perhatian setelah ada deklarasi Dakkar pada tahun 2000. Kemudian, Indonesia baru meresponnya pada 2002. Dari sisi anggaran, perhatian kepada PAUD dilonjakkan mulai 2005.Alokasi anggaran untuk PAUD masih difokuskan pada perluasan akses. Upaya ini mampu mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) PAUD yang saat ini mencapai 50,47 persen.

PENDIDIKAN USIA DINI III

Pendidikan Lalu Lintas Dini
Makin rawannya tingkat keselamatan di jalan raya yang ditunjukkan oleh terus meningkatnya angka kecelakaan yang terjadi dari tahun ke tahun menyebabkan perlunya digalakkan kembali pendidikan dan etika berlalu lintas sejak usia dini.Untuk itu, Shell Indonesia meluncurkan program Road Safety: Think Safety, Act Safely yang akan melibatkan sekitar 1.200 siswa-siswi kelas 4 dan 5 dari sepuluh sekolah dasar di Jakarta hingga akhir tahun 2008. "Program perubahan seperti ini, perlu early wins yaitu kemenangan-kemenagan untuk ke depannya," ujar Presiden Direktur PT Shell Indonesia Darwin Silalahi dalam acara peluncuran program ini di Jakarta, Rabu (28/5).Darwin mencontohkan anaknya yang merengek minta dibelikan handphone padahal umurnya baru lima tahun. Meski kurang setuju, Darwin akhirnya membelikan juga karena sebagian besar teman anaknya ternyata memiliki handphone. Dalam dua hari anaknya sudah mampu menghapal banyak nomor telepon orang-orang terdekatnya."Kemampuan menghapal dan meniru sesuatu itu sangat tinggi di tingkat SD. Nanti kami akan kembangkan lagi tapi kami mulai dari SD untuk memasyarakatkan perilaku sopan di jalanan, meski mulai dengan jumlah sangat kecil," tandasnya.Menurut Social Investment Manager PT Shell Indonesia Sri Endah program yang akan dikemas dalam roleplay dan simulasi ini nantinya akan diselenggarakan langsung di Taman Lalu Lintas (Traffic Park) Cibubur. "Kami akan ajarkan basic skill saja misalnya menyeberang jalan, atau pakai seat belt, paling tidak mereka nanti bisa ingatkan ayah ibunya ketika hendak mengendarai mobil untuk memakai seat belt," tukas Endah.Program ini akan dimulai pada 5 Juni mendatang dimulai untuk SDN 01 Menteng Atas dan disusul sembilan SD lainnya hingga akhir 2008, seperti SDN Klender 12, SDN Duren Sawit, SDN 02 Menteng Atas, SDN 04 Menteng Atas, SDN 19 Menteng Atas, SDN Gondangdia 03 Pagi, SDN Gondangdia 05 Pagi, SDN Cikini 02 pagi, dan SDN Cikini 04 pagi.Nantinya, pendidikan yang akan diadakan satu hari penuh untuk setiap SD akan memuat pengetahuan dasar tentang lalu lintas yang dikemas dengan interaktif dan fun serta memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berkendaraan langsung dengan menggunakan alat-alat peraga, seperti kendaraan-kendaraan kecil dan perlengkapannya serta rambu-rambu lalu lintas.Shell melalui program CSR-nya ini berharap program ini menjadi investasi jangka panjang terhadap mental generasi muda di jalanan.Menurut catatan Direktorat Lalu Lintas Polri, angka kecelakaan di Jakarta pada tahun 2007 tercatat 5.154 kejadian yang menyebabkan 999 orang meninggal dunia. Angka ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI III

Fokuskan Pendidikan Usia Dini ke Anak Usia 0-6 Tahun!
JAKARTA,KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah-daerah masih banyak berfokus pada usia 5-6 tahun atau anak-anak yang bersekolah di Taman Kanak-kanak. Akibatnya, empat tahun pertama di masa emas anak-anak tersebut menjadi kurang diperhatikan, padahal di usia tersebut mereka juga perlu dimaksimalkan potensi dan tumbuh kembangnya."Pendidikan anak usia dini atau PAUD itu penting mulai anak usia 0-6 tahun. Tetapi pemerintah daerah belum banyak yang mendukung karena tidak wajib seperti pendidikan dasar sembilan tahun," kata Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas, Hamid Muhammad, di Jakarta, Jumat (15/5).Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD tahun 2008 baru mencapai 50,03 persen dari 29,8 juta anak. Target APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun ini adalah 53,9 persen, baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama.Hamid mengatakan, upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil, yaitu di 50 kabupaten dari 21 provinsi di Indonesia. Intinya, kata dia, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD. "Total 783 ribu anak yang bisa masuk program ini," katanya.Hamid mengungkapkan, kendala yang dihadapi untuk mendongkrak APK PAUD adalah tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD. Anggota masyarakat, kata dia, terutama di daerah pedesaan kurang peduli terhadap PAUD. "Bagi mereka yang penting masuk sekolah dasar. Padahal betapa pentingnya PAUD sebagai landasan wajib belajar sembilan tahun," katanya.Pemerintah, kata Hamid, juga memberikan perhatian terhadap tutor PAUD. Dia menjelaskan, tutor PAUD tidak seperti guru pada taman kanak-kanak yang diwajibkan berkualifikasi S1 ditambah pendidikan profesi. Tutor PAUD, kata dia, dilihat dari kompetensinya."Belum ada standardisasi kualifikasi, tetapi secara bertahap akan kita lakukan beberapa standardisasi. Sementara ini yang kita lakukan dengan pelatihan," katanya.Direktur PAUD Depdiknas Sudjarwo Singowidjojo menyampaikan, upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan APK PAUD adalah diversifikasi bentuk-bentuk PAUD, yakni kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis. Dia mencontohkan, melalui PAUD sejenis yaitu dengan membina di antaranya posyandu dan taman pendidikan Alquran."Kemudian dengan melakukan kemitraan dengan organisasi perempuan seperti Aisyiyah, Muslimat NU, dan PKK. Diharapkan, APK PAUD dapat mencapai 72,6 persen pada 2014," katanya.Hamid mengatakan, progam PAUD didukung melalui APBN dan grant dari pemerintah Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, kata dia, program ini juga dibantu oleh UNICEF khususnya di kawasan Indonesia bagian timur. "Oleh karena itu, pada tahun ini, bersamaan dengan program reguler, APBN, dan pihak donor, kita akan melakukan kegiatan publikasi dan sosialisasi berupa sejumlah lomba," katanya.

PENDIDIKAN USIA DINI III


JAKARTA, SELASA - Investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi penting untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini atau PAUD hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. "Pendidikan anak usia dini sekarang ini terus tumbuh karena masyarakat sudah sadar pentingnya PAUD. Perhatian dan dukungan dari pemerintah juga akan terus diperkuat hingga ke lembaga PAUD di tingkat desa," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta.Guna menelaah peran dan kontribusi PAUD dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional, penyelenggaraan PAUD, serta strategi pengembangan PAUD secara holistik dan terpadu, pemerintah bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar dan lokakarya PAUD pada 26-27 November. Acara dihadiri sekitar 500 ornag dari pemerintah, dinas pendidikan, pemerhati PAUD, dan masyarakat.Pendidikan anak usia 0-6 tahun ini dinilai sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Sebab, anak-anak ini berada dalam masa keemasan, sekaligus periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan, anak hingga usia empat tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50 persen. Pada usia delapan tahun mencapai 80 persen, dan sisanya sekitar 20 persen diperoleh sat anak berusia delapan tahun ke atas.Menurut Sujarwo, lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal dengan 188.834 tutor. Pada 2009, pemerintah mengajukan anggaran untuk insentif tutor PAUD senilai Rp 1,2 juta per tahun bagi sekitar 50.000 tutor.Hartoyo, Ketua Departemen Fakultas Ekologi Manusia IPB, mengatakan penyelenggaraan PAUD bukan berfokus untuk mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi yang penting pembentukan karakter. "Jika sejak dini anak diajarkan untuk punya karakter baik, ketika dewasa diharapkan karakter itu bisa melekat dan menghasilkan anak-anak yang punya kepribadian dan moral baik," kata Hartoyo.