Kamis, 21 Mei 2009

RESUME BUKU

CITA-CITA PENDIDIKAN INDONESIA
BAGIAN PERTAMA :
PEMIKIRAN PENDIDIKAN
Bab 1. Pemikiran dan Kritikan Atas Pemikiran Pendidikan Paulo Freire.

1. Sejarah Hidup Freire

Paulo Freire adalah putra Brasil yang lahir pada tanggal 19 september, 1921. Tepatnya di daerah Recife sebelah timur laut Brasil. Freire terlahir dari kalangan yang sangat demokratis, menghargai dialog dan memperluas kesempatan kepada setiap anggotakeluarga untuk mengemukakan ekspresi pribadi masing-masing sehingga kemudian tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang sangat terbuka, menghargai pendapat orang lain dan selalu mengedepankan dialog.

Salah satu teorinya dalam pendidikan yang paling masyhur adalah bahwa pendidikan untuk manusia memanusiakan manusia. Teori ini lebih condaong kea rah filosofi eksistensialisme yang berusaha menggagas konsep manusia dan seluk beluk persoalan yang melingkupinya.

Karena pemikirannya yang kritis, tokoh humanism ini sangat aktif dalam menulis sehingga lahirlah beberapa karya tulinya. Diantaranya EDUCATION AS THE PRACTICE FOR FREEDOM, PEDGOGY OF THE OPPRESSED, EDUCATION FOR CRITICAL CONSCIOUSNESS dan PEDAGOGY OF HEART.

2. Pikiran-pikiran Pendidikan Freire

Pendidikan Kritis
Freire adalah tokoh pendidikan yang anti imperialism eksploitasi sekaligus penindasan, bagimy, tidak bias ditolerir sebab tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itulah Freireberpendapat bahwa pendidikan adalah untuk “memanusiakan manusia”. Dalam memahami kerangka filasfat Freiresebaiknya kita terlebih dahulu menirut pada akar persoalannya yang paling mendasar dari buah pikiranya. Freire dengan menggunakan pendekatan humanis membangun konsep pendidikannya mulai dari konsep manusia sebagai subyek aktif.

Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire dikatagorikan sebagai subyek “yang sadar”. Artinya kedua posisi ini sama-sama berfungsi sebagai subyek dalam prose pembelajaran. Peranan guru hanya mewakili dari seorang teman yang baik bagi muridnya. Adapun posisi realitas dunia menjadi medium atau obyek “yang disadari”. Disinilah manusia belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep pendidikan Freire mendapati posisi subyek aktif. Manusia kemudian belajar dari realitas sebagai medium pembelajaran.

Dalam kondisi social kau terpinggirkan terdapat beberapa karakter khas yang kemudian melahirkan persoalaan kompleks. Penindasan adalah salah satu di antaranya yakni ketika otoritas penguasa lebih dominan dan mengekploitasi manusia tanpa keadilan sedikit pun. Untuk mengubah kondisi social masyarakat tertindas itukah, Freire menggagas gerakan “penyadaran”. Sebagai usaha membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan atau kebudayaan bisu yang selalu menakutkan.

Maksud dari gerakan penyadaran ini adalah agar manusiabisa menh\genal realitas sekaligus dirinya sendiri. Manusia bias memahami kondisi kehidupannya yang terbelakang itu dengan kritis.

Dalam hal ini Freire memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat katagori:

Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri.

Kesedaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada diatas tingkatannya disbanding dengan sebelumnyakesadaran naïf dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bias menganalisa persolan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsure-unsur yang mendukung suatu problem social.

Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya kesadarn kritis bersifat analitis sekaligus praktis.

Kesadaran Tranformative adalah puncak kesadaran dari kesadran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadannya kesadaran”. Orang makin praktis dalam merumurkan persoalaan.

Alat Perlawanan

Paulo Freire mengembangkan pemahamannya tentang pendidikan dari pandangan mendasarnya yang banyak dikritik orang yaitu bahwa dunia hanya terbagi atas 2 kelompok : kelompok penindas dan kelompok tertindas. Setiap orang pastilah menjadi bagian dari salah satu kelompok entah dia si penindas ataukah si tertindas.

Freire berpendapat bahwa dalam pendidikan, peserta didik tidak boleh dipahami sebagai obyek tersendiri yang harus digarap dan diisi oleh pendidik. Dalam istilah Freire, sisitem pendidikan seperti itu disebut system bank, di mana peserta didik adalah tabungan dan terdidik sebagai penabung. Pandangan tentang pendidikan semacam ini pada prakteknya cenderung bersifat otorite dan menhalangi kesadaran peserta didik untuk berkembang.
Dengan demikian, pendidikan harus berorientasi mengarahkan manusia pada pengenalan akan realitas diri dan dunianya dengan melibatkan dua unsur yakni pengajar dan pelajar disatu pihak sebagai subyek sadardan realitas dunia di pihak lain sebagai obyek tersadari.

Butiran-butiran pemahaman yang membangun filsafat pendidikan Freire dapat di jekaskan sebagai berikut : Manusia tidak hanya berada di dunia, tetapi juga berinteraksi dengan dunia dimana ia berada. Di dalam situasi keberadaanya tersebut, manusia harus memiliki kesadaran kritis yang diarahkan pada realitas sehingga terjadi interaksi ketika manusia menanyai, menguji dan menjelajahi realitas tersebut.

Dalam penerapanya dalam kurikulum Freire mengusulkan kurikulum yang bertolak belakang dari realitas konkret peserta didik dan yang muatannya mampu menumbuhkan kesadaran kritis.

Pendidikan Masyarakat Kota

Buku Freire, Pendidikan Masyarakat kota merupakan rangkuman diaog seputar dunia pendidikan dan Paulo Freire sebagai narasumber atas dialog tersebut. Membicarakan pendidikan dan juga sekolah secara kritis. Sebuah studi kasus yang mengambil fokusnya di Negara Brasil, tepatnya di kota Sao Paulo yang pernah mengalami kebangkrutan dalam hal ini pendidikan pada dasarwarsa 1990-an. Paulo Freire juga menekankan perlu adanya keadilan dalam mengakses pendidikan. Manajmen, kurikulum dan operasional pendidikan serta perangkat organisasi tersurat menjadi fokus pembicaraan oleh Paulo.

Pendidikan Masyarakat Kota yang semula memiliki judul aslinya Pedagogy of the city, memiliki ruang pembahasannya. Pertama, pendidikan yang membebaskan untuk masyarakat urban kotemporer. Kedua, refleksi tentang pengalaman bersama tiga pendidikan. Epilog dan postkrip-nya mengambil tema, meninjau ulang pendidikan di Sao Paulo.

3. Kritikan Atas Pemikiran Freire

Para sarjan kita telah sepakat secara penuh bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan kritis ialah seluruh gagasan yang pernah dikembangkan oleh Paulo Freire. Apa yang telah di gagas olh Freire bukan semata-manat sebatas wacana pendidikan saja. Namun lebih jauh Freire telah mengguanakan pendekatan filosofis yang kemudian membangun paradugma pendidikan kritis.


Bab 2. Pemikiran Pendidikan John Dewey dan Relevansinya dengan Indonesia

1. Sejarah Hidup Dewey
John Dewey, lahir 1859 di Burlington, Vermont dan wafat 1952, adalah filosofi Amerika dan dianggap pendidik paling terkemuka pada masanya. Meraih doctor filsafat dari John Hopkins University, ia mengajar di University of Michigan, University of Minesota, University of Chicago, Columbia Universitydan berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia. Karya-karyanya di bidang pendidikan, antara lain, Democracy and Education, Logic dan Experience and Education.

2. Pemikiran Pendidikan dewey

Demokrasi Pendidikan

John Dewey dalam bukunya Democracy and Education menyampaikan pesan revolusioner : masyarakat yang demokratis harus menyediakan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua warganya serta kualitas pendidikan yang sama. Hakikat pendidikan yang demokrasi adalah kemerdekaan. Tujuan pendidikan dalamsuatu Negara yang demokrasi adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan dan berbagai “perbudakan”lainnya.
Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga Negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting.

Sedangkan pentingnya pendidikan demokrasi antara lain dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam semangat egalitarian dibandingkan dengan ideology non-demokrasi. Berdasarkan catatan, John Dewey diprediksikan bahwa di masa depan, sekolah merupakan sebuah miniature masyarakat demokratis.

Komunitas

John Dewey menyatakan bahwa demokrasi adalah yang paling bermoral, paling masuk akal dan paling cocok untuk dunia modern. Lebih terlihat sebagai seorang pragmatis keyimbang utopis, pandangan dan gagasan Dewey melihat komunitas terbangun dari ikatan-ikatan yang secara rumit saling berkaitan melalui komunikasi. Dewey mngamati bahwa “masyarakat tidak terus ada karena penyebaran, karena komunikasi, tetapi cukup layak jika dikatakan bahwa masyarakat terwujud dalam komunikasi.

Gagasan Dewey tentang komunitas juga menyangkut partisipasi tatkala individu-individu berkerja sama, memasuki “aktivitas orang lain’ dan “ mengambil peran dalam upaya nersama dan kerja sama” maka mereka sedang ber[partisipasi dalam pengembangan komunita.

Dalam salah satu tulisannya yang berjudul My pedagogic Creed, Dewey meyakini bahwa seluruh pendidikan adalah suatu proses partisipasi setiap individu dalam suatu kesadaran persaingan social. Proses ini umumnya telah diwarisi peserta kekuatan mereka. Melalui proses pendidikan tanpa sadar ini, setiap individu secara bertahap berbagi dengan sumber-sumber moral dan pengetahuan dalam kehidupan manusia.

Lebih jauh Dewey menyatakan bahwa factor psikologis dan social terkait secara organic dalam proses pendidikan. Dalam pandangannya, pendidikan tidak bias memihak salah satu dari dua unsure yang paling terkait atau mementingkan salah satu dari yang lainny.

3. Relevansi Atas Pendidikan di Indonesia

Pertama, pemerataan infrastuktur dan suprastruktur pendidika.di banyak daerah sarana dan prasarana pendidikan amat memprihatinkan.

Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Perubahan ini amat memungkinkan pihak sekolah untuk bereksplorasi, baik dalam program maupun kurikulum yang benar-benar kontekstual, yaitu berdasarkan pada kebutuhan anak didik dan menyatu dengan budaya dan karakter setempat.

Ketiga, proses pendidikan dikalanhan yang holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat. Dengan demikian , proses pendidikan tidak dapat dikotakkan dalam pendidikan formal blaka tetapi perlu dibuat system pendidikan berkesinambungan antara sekolah, keluarga dan masyarakat.

Bab 3. Pemikiran pendidika Paul Belanger : Masyarakat Belajar

Paul Belanger berpendapat, peningkatan permintaan terhadap pendidikan sepanjang kehidupan, didorong oleh kenaikan dalam tingkat pesekolahan di semua Negara. Selanjutnya munculnya system pendidikan sepanjang hidup akibat dari tekanan social baru yang diciptakan oleh : krisis pekerjaan, pencarian identits budaya dan upaya mempertanyakan pola untuk terlaksananya demokrasi liberal.
Terhadap masalah ini, Belangerberkomentar pada tiga focus tema : (1) transformasi hubungan antara pelatiah permulaa, pendidikan orang dewasa dan lingkungan belajar. (2) dinamika internal, yang bersifat fundamental dari transformasi sekarang pada suasana pendidikan, (3) perubahan iklim politik dari pendidikan sepajang hayat.
1. Transformasi hubungan antara ketiga Komponen pendidikan sepanjang hayat.

Latihan permulaan.
Dalam hal ini pengertian pendidikan merupakan suatu proses yang berlanjut yang berasal dari pengakuan bahwa belajar berlangsung seumur hidup.
Pendidikan orang dewasa.
Dalam hal ini transformasiyang terjadi pada suasana pendidikan yang terkait, bukan hanya dengan perubahan yang mempengaruhi pelatihan permulaan, tetapi juga keberhasilan pendidikan orang dewasa sekarang ini.

Lingkungan belajar.
Dalamhal ini harus dipahami, pendidikan bukanlah hanya sekedar pendidikan. Sebab lingkungan rumah, sekolah, dan tempat kerja di mana warga belajar menghayati kehidupannya tidak bias diabaikan karena masalah ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan didalamnya.

2. Dinamika internal yang bersifat fundamental dari transformasi suasana pendidikan

Pertentangan antara permintaan dan persediaan

Masalah ini harus perhatikan dua hal : (1) adanya ledakan permintaan akan pendidikan orang dewasa dan tranformasi yang menyertai tidak mengarah pada peerkembangan yang sesuai dengan tanggapan biasa dan lembaga yang menyediakannya.

(2) hubungan antara permintaan social dan tanggapan pendidikan, jauh daro sekedar proses keseimbangan yang adaptif membawa serta ke permukaan kepentingan yang berbeda-beda dan memerlukan perundingan atau negoisasi social.

Penganekaragaman tanggapan

Saat kita sedang menyasksikan penganekaragaman para pemberi pelatihan berkelanjutan. Harus dipahami bahwa pelatihan bukanlah sekedar pendididkan terlembaga. Namun harus perhatikan : terdapat suatu dinamika yangbekerja antara persekolahan dan alternative pendidikan, sebagai suatu dinamika yang didasarkan pada saling melengkapi, juga suatu proses perubahan, mempertanyakan praktikdan pembagian pengetahuan.

Yang terjadi selanjutnya dari ketiga proses ini adalaha kakunya tanggapan kelembagaan dan kecenderungan para pemberi pendidikan untuk memaksakan kepada prmintaan baru itu tanggapan akademi yang merupakan ciri pelatihan formal. Pada waktu yang bersamaan perlawanan terhadap dinamika baru ini tidak hanya berasal dari tanggapan kelembagaan.

3. Perubahan ekonomi politik dari pendidikan sepanjang hayat

Transformasi permintaan social dan hubungan pelaihan permulaan, pendidikan orang dewasa dan lingkungan pendidikan menghadapi persoalaan. Persoalaan tersebut berupa ekonomi politik pendidikan sepanjang hayat, yang dimulai dengan masalah ekonomi. Ekonomi pendidikan sepanjang hayat dapat dijelaskan sebagai kebijakan konvensional mengenai ekonomi pendidikan sepanjang hayat dan perbandingan biaya untung tidak berlaku lagi. Karenannya penafsiran sempit akan keuntungan yang diharapkan dan prioritas investasi yang menghasilkan harus direisi, begitu juga masalah distribusi biaya.

Laporan club roma tahun 1979 mengenai tiada batas belaljar memberikan argumentasi sentral bahwa satu-satunya pelatihan aktif tersebar luas dalam waktu dan ruang akan memampukan masyarakat sekrang ini untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Terutama dalam konteks krisis yang dihadapi Negara, yang mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat.

4. Pendidikan sepanjang hayat dan pengkajian kembali peran Negara

Peranan Negara dalam pendidikan merupakan kenyataan yang jelas dalam krisis di semua kawasan dunia. Krisis ini berhubungan dengan beberapa perubahan, ada yang bersifat politik, ekonomi, dan social.

Pemakaian kebijaksanaan dan langkah yang ditujukan pada lingkngan belajar meliputi : dukungan untuk pendidikan prasekolah non formal, pengaktifan jaringan perpustakaan umum, kebijakan untuk memberikan akses pada media massa, promosi lingkungan sekolah, keluarga dan pekerjaan.

BAGIAN KEDUA :PERGURUAN TINGGI & GAGASAN BARU PENDIDIKAN

Bab 4. Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia

1. Modal SDM

Adalah John Kendrick di akhir dasawarsa 60-an yang mengingatkan kepada kita bagaimana pentingnya pembangunan sebuah bangsa yang disadari oleh optimalisasi peran sumber daya manusia, setelah sekian lama kita berpikir bahwa capital stock merupakan aspek tyerpenting dalam proses perubahan peradaban manusia.

Keberadaan pendidikan tinggi menjadi sangat vital dan stratgis untuk merepresentasiakna tinggkat ketercapaian pembangunan ketiga sector itu. Pendidikan pada hakekatnya adalah system pembentukan intellectual formation suatu masyarakat dan perguruan tinggi pada dasarnya sebuah milieu yang menjadi pendorong munculnya perubahan dalam masyarakat.

Perubahan paradigm perlu dilakukan secara gradual dan sistematik, agar tidak menyebabkan potensi konflik mengarah pada suasana yang destruktif. Semangat perubahan-perubahan itu harus pula diakomodasi dalamsebuah rencan induk pengembangan, sehingga setiap elemen perguruan tinggi memahami arah dan kebijakan serta strategi dan prioritas yang akan diambil oleh manajemen perguruan tinggi. Sehingga sangat wajar bila masyarakat mempunyai harapan agar perguruan tinggi tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dalam konteks itu perguruan tinggi harus memfokuskan manajerial organisasinya pada ketercapaian kepuasan pengguna, maupun masyarakat intelektual pada umumnya.


2. Peran Pemerintah dan Masyarakat

Peran Pemerintah

Bentuk umum peran dan keterlibatan tersebut adalah diberlakukannya berbagai ketentuan perundang-undangan yang mengtur penyelenggaraan pendidikan tinggi, serta dukungan pendanaan dan penyediaan fasilitas pendidikan. Kehadiran kedua peraturan yang mengatur kehidupan pendidikan tinggi,yakni PP No. 60 dan 61, merupakan bentuk dari peran pertama tersebut. Sejauh ini telah memberikan kepastian dan dukungan formal terhadap keberadaan perguruan tinggi namun efektifitasnya sanagat di tentukan oleh komitmen pelaksanaan dan tingkat operasional, serta kemampuan mengkoordiansi komitmen tersebut kepada lembaga horizontal. Peraturan pemerintah No. 60 tahun1999 sebenarnya telah secara jelas memposisikan PTN dan PTS dalam posisi yang sejajar. Hal mana dibuktikan denag pemberlakukan mekanisme akreditasi nasional yang sama bagi PTN dan PTS. Dengan demikian semestinya, berbagai kebijakan yang ditujukan bagi PTS dan PTN tidak lagi mendikotomikan keduanya. Namun yang terjadi, masih ada beberapa peraturan yang tetap memberlakukan standar ganda untuk PTN dan PTS.

Partisipasi Masyarakat

Harus diakui konsep pelibatan masyarakat yang dikembangkan saat ini, sering diartikan semata-mata sebagai pelimpahan tanggung jawab pendanaan dari pemerintah kepada masyarakat. Negara tidak mungkin sama sekali lepas tangan sama sekali secara drastis, bila tidak ingin merusak atmosphir otonomi pendidikan yang hendak dibangun.

Pelibatan dengan pemberian otonomi pendidikan tinggi menuntut perguruan tinggi harus bertindak fisien, efektif dan produktif akan tetapi kebijakan tersebut akan memiliki dampak negative dan menciptakan moral hazard bila tidak diikuti oleh system pengendalian yang efektif.
Model lain dalam upaya pelibatan masyarakat adalah dengan mengembangkan dewan pendidikan. Kehadiran dewan pendidikan dalam kamus pendidikan Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk mendemokrasikan pendidikan.

3. Kecerdasan Intelektual dan Spiritual

Kiprah perguran tinggi dalam rekonstruksi social, budaya dan politik di Indonesia kini tidak hanya sebagai instrument nasional di daerah dengan Tri Dharma PT-nya. Menghadapi persoalaan bangsa yang masih terus menerus dalam belenggu krisis multidimensional, peran PT seharusnya tidak hanya terkait kecerdasan intelektual, tetapi sudah saatnya diperluas dengan member ruang bagi kecerdasan spiritual masyarakat bangsa.

Perluasan tanggung jawab PT tersebut adalah suatu keharusan, sejalan dengan bergesernya titik krisis yang menimpa bangsa ini dari krisis ekonomi ke krisis moral. Setiap individu atau juga masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan memahami kebenaran, keadilan dan kebaikan.


Bab 5. Pendidikan Pascasarjana dan Produksi Gagasan-gagasan

1. Pendahuluan

Pengalaman penulis sebagai anggota parlemen yang terlibat dalam memutuskan kebijakan pendidikan nasional, sering berhadapan dengan persoalan pendidikan yangriil di masyarakat. Kondisi riil di masyarakat tersebut diperoleh melalui aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada anggota parlemen. Sedangkan kebijakan pendidikan nasional merupakan hasil perdebatan dari perbedaan-perbedaan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Dengan dua fenomena pendidikan di atas yaitu tujun diselenggarakannya pendidikan pascasarjana dan persoalan pendidikan yang riil di masyarakat, penulis menangkap adanaya prsoalan yang penting.

2. Gambaran Pendidikan di Indonesia

Peningkatan mutu SDM melalui pembangunan pendidikn dipandang sebagai upaya peningkatan kemampuan daya saing bangsa dalam era globalisai, sehingga Banga Indonesia mampu berkompetisi dengan Negara-negara maju lainnya didunia.

Dalam keadaan seperti ini upaya pembangunan pendidikan nampakmdihadapkan pada beberapa pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembngunan dengan mengalokasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandanglebih maju dalam ea reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini parallel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.

Menurut McRay, fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada adasrnya merujuk pada factor-faktor : (1) keluwesan untuk melakukan diversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar, (2) kemampuan penguasaan teknologi cepat melalui reverse engineering, (3) besarnya tabungan masyarakat, (4) mutu pendidikan yang baik dan (5) etos kerja.

Dalam era globalisasi, peluang untuk memiliki pertumbuhanekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu Negara akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki : (1) pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika pembangunan yang tengah berlangsung, (2) jenjang pendidikan yang semakin tinggi, (3) keterampilan dan keahlian yang berlatarbelakang ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) kemampuan untuk menghasilkan produk-produk, baik dari kualitas harga, maupun bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar global.

3. Kajian Kebijakan Pendidikan

Pertama, mengenai tujuan dan arah pendidikan nasional. Bertolak belakang dari tujuan pendidikn, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Sistem pendidikan Nsional yaitumencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk kehidupan bangsa dan membentuk karakter bangsa.

Kedua, masalah anggaran. Ketidakberesan dalam manajemen pendidikan itu terlihat ketika masalah penting harus dikedepankan seperti pengupayakan dana pendidikan yang didorong untuk terus menerus mncapai angka 20%.

Ketiga, kebijakan peningkatan kesejahteraan guru. Pemerintah harus sungguh-sungguh komitmen di bidang pendididkan sangat memperhatikan nasib guru.

Keempat, kebijak pemerataan pendidikan. Persoalan pemerataan pendidikan selama ini masih menjadi persoalan besar. Hanya orang dengan dana yang kuat yang mendapat kesempatan besar untuk memperoleh pendidikan.

BAGIAN KETIGA :EONOMI POLITIK PENDIDIKAN

Bab 6. Membangun Civil Society Melalui Pendidikan

1. Pendahuluan
Semua orang boleh menyampaikan apa yang dimuinya tnpa adanya batasan-batasan yang dianggap tidak wajar, sehingga yang terjadi justru, guliran reformasi tidak menghasilkan hal yang produktif, tetapi justru sebaliknya, kontra produktif. Selanjunya masyarakat dihinggapi rasa “muak” karena semua berbicara tetapi tidak banyak berbuat.

Akrinya muncul pandangan baru bahwa masa-masa kekuasaan rezim yang baru tumbang lebih memberikan keamanan dan ketentraman, dari pada penguasa baru silih berganti.

2. Masyarakat Sipil

Larry Diamond mencoba menjelaskan masyarakat sipil sebagai suatu bentuk organisasi social yang bersifat sukarela, mengatur sendiri, yang mampu untuk menyangga sendiri otonomi dari Negara dan terikat oleh pemerintahan resmi atau sejumlah UU yang ada.

Posisi masyarakat sipil adalah komunitas menengah, berada di anatara masyarakat bawah dan Negara. Di luar individu dan keluarga, mencerminkan aktivitas kelompok. Dari sini kita bias memahami bahwa masyarakat sipil dapat dipahami dirinya tidak mempersempit kategori sinonim dengan masyarakat atau segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan Negara atau system politik.

Namun demikian masyarakat sipil “berhubungan dengan Negara” dalam beberapa hal, tetapi tidak bertujuan untuk memenangkan kekuatan formal atau kekuatan resmi dalam Negara. Karena itu organisasi masyarakat sipil meminta kepada Negara kelonggaran, keuntungn, perubahan kebijakan, keringanan, ganti rugi atau pertanggung jawaban.

3. Pendidikan Memadai

Karena pentingnya pendidikan yang memadai, penerima nobel bidang ekonomi, Amartya Sen mengisyaratkan pntingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat. Sen menegaskan, pembangunan merupakan proses pelapangan kebebasan masyarakat. Kebebasan menjadi tolak ukur apakah pembangunan ada pada jalur yang benar atau tidak.

Dalam menyampaikan gagasan tersebut, Sen menggunakan argumentasinya dalam dua alasan. Pertama, alasan evaluative, penilaian atas kemajuan masyarakat harus didasarkan pada sejauh mana kebebasan masyarakat meningkat. Kedua, alasan efektivitas, pencapaian pembangunan bergantung pada tingkat kualitas kebebasan rakyat.

Kebebasan memiliki elemen fundamental, yakni kapabilitas. Semakin besar kapabilitas seseorang , makin besar pula kebebasan yang dia miliki untuk merespon peluang-peluang yang ada. Begitu pula sebaliknya. Tentu yang dimaksudkan Sen adalah peluang-peluang positif.

Kapabilitas berperan langsung menentukan kualitas martabat dan kualitas seseorang. Selain itu, kapabilitas juga berperan tidak langsung dengan mempengaruhi perubahan social dan produksi ekonomi. Konsep kapabilitas menjadi jelas apabila ditempatkan bersama konsep functionings. Kapabilitas dan functionings merupakan istilah khas Sen. Dijelaskan, functionings menunjuk aneka bentuk pencapaian actual dalam hidup seseorang. Pencapaian itu mencakup taraf mengada dan kemampuan melakukan tindakan yang dipandang berharga.

Pendidikan akan menjadi penting karena akan meningkatkan kapabilitas masyarakat. Apabila tingkat pendidikan masyarakat rendah, kapabilitasnya juga rendah. Akibatnya, anak-anak yang mampu mengenyam pendidikan tinggi hanya mereka yang berasal dari keluarga menengah atas. Apabila keadaan ini dibiarkan, akan berakibat ketidaksertaraan di masyarakat.


Bab 7. Pembangunan Ekonomi, Pendidikan dan Demokrasi

1. Pendahuluan

Salah satu pola perilaku kelembagaan pemerintah Orde Baru yang dinilai menghambat pembaharuan salama ini adalah dalam menentukan kepentingan program pendidikan, yang kerap kali menggunakan justifikasi kemapanan yang bersifat pasif. Dalam kontek inilah, reformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk merubah masukan pendidikan menjadi dampak pembanguanan.

Tulisan akan mencoba memaparkan bagian-bagian sebagai berikut : pembangunan yang hanya menitikberatkan pertumbuhan akan menghadapi kejenuhan, pendidikan menjadi pintu masuk bagi demokratis masyarakatnya.




2. Pembangunan yang Menitikneratkan Pertumbuhan

Dalam konteks sejarah pemikiran Indonesia, Soekarno menjadi pelopor dari kritikan terhadap dominasi internasional. Sebagai reaksi terhadap kolonialisme, Soekarno meletakkan dasar-dasar pmikiran mengenai nasionalisme. Berbeda dengan Gramsci yang meletakkan pemikiran dominasi internasional itu dalam kerangka identitas nasional dan proses nation building.

Dengan melihat kenyataan praktek ekonomi di Negara kita selama ini, ternyata Negara kita lebih cenderung melihat masalah ekonomi Negara sebagaimana pendang kapitalismeyakni keterbatasan/kelangakaan sumberdaya alam versus ketidakterbatasan keinginan/kebutuhan manusia. jadi tidaklah heran kalau Negara kita menggaungkan teori yang di kemukakan oleh W.W Rostow yang diberi nama dengan teori Pertumbuhan “ Negara kita menggaungkan teori tersebut, tetapi lupa akan dampak negative atau multi player negative effect dari teori tersebut yang akibatnya sejak pertengahan 1997 negara kita diterpa krisis ekonomi hingga saat ini.

3. Pendidikan yang dibutuhkan Indonesia

Menurut Boediono, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia mengakibatkan turunnya kesejahteraan rakyat. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat ini menyebabkan daya beli masyarakat terhadap baranag dan jasa menurun. Daya beli terhadap pelayanan pendidikan juga ikut turun, karena orang tua murid berkurang pendapatannya untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Dalam kedaan seperti ini, upaya pembangunan pendidikan Nampak dihadapkan pada pilihan : (1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai agar tidak terjadi stagnasi, bahkan setback, (2) meneruskan pembangunan dengan mengakomodasikan tuntutan-tuntutan subtantif kebijakan yang timbul akibat pola dan dinamika berpikir yang dipandang lebih maju dalam era reformasi ini, (3) keduanya, dengan asumsi bahwa pilihan ini paralel dengan upaya penanganan krisis pada tahap solusi operasional.

Dengan demikian, pembangunan pendidikan pada dasarnya merupakan upaya-upaya yang terpadu dari aspek-aspek pemerataan, peningkatan mutu relevansi pendidikan yang dilakukan secara efisien. Oleh karena itulah, aspek-aspek tersebut mnjadi tema pokok pembangunan pendidikan.

Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan system pendidikan yang efektif, integral, dan mengembangkan pendidik maupun peserta didik. Pertama, pemertaan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan. Kedua, perubahan system pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi. Ketiga, proses pendidikan yag holistic juga menuntut adanya budaya belajar di kalangan masyarakat.

Bab 8. Pengelolaan Otonomi Pendidikan

1. Pendahuluan

Otonomi daerah sudah berlangsung semenjak enam tahun lalu. Salah satu implikasi otonomi daerah dimaksud adalah dengan adanya otonomi atau desentralisasi pada bidang pendidikan. Otonomi daerah berarti terjadinya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota.

Dua isu besar yang mengiringi pelaksanaan otonomi pendidikan, selain dimulainya masa transisi desentralisasi pengelolaan pendidikan, adalah kecenderungan merosotnya hasil pembangunan pendidikan yang selama ini dicapai. Selanjutnya, selain dua hal di atas, muncul keberagaman daerah dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu pihak, ada daerah yang optimis dan di pihak lain pesimis.
2. Pembahasan

Dengan digulirkannya otonomi pendidikan yang merupakan salah satu kewenangan esensial daerah, peluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidiakn yang merupakan tolak ukur kualitas sumber daya manusia di daerah telah terbuka. Hal ini terjadi karena bupati/kepala daerah melalui dinas pendidikan saat ini memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kialitas pendidiakn di daerahnya \, baik melalui system penerimaan siswa, pembinaan profesionalisme guru, rekrutmen kepala sekolah, penentuan system evaluasi dan sebagainya.

Reformasi pendidikan perlu dilakukan mengingat bangsa ini akan ikut bermain adlam globalisasi di berbagai bidang. Semua komponen pendidikan mulai dari siswa, guru, sekolah, birokrat, orang tua dan seluruh lapisan masyarakat perlu prosktif dalam setiap gerakan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Sehingga dengan pelaksanaan otonomi pendidikan, dearah akan semakin leluasa untuk menentukan system pendidikan yang akan diterapkan di daerahnya.


BAGIAN KEEMPAT :
WAJIB BELAJAR & EVALUASI PENDIDIKAN
Bab 9. Komitmen Politik dan Sukses Wajib Belajar

1. Pendahluan

Pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan bangsa. Untuk meningkatkan pembangunan suatu bangsa diperlukan critical mass di bidang pendidikan yaitu suatu persentase penduduk dengan tingkat pendidikan tertentu yang harus disiapkan oleh suatu bangsa agar pembanguunan ekonomi bangsa tersebut dapat meningkat dengan cepat, karena adanya dukungan sumber daya manusia yang berkualitas dan memadai.

2. Wajib Belajar

Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudka critical mass, yaitu untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terdidik minimal memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang esensial, dan dapat digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dijadikan bekal untuk menjalani hidup dan menghadapi kehidupan dalam masyarakat.

Program pelaksanaan wajib belajar
Beberapa program pendukung pelaksanaan wajib belajar 9 tahun yang dilaksanakan selama ini meliuti : pendataan dan pemetaan sekolah, penyuluhan dan publikasi, pembentukan tim koordinasi di tingkat pusat dan daerah, pemberian penghargaan berupa piagam Widyakrama bagi kabupaten/ kotamadya yang berhasil menuntaskan wajib belajar 9 tahun, pemberian beasiswa bagi anak yang berasal dari keluarga miskin serta gerakan nasional orang tua asuh.

Hasil pelaksanaan wajib belajar
Dilihat dari indicator angka partisipasi, kecenderungan keberhasilan wajib belajar menunjukkan pola yang sama dengan kecenderungan perkembangan jumlah siswa. Indikator siswa putus sekolah menunjukkan kecenderungan menurun pada tahun-tahun pertama pencananngan.

Dilihat dari skala local, tingkat pencapaian angka partisipasi tiap provinsi bervariasi. Pada tahun 1994, hanya dua provinsi yang mencapai APK SLTP + MTs lebih dari 80% (tuntas pratama), yaitu Di Yogyakarta dan DKI Jakarta. Pada tahun 1998, posisi tingkat pencapaian wajib belajar 9 tahun berdasarkan propinsi ini masih relative sama. Namun hamper semu propinsi mengalami penurunan tingkat APK SLTP + MTs, kecuali 8 propinsi yang mengalami kenaikan APK tetapi sangat minimal, yaitu Di Yogyakarta, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, Irian Jaya.

Masalah pelaksanaan wajib belajar
Walaupun pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun khususnya pada empat tahun pertamasejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil, namun terdapat sejumlah masalah, disamping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Maslah-masalah tersebut meliputi : 1. kurangnya daya tampung siwa SLTP, khususnya di daerah pedesaan, terpencil, pedalaman dan perbatasan. 2. Tingginya angka putus sekolah tingkat SD dan tingkat SLTP. 3. Rendah mutu pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni sebagai salah satu indicator mutu pendidikan. 4. Rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat adanya hambatan geografis, social ekonomi dan masyarakat setempat. 5. Koordinasi wajib belajar khususnya di tingkat daerah belum berjalan dengan efektif.

3. Komitmen Politik (pendidikan kesetaraan)
Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang sisdiknas yang baru antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tentang globalisasi, kesetaraan dan keseimbanagan, jalur pendidikan and peserta didik.

Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.

Dengan demikian UU sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbanagan antara Iman,Ilmu dan amal. Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum, dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak muli, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.

PENDIDIKAN USIA DINI III


JAKARTA- Berkembangnya layanan pendidikan anak usia dini di masyarakat membutuhkan semakin banyak tutor yang memiliki kompetensi untuk bisa merangsang tumbuh-kembang anak usia 0-6 tahun secara maksimal. Namun, penghargaan atau insentif yang diberikan pemerintah kepada tutor pendidikan anak usia dini ini masih minim dan terbatas.Dari 188.834 tutor pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang ada saat ini, baru sekitar 30.000 tutor yang mendapatkan insentif dari pemerintah pada tahun 2008. Besarnya insentif yang diberikan berjumlah Rp 100.000, itupun hanya untuk enam bulan. Pada 2009, pemerintah mengajukan insentif untuk 50.000 tutor PAUD. Besarnya Rp 1,2 juta/tutor/tahun. "Karena dana yang masih terbatas, nanti ada kuota tutor PAUD yang menerima insentif di setiap daerah," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional yang dihubungi dari Jakarta.Menurut Sujarwo, pemerintah daerah perlu menyediakan anggaran untuk tutor PAUD guna mendukung insentif yang sudah diberikan pemerintah pusat. Peran tutor ini penting untuk mendukung lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, yang terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal.Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah menyadari betul perlunya meningkatkan layanan PAUD. Untuk itu, lembaga-lembaga PAUD terutama nonformal akan diperbanyak."Masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk di dalamnya adalah perawatan-perawatan yang sifatnya medis. Kemudian memberikan gizi dan rangsangan-rangsangan kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplit bukan hanya cerdas secara intelektual saja," kata Bambang.PAUD begitu lama di Indonesia diabaikan dan baru mendapatkan perhatian setelah ada deklarasi Dakkar pada tahun 2000. Kemudian, Indonesia baru meresponnya pada 2002. Dari sisi anggaran, perhatian kepada PAUD dilonjakkan mulai 2005.Alokasi anggaran untuk PAUD masih difokuskan pada perluasan akses. Upaya ini mampu mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) PAUD yang saat ini mencapai 50,47 persen.

PENDIDIKAN USIA DINI III

Pendidikan Lalu Lintas Dini
Makin rawannya tingkat keselamatan di jalan raya yang ditunjukkan oleh terus meningkatnya angka kecelakaan yang terjadi dari tahun ke tahun menyebabkan perlunya digalakkan kembali pendidikan dan etika berlalu lintas sejak usia dini.Untuk itu, Shell Indonesia meluncurkan program Road Safety: Think Safety, Act Safely yang akan melibatkan sekitar 1.200 siswa-siswi kelas 4 dan 5 dari sepuluh sekolah dasar di Jakarta hingga akhir tahun 2008. "Program perubahan seperti ini, perlu early wins yaitu kemenangan-kemenagan untuk ke depannya," ujar Presiden Direktur PT Shell Indonesia Darwin Silalahi dalam acara peluncuran program ini di Jakarta, Rabu (28/5).Darwin mencontohkan anaknya yang merengek minta dibelikan handphone padahal umurnya baru lima tahun. Meski kurang setuju, Darwin akhirnya membelikan juga karena sebagian besar teman anaknya ternyata memiliki handphone. Dalam dua hari anaknya sudah mampu menghapal banyak nomor telepon orang-orang terdekatnya."Kemampuan menghapal dan meniru sesuatu itu sangat tinggi di tingkat SD. Nanti kami akan kembangkan lagi tapi kami mulai dari SD untuk memasyarakatkan perilaku sopan di jalanan, meski mulai dengan jumlah sangat kecil," tandasnya.Menurut Social Investment Manager PT Shell Indonesia Sri Endah program yang akan dikemas dalam roleplay dan simulasi ini nantinya akan diselenggarakan langsung di Taman Lalu Lintas (Traffic Park) Cibubur. "Kami akan ajarkan basic skill saja misalnya menyeberang jalan, atau pakai seat belt, paling tidak mereka nanti bisa ingatkan ayah ibunya ketika hendak mengendarai mobil untuk memakai seat belt," tukas Endah.Program ini akan dimulai pada 5 Juni mendatang dimulai untuk SDN 01 Menteng Atas dan disusul sembilan SD lainnya hingga akhir 2008, seperti SDN Klender 12, SDN Duren Sawit, SDN 02 Menteng Atas, SDN 04 Menteng Atas, SDN 19 Menteng Atas, SDN Gondangdia 03 Pagi, SDN Gondangdia 05 Pagi, SDN Cikini 02 pagi, dan SDN Cikini 04 pagi.Nantinya, pendidikan yang akan diadakan satu hari penuh untuk setiap SD akan memuat pengetahuan dasar tentang lalu lintas yang dikemas dengan interaktif dan fun serta memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berkendaraan langsung dengan menggunakan alat-alat peraga, seperti kendaraan-kendaraan kecil dan perlengkapannya serta rambu-rambu lalu lintas.Shell melalui program CSR-nya ini berharap program ini menjadi investasi jangka panjang terhadap mental generasi muda di jalanan.Menurut catatan Direktorat Lalu Lintas Polri, angka kecelakaan di Jakarta pada tahun 2007 tercatat 5.154 kejadian yang menyebabkan 999 orang meninggal dunia. Angka ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI III

Fokuskan Pendidikan Usia Dini ke Anak Usia 0-6 Tahun!
JAKARTA,KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah-daerah masih banyak berfokus pada usia 5-6 tahun atau anak-anak yang bersekolah di Taman Kanak-kanak. Akibatnya, empat tahun pertama di masa emas anak-anak tersebut menjadi kurang diperhatikan, padahal di usia tersebut mereka juga perlu dimaksimalkan potensi dan tumbuh kembangnya."Pendidikan anak usia dini atau PAUD itu penting mulai anak usia 0-6 tahun. Tetapi pemerintah daerah belum banyak yang mendukung karena tidak wajib seperti pendidikan dasar sembilan tahun," kata Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas, Hamid Muhammad, di Jakarta, Jumat (15/5).Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD tahun 2008 baru mencapai 50,03 persen dari 29,8 juta anak. Target APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun ini adalah 53,9 persen, baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama.Hamid mengatakan, upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil, yaitu di 50 kabupaten dari 21 provinsi di Indonesia. Intinya, kata dia, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD. "Total 783 ribu anak yang bisa masuk program ini," katanya.Hamid mengungkapkan, kendala yang dihadapi untuk mendongkrak APK PAUD adalah tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD. Anggota masyarakat, kata dia, terutama di daerah pedesaan kurang peduli terhadap PAUD. "Bagi mereka yang penting masuk sekolah dasar. Padahal betapa pentingnya PAUD sebagai landasan wajib belajar sembilan tahun," katanya.Pemerintah, kata Hamid, juga memberikan perhatian terhadap tutor PAUD. Dia menjelaskan, tutor PAUD tidak seperti guru pada taman kanak-kanak yang diwajibkan berkualifikasi S1 ditambah pendidikan profesi. Tutor PAUD, kata dia, dilihat dari kompetensinya."Belum ada standardisasi kualifikasi, tetapi secara bertahap akan kita lakukan beberapa standardisasi. Sementara ini yang kita lakukan dengan pelatihan," katanya.Direktur PAUD Depdiknas Sudjarwo Singowidjojo menyampaikan, upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan APK PAUD adalah diversifikasi bentuk-bentuk PAUD, yakni kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis. Dia mencontohkan, melalui PAUD sejenis yaitu dengan membina di antaranya posyandu dan taman pendidikan Alquran."Kemudian dengan melakukan kemitraan dengan organisasi perempuan seperti Aisyiyah, Muslimat NU, dan PKK. Diharapkan, APK PAUD dapat mencapai 72,6 persen pada 2014," katanya.Hamid mengatakan, progam PAUD didukung melalui APBN dan grant dari pemerintah Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, kata dia, program ini juga dibantu oleh UNICEF khususnya di kawasan Indonesia bagian timur. "Oleh karena itu, pada tahun ini, bersamaan dengan program reguler, APBN, dan pihak donor, kita akan melakukan kegiatan publikasi dan sosialisasi berupa sejumlah lomba," katanya.

PENDIDIKAN USIA DINI III


JAKARTA, SELASA - Investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi penting untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini atau PAUD hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. "Pendidikan anak usia dini sekarang ini terus tumbuh karena masyarakat sudah sadar pentingnya PAUD. Perhatian dan dukungan dari pemerintah juga akan terus diperkuat hingga ke lembaga PAUD di tingkat desa," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta.Guna menelaah peran dan kontribusi PAUD dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional, penyelenggaraan PAUD, serta strategi pengembangan PAUD secara holistik dan terpadu, pemerintah bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar dan lokakarya PAUD pada 26-27 November. Acara dihadiri sekitar 500 ornag dari pemerintah, dinas pendidikan, pemerhati PAUD, dan masyarakat.Pendidikan anak usia 0-6 tahun ini dinilai sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Sebab, anak-anak ini berada dalam masa keemasan, sekaligus periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan, anak hingga usia empat tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50 persen. Pada usia delapan tahun mencapai 80 persen, dan sisanya sekitar 20 persen diperoleh sat anak berusia delapan tahun ke atas.Menurut Sujarwo, lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal dengan 188.834 tutor. Pada 2009, pemerintah mengajukan anggaran untuk insentif tutor PAUD senilai Rp 1,2 juta per tahun bagi sekitar 50.000 tutor.Hartoyo, Ketua Departemen Fakultas Ekologi Manusia IPB, mengatakan penyelenggaraan PAUD bukan berfokus untuk mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi yang penting pembentukan karakter. "Jika sejak dini anak diajarkan untuk punya karakter baik, ketika dewasa diharapkan karakter itu bisa melekat dan menghasilkan anak-anak yang punya kepribadian dan moral baik," kata Hartoyo.

PENDIDIKAN USIA DINI III


Banyak orangtua dinilai masih mengabaikan emosi pada anak baik berupa rasa sedih, marah, dan bahagia sehingga tidak bisa terkelola dengan baik dan berdampak pada pembentukan mental emosionalnya."Orangtua masih banyak yang tidak menyadari emosi pada anak bahkan cenderung tidak peduli," kata pakar psikologi anak, Seto Mulyadi, di Padang, Jumat.Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto hadir di Padang dalam rangka memberikan seminar tentang "Pengelolaan Emosi pada Anak" diikuti ratusan guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dan orangtua di aula Kantor Gubernur Sumbar.Menurut dia, banyak orangtua yang hingga kini mengabaikan dan bahkan cenderung mengabaikan emosi pada anak padahal hal tersebut akan berdampak buruk pada perkembangan emosinya."Ada orangtua yang tidak menyadari anaknya marah atau sedih dan cenderung tidak peduli, padahal anak ketika itu butuh perhatian," katanya.Akibatnya, kata Seto anak akan tumbuh jadi tertutup dan tidak bisa mengelola emosinya dengan stabil.Seto mengatakan pendidikan pada anak usia dini atau usia nol sampai lima tahun sangat penting karena pada periode itulah masa emas pembentukan otak dan kepribadian anak."Pada masa itu sangat penting bagi orangtua untuk memberikan pendidikan bagi pembentukan sel otak dan emosional pada anak untuk membentuk kepribadiannya," katanya.Namun demikian, kata Seto, orangtua cenderung tidak menyadari dan mengabaikan masa tersebut, bahkan ada yang memberikan pendidikan tidak seimbang hanya membentuk kecerdasan intelektual saja dan mengabaikan kecerdasan emosional."Kini yang lebih berperan itu justru kecerdasan emosional dan spritual bukan kecerdasan intelektual saja," katanya.Oleh karena itu, dia mengimbau orangtua untuk memperhatikan pendidikan anak, misalnya dengan memasukkannya pada lembaga PAUD.Selain itu, orangtua juga diimbau lebih memberikan perhatian dan kasih sayang pada anak sehingga bisa membentuk untuk menjadi kepribadian yang utuh.

PENDIDIKAN DASAR III


Fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar.Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen.Yanti Sriyulianti, Koordinator Education Forum, di Jakarta, Selasa (13/1), mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai standar nasional merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat bisa menuntut pemerintah pusat dan daerah jika terjadi kesenjangan mutu pendidikan akibat sarana dan prasarana yang timpang di antara perkotaan dan pedesaan atau di antara sekolah-sekolah yang ada.Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat baca.Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya. Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih minim.Padahal, soal sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar nasional sarana dan prasarana. Peraturan ini memberi arah soal keberadaan perpustakaan di setiap sekolah.

PENDIDIKAN DASAR III


Idealnya siswa Sekolah Dasar (SD) cukup hanya diberikan tiga mata pelajaran, sebab semakin banyak mata pelajaran yang diberikan hanya akan menambah beban dan membuat mereka bingung.Pengamat Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU), Zulnaidi, di Medan, Sabtu (15/11), mengatakan, yang sangat dibutuhkan bagi anak didik ditingkat SD sebenarnya hanyalah tiga prinsip dasar pendidikan yakni pintar berhitung, pintar membaca, dan menulis. Dengan pintar membaca, apapun ilmu yang ingin diketahui bisa didapat dan jika memiliki pemikiran cemerlang siswa bisa menuangkannya dalam tulisan."Jadi di SD secara esensinya mata pelajaran itu tidak usah terlalu banyak agar siswa didik tidak menjadi stres dan kreativitasnya bisa lebih berkembang," katanya.Selama ini pendidikan di Indonesia juga belum bisa mencapai tujuan seperti yang tercantum dalam UU tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang bermutu adalah yang mampu membawa sumber daya manusia kearah yang lebih unggul.Sesuai undang-undang, pendidikan itu harus mampu mengantarkan para siswa menjadi warga negara yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap kemajuan bangsa, sehingga acuan kesuksesan pendidikan tidak hanya diukur dengan mampu menghasilkan uang banyak dan menjadi kaya.Kalau pendidikan hanya sebatas mampu menghasilkan uang, itu merupakan karakter pendidikan yang paling jelek dan sebaiknya para pelaku pendidikan harus berusaha mengubah orientasi pendidikan yang sudah terlanjur salah selama ini."Bukan negara yang kaya yang bisa menjamin pendidikan bermutu, tapi pendidikan bermutu yang bisa menjadikan sebuah negara menjadi kaya. Jadi saat ini adalah bagaimana caranya kita semua termasuk pemerintah bisa mengendalikan pendidikan kearah yang lebih baik lagi," katanya.

PENDIDIKAN DASAR III

Bantuan operasional sekolah (BOS), yang bertujuan agar pendidikan tingkat dasar dan menengah menjadi gratis, diduga rawan tindakan korupsi. Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan bahkan menyatakan,korupsi aliran dana BOS diduga melibatkan kepala sekolah dan pejabat di dinas yang membidangi pendidikan.Menurut dia,korupsi di lembaga pendidikan ini sudah berlangsung secara sistematis dan bersama-sama. Ada dua modus dalam korupsi ini,berupa pemerasan dan setoran. “Pemerasan dilakukan oleh pejabat dinas dan kepada sekolah. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak untuk melawan pemerasan ini.Jika sekolah tidak memberikan uang, akses untuk mendapatkan proyek berikutnya akan ditutup,” ujar Ade dalam diskusi “Upaya Melawan Korupsi dalam Program Pendidikan Gratis” di Jakarta kemarin. Adapun modus setoran terjadi jika pihak sekolah, atas inisiatif sendiri, memberikan uang kepada pejabat dinas sebagai pelicin.“Uang pelicin ini juga berperan untuk memperkuat posisi sekolah di mata pejabat dinas,”bebernya. Uang tersebut diambilkan dari dana BOS dengan cara memotong dana siswa antara Rp3.000 hingga Rp5.000 per siswa. Seharusnya dana BOS dipakai agar sekolah tidak lagi menarik biaya kepada orang tua murid. BOS telah digulirkan pemerintah sejak 2005 dan di 2009 ini pemerintah memberikan BOS Rp397.000 per siswa SD per tahun, sedangkan siswa SMP mendapatkan Rp570.000 per tahun. Program ini diberikan kepada semua siswa,baik di sekolah negeri maupun swasta, kecuali sekolah internasional. Depdiknas pada 2009 ini menegaskan bahwa mulai tahun ini SD dan SMP tanpa pungutan lain.Tetap saja,Ade mengkritik realisasi program sekolah gratis ini.Alasannya,kendati telah ada BOS sejak 2006, jumlah pungutan kepada orang tua siswa justru makin bertambah.

PENDIDIKAN DASAR III

Program Pengelolaan Pendidikan Dasar (MBE)
MBE adalah singkatan dari Managing Basic Education atau Program Pengelolaan Pendidikan Dasar. Program yang didukung oleh USAID ini bertujuan meningkatkan kemampuan SDM di tingkat Kabupaten/Kota (Daerah) agar mampu mengelola Pendidikan Dasar. MBE adalah suatu bagian dari program USAID yang lebih luas dalam meningkatkan kemampuan SDM Pemerintah Daerah. Pendidikan Dasar dipilih sebagai fokus program ini dengan alasan bahwa sektor ini adalah bagian terbesar yang dikelola oleh Daerah. Selain itu, Pendidikan Dasar adalah kunci pembangunan sosial dan ekonomi, baik untuk masa kini maupun masa depan. Program ini dikelola oleh konsultan RTI (Research Triangle Institute).Program ini diutamakan bekerja di tingkat kabupaten/kota, dengan mengembangkan praktek-praktek yang baik yang sudah ada dan mendorong pengembangan dan diseminasi praktek yang baik tersebut dan gagasan-gagasan lain di tingkat kabupaten/kota. Praktek ini meliputi:Fasilitas dan Pengelolaan PegawaiPendanaan SekolahManajeman Berbasis Sekolah (MBS) dan Peran Serta Masyarakat (PSM)Proses Belajar Mengajar

PENDIDIKAN DASAR III

Pendidikan Dasar, Kuantitas Vs Kualitas?
Salah satu konsensus dunia dalam bidang pendidikan adalah menjamin 100 persen anak bisa menyelesaikanpendidikan dasarnya selambat- lambatnya tahun 2015 (MDGs 2015).Terkait pendidikan dasar, gerakan Education For All (EFA) juga bertujuan meningkatkan keadilan mendapat pendidikanbagi anak perempuan, kelompok yang kurang beruntung, dan peningkatan kualitas hasil pendidikan.Independent Evaluation Group (IEG), sebuah lembaga penelitian di bawah Bank Dunia, menjadikan tema kualitas hasilpendidikan dasar ini sebagai isu utama, dalam laporan From Schooling Access to Learning Outcomes: An UnfinishedAgenda, 2006. Penekanan terhadap kualitas hasil pendidikan dasar dimunculkan sebagai isu utama dalam arahanpembangunan pendidikan dasar dunia ke depan. Sebab, perolehan keterampilan dan pengetahuan dasar sepertimembaca dan berhitung sesuai standar merupakan aset berharga untuk membebaskan individu dari jeratan lingkarankemiskinan yang tak berkesudahan.Dilema kebijakanDalam konteks Indonesia, krisis ekonomi tahun 1997 menurunkan capaian angka partisipasi murni pendidikan dasarterutama pada keluarga miskin pedesaan, yang pada tahun 1988 mencapai 99,6 persen (BPS, 1988). Pemerintah lalumengintervensi sisi suplai dengan membangun gedung-gedung sekolah baru yang berlokasi dekat permukimanpenduduk, sekolah dua shift, dan program guru kontrak.Adapun intervensi sisi demand dilakukan melalui program pengurangan biaya sekolah, beasiswa, dan BantuanOperasional Sekolah (BOS). Dalam APBN 2007, jumlah anggaran pendidikan untuk semua program mencapai Rp 90,01triliun (sekitar 11,8 persen), masih jauh dari amanat UUD 1945 Amandemen, yaitu 20 persen dari APBN.Meski program JPS-Bidang Pendidikan berperan besar memulihkan tingkat daftaran SD, krisis yang belum sepenuhnyapulih menyisakan sejumlah angka putus SD. Penelitian terkini menyebutkan, meski salah satu alasan utama tidakbersekolahnya anak-anak usia pendidikan dasar adalah jauhnya jarak sekolah dengan rumah, faktor kemiskinan rumahtangga tetap menjadi kontributor utama (Elfindri dan Davy, 2006).Jangan lupa, program EFA juga mengamanatkan perbaikan kualitas output pendidikan (outcome learning), terutama bagianak- anak keluarga miskin. Rendahnya kualitas pendidikan menjadi akar masalah rendahnya kualitas hasil pendidikan.Gaung pemantauan kualitas pendidikan dasar jarang diperdengarkan Pemerintah Indonesia.Program subsidi bertarget cukup memberi kontribusi positif kepada perbaikan kualitas hasil belajar anak-anak darikelompok warga miskin dan mengurangi gap anak miskin dengan anak- anak kelompok warga lainnya.Selain itu, perbaikan manajemen sekolah—introduksi program peningkatan kualitas guru dan monitoring evaluasi hasilpembelajaran—kepada pimpinan sekolah juga menjadi syarat keberhasilan program. Pengawasan yang lebih ketatterhadap kemajuan hasil belajar siswa per grup karakteristik sosial ekonomi juga akan menjadi poin penting program.Relasi komplementerSebenarnya, relasi kuantitas-kualitas, yang selama ini diterima sebagai relasi substitusi, dapat diubah menjadi relasiyang bersifat komplementer. Peningkatan kualitas yang menjadi program berkesinambungan dan memakan waktu tetapmengharuskan siswa hadir di sekolah. Program monitoring pembelajaran tidak akan bisa berjalan, apalagi mencapaihasil, jika siswa tiba-tiba drop-out. Syarat utama kualitas siswa akan meningkat jika siswa hadir rutin di sekolah.Selanjutnya, hukum demand akan berlaku dengan sendirinya. Saat standar kualitas telah tercapai, dengan sendirinyadiharapkan kuantitas akan terjaga. Hal inilah yang menjadi faktor penjelas, mengapa sekolah swasta favorit tidak pernahsepi peminat. Bahkan pada beberapa kasus, orangtua kaya kini harus mengantre untuk mendaftarkan anak yang masukSD, 2-3 tahun ke depan. Hal sebaliknya, banyak orangtua kurang beruntung. Adagiumnya, anak mereka sekolah atau tidak,setelah itu nasib mereka tidak berubah.

PENDIDIKAN MENENGAH III


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 56 penyimpangan sebesar Rp 25,984 miliar di Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta. Itu baru hasil pemeriksaan BPK pada semester kedua 2005, khusus kinerja Dinas pada tahun anggaran 2004.Anggota BPK Baharuduin Aritonang mengatakan, BPK telah mengeluarkan rekomendasi untuk setiap kasus yang ditemukan. Termasuk rekomendasi itu adalah pemberian sanksi kepada petugas yang terlibat dan pengembalian uang ke kas negara.BPK telah melaporkan semua temuan itu ke Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. "Kami sudah laporkan. Selanjutnya Dewan yang harus mengejar," kata Baharudin.BPK membagi penyimpangan di Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi ke dalam dua kategori. Pertama, penyimpangan terhadap azas kehematan. Jumlahnya mencapai 33 kasus dengan nilai pemborosan sekitar Rp 5,713 miliar."Sebesar Rp 3,338 miliar tergolong merugikan keuangan negara," tulis BPK dalam dokumen laporan yang diterima Tempo.Termasuk dalam kategori pemborosan, misalnya, pembayaran ganda ganda akomodasi dan konsumsi pada loka karya peningkatan mutu SMA sebesar Rp Rp 437 juta, proyek pengadaan buku pelajaran dan perpustakaan kemahalan sekitar Rp 954 juta, dan pengadaan program Pesona Fisika dan Multimedia untuk SMA yang tidak sesuai aturan sebesar Rp 1,272 miliar.Jenis temuan kedua adalah penyimpangan yang mengakibatkan tak tercapainya tujuan program. Jumlahnya ada 33 kasus dengan nilai penyimpangan sekitar Rp 20,271 miliar. Dari jumlah itu, yang dianggap merugikan keuangan negara sekitar Rp 191 juta.Jadi, menurut BPK, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta paling tidak harus mengembalikan uang ke kas negara sebesar Rp 3,529 miliar.Kepala Dinas Pendidikan Menengah Tinggi DKI Jakarta Margani M Mustar membantah ada penyimpangan di lembaganya. "Tak ada penyimpangan, tak ada kerugian negara," kata Margani kepada Tempo di kantornya, Jumat (2/6) malam.Awalnya, kata Margani, Dinas menyambut baik keinginan BPK memeriksa. "Kami senang, karena kami pikir akan mendapatkan feed back." Tapi, kata Margani, saat pemeriksaan itu berakhir, "Kami kecewa dengan hasil pemeriksaan BPK."Menurut Margani, temuan BPK-lembaga audit tertinggi negara-itu bertentangan dengan temuan Badan Pengawasan Daerah yang juga memeriksa Dinas Pendidikan Menengah pada periode yang sama, Lembaga audit tingak provinsi itu, kata Margani, sama sekali tak menemukan penyimpangan.Meski begitu, Dinas Pendidikan Menengah kini tengah meneliti ulang temuan BPK. Termasuk yang diteliti itu temuan pembayaran ganda akomodasi dan konsumsi workshop peningkatan mutu SMA."Kami heran mengapa kasus itu masih dipublikasi. Kami sebelumnya telah memberi tanggapan, itu sesuai anggaran dalam daftar isian proyek." Jika dalam penelitian ulang temuan BPK tidak terbukti, kata Margani, "Dinas tak akan mematuhi rekomendasi BPK."

PENDIDIKAN MENENGAH III

Naskah soal Ujian Nasional (UNAS) untuk jenjang pendidikan SMA, SMA Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan SMK se-kota Malang, sesuai jadwal Selasa (14/4) kemarin sudah tiba dan langsung diamankan di aula Mapolresta Malang. Berbagai isu mengenai kemungkinan naskah tersebut bocor dan diperjual belikan, seperti biasa langsung berhembus di kalangan masyarakat.Menanggapi isu dan wacana tersebut, Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Nasional Kota Malang, Sugiharto, meminta masyarakat jangan terburu-buru menafsirkan bahwa soal Unas selalu bisa bocor. Menurut Sugiharto, berbagai isu tersebut malah bisa menjadi senjata baru bagi pelaku penjahatan, khususnya dalam menciptakan modus penipuan. ”Seperti yang terjadi tahun lalu. Ada soal bocor, setelah kami sita, ternyata naskah tersebut bukan soal Unas. Melainkan kumpulan soal tahun-tahun sebelumnya, yang kopnya sudah diganti dengan tulisan unas tahun itu. Masyarakat lalu terkecoh,” ujar Sugiharto.Selain hal tersebut, Sugiharto meyakinkan masyarakat, khususnya para pelajar, agar jangan tertipu bila menemukan fenomena tulisan kunci jawaban di kamar mandi sekolah penyelenggara Unas. ”Siapa saja, termasuk orang bodoh sekalipun, bisa kan membuat coretan ngawur tersebut,” ucapnya.Sugiharto menjamin, selepas naskah soal tersebut keluar dari percetakan dan menuju Polresta Malang, tidak akan ada kemungkinan soal tersebut bocor. Parameternya, lanjut Sugiharto, adalah amplop yang masih tersegel.Namun, Sugiharto tak mengelak, kemungkinan soal tersebut bocor saat di percetakan tetap ada. ”Namun, saya kira kemungkinan itu juga minim. Setahu saya, untuk menghindari pencurian soal, pegawai percetakan tidak diperbolehkan memakai pakaian tanpa saku. Mereka juga dilarang pakai alas kaki,” bebernya.Selain urusan naskah soal yang dianggap sudah beres, uang subsidi dari pemerintah untuk tiap sekolah kemarin sudah cair dan diserahkan ke masing-masing sekolah. Uang dengan jumlah total mencapai Rp 741.165.000 tersebut, diserahkan oleh Dindik Kota Malang ke Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), lalu dibagikan ke tiap sekolah.Untuk tiap siswa SMP dan sederajat, akan mendapat subsidi sebesar Rp 25.000. Sementara siswa SMA, mendapat subsidi Rp 30.000. Uang tersebut digunakan sekolah untuk pengadaan naskah soal, konsumsi pengawas dan panitia, serta uang transport selama digunakan untuk kepentingan unas.”Logikanya, beberapa sekolah pasti ada yang masih kekurangan dengan subsidi itu. Tapi, perintah Diknas, tiap sekolah dilarang memungut uang untuk biaya unas ke setiap pelajar tanpa kecuali,” imbuhnya. DiamankanSementara itu, soal-soal ujian Unas untuk wilayah Kota Malang kemarin tiba di Mapolresta Malang pada pukul 16.00 WIB, diantar truk oranye milik PT Pos Indonesia yang pintu bagian belakangnya ditempeli segel bertuliskan DOKUMEN NEGARA.Ratusan kardus berisi soal ujian tersebut, kemudian di masukkan ke ruang aula yang terletak di bagian belakang Mapolresta Malang.Setelah dilakukan pengecekan jumlah kardus yang diterima yang dicocokan dengan berita acara penyerahan, aula kemudian di kunci dan hanya akan dibuka saat Unas dilangsungkan yakni tanggal 20 April.Kepala Bagian Bina Mitra Polresta Malang, Kompol Suhartini Eko memastikan seluruh kardus berisi soal-soal untuk UNAS di wilayah Malang akan tetap steril alias aman dari pencurian karena akan dijaga selama 24 jam penuh hingga hari pendistribusian.“Akan ada satu anggota yang berjaga disamping satu petugas dari Departemen Pendidikan, selain itu akan ada satu anggota berpangkat perwira yang akan mengawasi,” kata Suhartini.Untuk pendistribusian soal ke sekolah-sekolah, akan dilakukan mulai pukul 05.00 WIB mulai 20 April hingga 25 April yang akan diambil langsung oleh Kepala Sub Rayon. Proses pendistribusian ke sekolah-sekolah atau tempat pelaksanaa Unas akan selalu mendapatkan pengawalan dari polisi.Suhartini menambahkan, polisi juga akan dilibatkan dalam proses pengumpulan lembar jawaban komputer dari pada siswa. “Setelah ujian, LJK yang dikumpulkan di Diknas juga bakan dikawal oleh Polsisi, termasuk untuk mengirim LJK tersebut untuk di scan dimana untuk wilayah Malang akan dilakukan di Universitas Airlangga Surabaya,” kata Suhartini.

PENDIDIKAN MENENGAH III


Ratusan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pontianak, mengikuti pendidikan anti korupsi selama sehari di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut, bertujuan untuk membangun generari penerus bangasa yang anti korupsi sejak dini.“Sasaran kita selain memberantas TPK (Tindak Pidana Korupsi) juga pencegahan TPK, yang dimulai sejak usia kanak-kanak,” kata Staf Fungsionaris KPK, Ryan H. Utama, saat memberikan materi pada ‘Seminar Sehari Pendidikan Anti Korupsi di Bangku Sekolah”, di Pontianak, Jumat (16/1).Ia mengatakan, sukses tidaknya pemberantasan TPK di Indonesia tergantung kepada kemauan masyarakat sendiri untuk memberantas tindakan penyelewengan. “Mari kita bangun generasi penerus bangsa yang anti korupsi, mulai dari prilaku suka menyontek di kelas, karena prilaku tersebut bisa memupuk tindakan pelanggaran kecil ke besar,” katanya.Ryan menambahkan, guna membangun generasi penerus yang anti korupsi tidak cukup hanya peran KPK dan instansi lain, tetapi dibutuhkan komitmen yang kuat dari pihak penyelenggara pendidikan, sekolah, lingkungan belajar dan lingkungan masyarakat.Instansi pendidikan juga dituntut menyelenggarakan pendidikan secara transparan, sehingga memberikan contoh tauladan kepada anak didik mereka.Ada sembilan dasar anti korupsi yang harus dibangun pada generasi penerus, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, peduli, dan berani. “Kalau sembilan dasar anti korupsi sudah tertanam dan dilakukan dalam perilaku anak didik. Insya Allah praktek KKN di Indonesia akan berkurang bahkan hilang,” ujarnya.Sementa itu, Yuda, seorang peserta seminar dari SMAN 1 Sungai Raya, menyatakan terima kasih kepada pihak Panitia yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pontianak, yang dengan susah payah mengadakan seminar anti korupsi tersebut untuk siswa dan siswi SMA di Pontianak.“Setelah mengikuti seminar ini, kami jadi mengetahui prilaku menyimpang yang selama ini dinilai biasa-biasa saja bisa menjadi guru besar untuk praktek KKN di kemudian hari, seperti menyontek,” katanya.Yuda meminta, KPK tidak hanya menangani kasus TPK yang ada di Jakarta, karena banyak kasus korupsi yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, yang telah merugikan negara dibiarkan begitu saja.Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, ketika berkunjung ke Pontianak pertengahan Desember 2008, mengatakan sejak dibentuk hingga tahun 2008, pihaknya sudah menerima sebanyak 468 laporan atau sebesar 1,5 persen dari masyarakat Provinsi Kalbar, dari total 30 ribu laporan atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) seluruh Indonesia.Posisi tingginya laporan untuk kasus Tipikor, Kalbar berada di bawah Provinsi Kalimantan Selatan, dengan jumlah laporan sebanyak 554 kasus.“Tidak semua laporan dugaan Tipikor dari masyarakat langsung kita tindak lanjuti, melainkan dipilah-pilah lagi sesuai dengan kriteria dan tindakannya, sehingga antara KPK dan Kejaksaan bisa berkoordinasi siapa yang paling berkompeten menangani kasus korupsi tersebut,” katanya.Ia menjelaskan, secara garis besar Tipikor yang dilaporkan tersebut, yaitu dugaan penyimpangan penggunaan APBD, penyimpangan pengadaan barang dan jasa, penyimpangan yang menyangkut bantuan sosial, pada dasarnya untuk kepentingan publik tetapi pada pelaksanaannya dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.“Kita tidak punya target dalam penanganan kasus-kasus Tipikor, tetapi akan berupaya semaksimal mungkin dalam penanganannya, terutama untuk kasus Tipikor yang punya bukti cukup,”

PENDIDIKAN MENENGAH III

PENDIDIKAN JARAK JAUH
Pendidikan Jarak Jauh secara tersurat sudah termaktub di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang "Sistem Pendidikan Nasional". Rumusan tentang Pendidikan Jarak Jauh terlihat pada BAB VI Jalur, jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian Kesepuluh Pendidikan Jarak Jauh pada Pasal 31 berbunyi : (1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tata muka atau regular; (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta system penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standard nasional pendidikan; (4) Ketentuan mengenai penyelenggarakan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.Ini menunjukan kepada kita bahwa pendidikan jarak jauh merupakan program pemerintah yang perlu terus didukung. Pemerintah merasakan bahwa kondisi pendidikan negeri kita perlu terus dibenahi, dan tentunya diperlukan strategi yang tepat, terencana dan simultan. Selama ini belum tersentuh secara optimal, karena banyak hal yang juga perlu dipertimbangkan dan dilakukan pemerintah didalam kerangka peningkatan kualitas sector pendidikan.Pendidikan jarak jauh pada kondisi awal sudah dijalankan pemerintah melalui berbagai upaya, baik melalui Belajar Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Universitas Terbuka, mapun Pendidikan Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional, melalui program pembelajaran multimedia, dengan program SLTP dan SMU Terbuka, Pendidikan dan Latihan Siaran Radio Pendidikan.Berkenaan dengan itu, yang pasti sasaran dari program pendidikan jarak jauh tidak lain adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak bangsa yang belum tersentuh mengecap pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, bahkan tidak terkecuali anak didik yang sempat putus sekolah, baik untuk pendidikan dasar, menengah. Demikian pula bagi para guru yang memiliki sertifikasi lulusan SPG/SGO/KPG yang karena kondisi tempat bertugas di daerah terpencil, pedalaman, di pergunungan, dan banyak pula yang dipisahkan antar pulau, maka peluang untuk mendapatkan pendidikan melalui program pendidikan jarak jauh mutlak terbuka lebar. Perlu dicatat bahwa pemerintah telah melakukan dengan berbagai terobosan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Upaya keras yang dilakukan adalah berkaiatan dengan lokalisasi daerah terpencil, pedalaman yang sangat terbatas oleh berbagai hal, seperti transportasi, komunikasi, maupun informasi. Hal ini sesegera mungkin untuk diantisipasi, sehingga jurang ketertinggalan dengan masyarakat perkotaan tidak terlalu dalam, dan segera untuk diantisipasi.Semangat otonomi daerah memberikan angin segar terhadap pelaksanaan program pendidikan jarak jauh. Apalagi bila kita telusuri, masih banyak para guru yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi karena keterbatasan dana, ditambah lagi ketidakmungkinannya untuk meninggalkan sekolah, maka cita-cita untuk melanjutkan belum tercapai.Akan tetapi dengan melalui program pendidikan jarak jauh melalui pola pembelajaran multi media yang digalakan oleh Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Pendidikan Nasional, merupakan angin segar bagi para guru-guru yang berpendidikan SPG/SGO untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Diploma Dua melalui Program PGSD. Demikian pula bagi para guru-guru yang baru direkrut melalui program guru bantu yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat maupun guru kontrak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, pada umumnya banyak lulusan SMU/SMK/MA tentunya dari segi kualitas perlu terus ditingkatkan, apalagi yang menyangkut kemampuan didaktik, metodik dan paedogogik masih perlu banyak belajar, karena selama menjalani pendidikan di sekolah menengah tidak pernah mendapatkan materi tersebut. Mereka-mereka ini perlu diberi kesempatan untuk mengikuti program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) selama dua tahun.Katanya Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Dinas Pendidikan Nasional bekerjasama dengan LPTK, dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota tahun depan akan melaksanakan program pendidikan jarak jauh, yang akan diujicoba untuk lima propinsi se Indonesia, Yakni Propinsi Riau, Sumatera Barat, Papua, Gorontalo, dan Ujung Pandang.Pola yang diterapkan melalui program pembelajaran multimedia, dengan melibatkan LPTK yang ada, Dinas Kabupaten/Kota serta Pustekkom Propinsi. Para guru tidak perlu lagi meninggalkan tugas mengajar, dan tentunya proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif seperti biasa. Para tutorial dan teknisi dari LPTK yang akan datang ke daerah untuk melakukan proses pembelajaran.Telah terjadi distribusi hak dan wewenang antara, LPTK, Pustekkom, Dinas Pendidikan, dalam proses pelaksanaan, dan masing-masing tetap menyatukait, dan ada beberapa program yang dilaksanakan secara bersama-sama. Hal ini telah diatur sesuai dengan kesepakatan antara LPTK, Dinas Pendidikan, Pustekkom beberapa waktu yang lalu.Untuk itu Dinas Pendidikan Propinsi Riau bersama dengan LPTK (FKIP UNRI) akan melaksanakan sosialisasi tentang program ini, telah melakukan rapat koodinasi tanggal 15 November 2003 bersama seluruh kepala Dinas Pendidikan Propinsi Riau. Pada kesempatan itu Pemerintah Pusat melalui Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi memberikan beberapa informasi pada pertemuan itu. Sehingga kesepakatan untuk melaksanakan program peningkatan Sumber Daya Manusia dalam hal ini "Guru" dapat terwujud sesuai dengan apa yang direncanakan. Semoga.

PENDIDIKAN MENENGAH III

Tips Menaikkan Kemampuan Siswa SMP dan SMU
5 tips ini dapat membantu Anda dengan cepat untuk menaikkan kemampuan siswa dan sekolah Anda.
1. Naikan range nilai yang diharapkan. Jika Anda memiliki range penilaian seperti ini:range nilai: A (93-100), A- (90-92), B+ (87-89), B (83-86), B- (80-82), C+ (77-79), C (73-76), C- (70-72), D+ (67-69), D (63-66), D- (60-62), F (0-59) larilah, namun jangan berjalan ke tempat sampah terdekat lalu membuang hasil ujian itu. Naikkan rangenya. Jika range nilai yang diharapkan rendah maka hasil yang didapat akan selalu mengarah ke nilai yang rendah. Harapkan lebih dari siswa Anda dan ikat harapan itu menjadi sesuatu yang dapat diukur. Petunjuk: jika Anda menggunakannya untuk siswa Anda, apakah Anda juga menggunakannya untuk guru-guru? Lihat tips 2.
2. Konsistenlah terhadap respon yang diberikan terhadap semua prilaku baik berupa penghargaan maupun hukuman. Juga konsistenlah terhadap nilai yang telah Anda tetapkan dan prilaku Anda. Jagalah konsistensi Anda bahkan disaat kita sedih. Model konsistensi untuk menjaga kelangsungan kemampuan staff Anda ataupun siswa Anda.
3. Jelaskan secara rinci harapan Anda. Jangan menganggap seorang staff ataupun siswa mengetahui sesuatu. Komunikasikan dan jelaskan harapan tersebut. Ingatlah, pengkondisian dari pengalaman pekerjaan lampau, pengalaman sekolah, dan pengalaman rumah merupakan hal yang selalu ada dan mayoritas dari pengkondisian ini adalah negatif.
4. Berikan nilai lebih untuk keberhasilan akademik dan kepemimpinan siswa dibanding keberhasilan dalam bidang olahraga. Keberhasilan akademiklah yang akan membawa 99% siswa Anda kedalam dunia nyata, bukan kemampuan atletik mereka. Kembali kepada 3 tips awal.
5. Buanglah sampah dengan mengevaluasi strategi belajar Anda. Sebagai contoh, jika Anda menggunakan cooperative learning, tekankan hanya pada keterampilan yang diperlukan untuk menjadi berhasil.Apakah nilainya bagi Anda, jika semua orang di sekolah Anda semua berbaris dengan arah yang sama dengan penuh energy dan antusias?

PENDIDIKAN TINGGI III


Sebuah perguruan tinggi swasta menawarkan jenjang pendidikan S-1 dengan waktu studi hanya 1 tahun dengan biaya kurang dari Rp 10 juta.Sertifikasi guru, sebuah kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan para pendidik. Salah satu syarat utama untuk mendapat sertifikasi adalah, pendidik minimal mempunyai ijazah S-1. Sementara, saat ini masih banyak sekali guru yang hanya berijazah D-1, D-2, D-3, S-1 drop-out, bahkan ada yang hanya lulusan SMA. Mereka tentu tak ingin terganjal mendapatkan sertifikasi karena alasan jenjang pendidikan. Merespons kebutuhan 'pasar', banyak perguruan tinggi ramai-ramai membuka program pendidikan S-1 transfer, kelas jarak jauh, atau ekstensi Sabtu-Minggu. Ada pula yang menawarkan program S-1 instan, satu tahun dijamin bisa mendapat gelar sarjana. Program ini, tentu saja, banyak diminati orang-orang yang tergiur mengejar sertifikasi.Program sarjana instan ini, entah siapa yang berani menjamin kualitasnya. Karena idealnya, jenjang S-1 ditempuh dalam waktu empat tahun, dengan memperhitungkan banyaknya mata kuliah yang harus diambil, disertai kuliah praktik, magang, KKN, dan penyusunan skripsi. Mari kita berpikir bijak, pendidikan merupakan wahana untuk mendapatkan pencerahan, baik ilmu, sikap, dan moral. Apalah artinya gelar tinggi tetapi tidak bermoral. Pendidikan bukanlah ajang bisnis, kalaupun akan dikomersialisasikan, hendaknya tetap sesuai aturan main, jangan menyimpang dari rel.Gelar yang melekat di belakang atau di depan nama, merupakan tanggung jawab. Jika kita menyandang gelar sarjana x, tetapi tidak menguasai masalah x, apakah bisa disebut profesional?Sertifikasi guru, jangan menjadikan kita salah langkah. Bila guru sudah salah langkah, bagaimana bisa mendidik para siswa? Siapa lagi yang jadi suri tauladan?Instansi pemerintah ataupun penerima tenaga kerja harus benar-benar selektif dalam menyeleksi ijazah, antara sarjana dadakan dan sarjana murni yang ditempuh sesuai jalur, agar tidak terjadi kecemburuan sosial, atau bahkan pelecehan terhadap dunia pendidikan Indonesia.Gelar adalah beban moral, bukan alat gagah-gagahan. Berani menyandang gelar, berarti harus mumpuni dengan kompetensi keilmuannya.

PENDIDIKAN TINGGI III

Hari Pendidikan Nasional: Pendidikan untuk Siapa?
Rosmi Julitasari S

"Pilihlah sekolah menengah kejuruan agar cepat mendapat pekerjaan setelah lulus." Demikian kira-kira pesan iklan layanan masyarakat yang disampaikan Departeman Pendidikan Nasional. Iklan itu mengajak generasi muda usia sekolah menengah memilih sekolah menengah kejuruan ketimbang sekolah menengah umum. Iming-imingnya jelas: kemudahan mendapat pekerjaan. Sebab, menurut nalar pemasang iklan itu, lulusan sekolah kejuruan memiliki keahlian teknis yang dapat langsung diterapkan, dan tak perlu meneruskan ke pendidikan tinggi setingkat akademi atau universitas. Ada yang salah dalam iklan layanan itu. Pertama, iklan tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan tinggi yang berbiaya rendah. Artinya, alih-alih menurunkan biaya pendidikan tinggi untuk seluruh rakyat, pemerintah malah mendorong tunas-tunas bangsa tidak meneruskan pendidikan formal yang sebenarnya layak mereka dapatkan. Kedua, iklan itu juga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang layak bagi lulusan pendidikan tinggi. Demi menghindari tingginya angka pengangguran yang sebagian besar berasal dari lulusan pendidikan tinggi, pemerintah menghalangi generasi muda mengembangkan diri dan memilih memperbanyak sumber daya manusia kelas buruh. Perlakuan dan pilihan ini warisan mental dan siasat penjajah dulu. Dari sejarahnya, sekolah-sekolah kita dibentuk untuk mendukung substruktur industri dan dunia usaha. Penjajah Belanda memang tidak pernah berniat membangun universitas di negeri jajahannya, sehingga yang dibangun adalah institut-insitut yang menghasilkan kelas pekerja. Alasan kuat atas kebijakan tersebut adalah ketakutan kaum penjajah akan lahir kaum pemikir yang kemudian mengkritisi kolonialisme di tanah jajahannya bila pendidikan sekelas universitas dibangun. Nuansa penerapan kurikulum berbasis industri ini terlihat jelas dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang telah dijalankan beberapa tahun ini. Sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah hanya mendorong peserta didik untuk berhasil menyelesaikan pendidikan dengan ukuran angka tertentu, tanpa peduli pada proses yang telah dijalani tiap-tiap peserta didik. Hingga saat ini belum ada realisasi kurikulum yang secara konkret mengembangkan potensi diri dan pemikiran peserta didik. Sedikit sekali lembaga pendidikan seperti sekolah yang menyediakan fasilitas pengembangan individu yang berbasis konteks sosial dan budaya nasional. Yang ada melulu pengetahuan teknis dan intelektual statis yang kaku. Bila ada, tentu masyarakat dituntut pembayaran yang sangat mahal untuk itu. Masyarakat yang tidak mampu menyediakan dana untuk anak mereka tentu tidak dapat memilih, selain menerima sistem pendidikan kaku warisan penjajah Belanda. Kondisi ini diperburuk dengan kualitas guru yang tersedia. Bila pada masa lalu wibawa guru begitu besar dan dihormati, pada masa sekarang figur guru tidaklah begitu mempesona. Profesi ini pun bukan pilihan bagi kebanyakan lulusan pendidikan tinggi, karena hasil yang didapat dari segi ekonomi tidak begitu menjanjikan. Situasi dilematis ini mengakibatkan pula buruknya kinerja guru selama ini. Tekanan ekonomi, rendahnya penghargaan masyarakat, dan alasan-alasan struktural kepegawaian menyebabkan banyak guru yang enggan mengembangkan kemampuan. Terbukti saat diberlakukan KBK, banyak guru yang mengeluh keterbatasan dana dan fasilitas untuk melakukan hal tersebut. Padahal, bila ditelisik, banyak guru yang enggan menerapkan kurikulum tersebut karena mereka dituntut untuk mengembangkan dan merancang kurikulum sendiri, termasuk menggunakan berbagai sumber informasi di luar buku teks. Buruknya kinerja dan perkembangan dunia pendidikan yang dirasa amat lambat bisa saja akibat minimnya anggaran pendidikan yang dikucurkan pemerintah. Memang ada angin segar dengan ditetapkannya dana pendidikan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun kebijakan tersebut juga tidak pernah terealisasi hingga sekarang. Ada beberapa kalangan yang menganggap masalah kelemahan dan kekurangan kualitas pendidikan lebih didorong oleh kemiskinan yang semakin parah di Indonesia. Tapi kita perlu mencoba berkaca pada negara lain, India dan Kuba misalnya. Pendidikan di kedua negara tersebut bisa maju meski kemiskinan masih meraja lela. Pemerintah kedua negara tersebut memahami betul fungsi pendidikan, sehingga sistem pendidikan dan segala fasilitasnya tidak menjadi masalah yang mendasar. Agaknya sistem pendidikan di Indonesia memang masih mengawang-awang. Kusutnya permasalahan mulai dari kebijakan buku paket, ujian nasional, sampai tudingan penunjukan seseorang menjadi menteri pendidikan yang salah belum tersentuh untuk diselesaikan. Yang terjadi kemudian merebaknya sekolah alternatif. Mulai dari sekolah nasional plus hingga home schooling pada akhirnya terpaksa ada di Indonesia. Hal itu terjadi karena sikap kritis masyarakat yang semakin menuntut perbaikan sistem pendidikan. Perlu komitmen dan keterbukaan dari semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini. Karena, seperti pernah dikemukakan mantan Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef, jangan pernah main-main dengan pendidikan. (E4)

PENDIDIKAN TINGGI III


JAKARTA, KOMPAS.com - Raut wajah puluhan perempuan dan lelaki berusia 40 hingga 50-an tahun, yang duduk di bangku kayu berukuran dua orang, tampak serius mendengarkan paparan soal hukum pewarisan Mendel. Suasana hening sesekali pecah saat pengajar memancing peserta dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait materi yang baru dipaparkan.Meskipun usia tak terbilang muda lagi, puluhan guru yang kuliah atas inisiatif sendiri atau dikuliahkan pemerintah di Kabupaten Biak Nomfur, Papua, itu tetap bersemangat meraih gelar sarjana pendidikan. Selama empat semester atau dua tahun, guru-guru SD yang sudah kenyang dengan asam-manis jadi pendidik di Tanah Papua itu melakoni belajar secara mandiri, lalu beberapa kali tutorial atau kuliah tatap muka di Universitas Terbuka (UT) yang dipusatkan di SDN 1 Biak.Keterbatasan sarana belajar karena umumnya hanya mengandalkan modul, tidak menghalangi mereka untuk terus belajar. Para tutor yang guru SMA bergelar sarjana pendidikan tetap bisa diandalkan untuk membantu proses itu.Laban Rumbrapuh (52), Kepala SD YPK Bosnabraidi di Distrik Yawosi, setidaknya tiga kali seminggu menempuh jarak sekitar 60 kilometer untuk menghadiri kelas tutorial atau ujian. Perjalanan dua jam atau lebih itu tidak mudah karena taksi (angkutan umum) tidak selalu tersedia.Namun, Laban, yang 27 tahun jadi guru, berusaha tidak absen dari jadwal bertatap muka dengan tutor (istilah dosen di UT). ”Pertemuan dengan tutor kan cuma 12 kali per semester. Selebihnya, belajar sendiri dari buku atau kaset atau VCD. Kadang-kadang materi yang sedang dipelajari semakin jelas jika dibahas secara langsung dengan tutor,” ujar Laban yang kuliah dengan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak.Menurut Laban, mengingat usianya yang tak lagi muda, cukup sulit untuk bisa kembali ke bangku kuliah. Namun, kesempatan untuk kuliah lagi membuatnya bergairah untuk bisa belajar. ”Katanya untuk bisa ikut sertifikasi. Tetapi, buat saya ini kesempatan untuk meningkatkan diri,” kata Laban.Elieser Wabiser (45), guru SD YPK Dwar, di Distrik Warsa, mengatakan, keinginan guru di daerah untuk pengembangan diri sangat kuat. Namun, tanpa difasilitasi pemerintah daerah, guru kesulitan untuk bisa terus mengembangkan diri.”Untuk bisa sekolah S-1 lagi, misalnya, tidak mudah. Selain keuangan yang berat jika membiayai sendiri, di daerah terpencil tidak ada perguruan tinggi kependidikan. Kalau tidak dibukakan jalan oleh pemerintah, ya guru kesulitan. Untuk pelatihan lainnya juga biasanya kalau ada program dari pusat saja. Seringnya guru di kota yang dipilih,” kata Elieser.Untuk bisa menjalani kuliah di UT yang fleksibel, tetapi guru tidak boleh sampai mengabaikan tugasnya, bukan hal mudah. Elieser terpaksa tidak penuh mengajar demi bisa mendapatkan taksi yang membawanya ke ibu kota. ”Pukul 11 saya sudah selesaikan mengajar supaya bisa ikut tutorial jam dua siang. Nanti, jam mengajar yang kurang diganti hari lain. Siswa belajar sampai sore,” kata Elieser yang 8 tahun jadi guru PNS.Ada juga guru-guru yang mesti menyeberangi pulau, seperti di Padaido dan Numfor, agar bisa kuliah ke kota. Mereka kadang terhadang cuaca buruk.”Guru-guru pasti ingin bisa meningkatkan kualitas dirinya supaya bisa menghasilkan anak-anak didik yang lebih baik. Tetapi, kesempatan mendapat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru terbatas. Apalagi, di daerah yang jauh dari kota tidak mendapat banyak kesempatan,” kata Aqwila Musen, guru SD YPK Samber, Distrik Yendidori.Elieser yang membiayai sendiri kuliahnya itu mempertanyakan, ”Setelah guru ramai-ramai dikuliahkan S-1, terus apa? Yang penting itu kan guru terus dibina secara berkelanjutan agar pengetahuannya tidak ketinggalan, terutama guru di daerah pedalaman atau terpencil.”Tantangan BeratYusuf Slamet, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Nomfur, mengatakan tantangan meningkatkan kualifikasi akademik guru di daerah ini cukup berat. Baru sekitar 50 guru dari 3.000 guru SD bergelar sarjana pendidikan. ”Perkuliahan di UT cukup membantu karena penyelenggaraannya bisa disesuaikan keadaan di sini. Kami minta tutorial 12 kali dari pengajuan UT yang cuma delapan kali,” kata Yusuf.Kondisi guru-guru di daerah yang minim dalam pengembangan diri tersebut sejalan dengan temuan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Independen 2008 yang dibentuk Konsorsium Sertifikasi Guru.”Guru tidak bisa lagi diabaikan. Berbicara sol guru, tidak semata-mata soal peningkatan kesejahteraan. Peningkatan mutu mereka dalam pembelajaran juga sama pentingnya. Kondisi itu bisa dicapai dengan pelatihan yang berkesinambungan dan tanpa henti untuk semua guru, jadi jangan hanya untuk kepentingan sertifikasi. Para guru itu sebenarnya haus menimba ilmu yang terus berkembang,” kata Unifah Rosyidi, Ketua Tim Monev Independen 2008, sekaligus Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.Belajar MandiriDi tengah gencarnya pemerintah mewujudkan guru TK - SMA sederajat yang minimal berkualifikasi akademik D-IV/S-1, peran UT yang sejak 1984 bersifat terbuka dan jarak jauh menjadi cukup penting. Perguruan tinggi ini memiliki unit program belajar jarak jauh (UPBJJ) di tiap provinsi dan menyelenggarakan perkuliahan hingga ke kecamatan.Jumlah mahasiswa aktif di UT per Agustus 2008, 522.960 orang, --sekitar 12 persen jumlah mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebanyak 90 persen mahasiswa UT adalah guru, terutama guru SD.M Atwi Suparman, Rektor Universitas Terbuka, mengatakan, belajar di UT harus siap belajar mandiri. Mereka dibekali bahan ajar seperti modul, audio visual, dan VCD yang didesain untuk bisa dipelajari sendiri, tidak bergantung kepada dosen atau tutor.”Penggunaan internet untuk pembelajaran, registrasi, dan tutorial online sudah bisa diakses. Kendalanya, tidak semua daerah terjangkau internet dan tidak semua mahasiswa mampu menggunakan komputer,” katanya.Tian Belawati, Pembantu Rektor I Bidang Akademik UT, menjelaskan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar masih rendah, terutama di kalangan mahasiswa yang bekerja sebagai guru. Baru sekitar 6.000 mahasiswa UT memanfaatkan tutorial online.

PENDIDIKAN TINGGI III

Tantangan dan Tren Pendidikan Tinggi
Tantangan dan Tren Pendidikan Tinggi Institusi pendidikan tinggi (universitas) tidak steril dari tuntutan dan perkembangan zaman. Kemampuan menyikapi tantangan dan tren yang dibawa oleh zaman akan sangat menentukan apakah sebuah universitas dapat tetap kompetitif atau kehilangan pasar. Tantangan dan tren inilah yang memaksa dan mengharuskan universitas untuk menerapkan logika korporasi, dengan mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi pembiayaan, memperhitungkan setiap risiko (calculability), dan kemampuan untuk memprediksi tantangan dan tren ke depan (predictability). Dalam bahasa Kezar (2000), peran seorang rektor akan semakin menyerupai manajer perusahaan, dan manajemen universitas makin menitikberatkan pada akuntabilitas. Salah satu dampak dari perubahan ini adalah bergesernya fokus pendidikan dari sasaran utamanya, yaitu mahasiswa. Tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan tinggi yang bermutu dan murah pasti akan menyulitkan universitas dalam mendesain, baik program maupun kepastian lulusannya agar dapat diterima pasar kerja (Kovel-Jarboe, 2000). Setiap universitas dapat dipastikan memiliki problem sosialnya sendiri. Pada saat bersamaan, dalam setiap masyarakat juga memiliki masalah dan isu-isu yang berkaitan dengan dunia universitas. Strategi yang mungkin akurat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sangat bergantung pada kondisi struktur dan kepemimpinan di tingkat lokal dan latar belakang kesejarahan masyarakat itu sendiri. Segenap potensi sumber daya universitas seyogianya digunakan untuk memperbarui, memvalidasi, dan memperluas wilayah keilmuan yang bersifat humanis dengan menggunakan metode-metode pengetahuan standar. Metode pengetahuan tentu saja hanya dapat ditransmisi dalam suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan terbuka sebagai bentuk way of life. Pentingnya budaya demokratis yang bertanggung jawab di universitas adalah tuntutan lain dari kebutuhan dan perkembangan psikososial mahasiswa kita yang semakin sensitif terhadap semua jenis isu sosial dan politik (Dickinson, 1991). Otonomi dan tren pendidikan tinggi Isu otonomi pendidikan sebenarnya sudah dimulai di Indonesia sejak masa Presiden Habibie. Meskipun isu otonomi dan kebebasan akademis dalam beberapa hal sangat kontroversial, dalam batas tertentu kita harus menganggapnya sebagai kebutuhan yang bisa fleksibel. Otonomi adalah hak bagi setiap institusi untuk memutuskan apa yang baik bagi sebuah institusi tanpa ada gangguan dari pihak luar. Konsep ini jelas datang dari semangat kebebasan akademis, ketika hak-hak akademis individu untuk mengekspresikan opini mereka terjamin. Di dalam Magna Carta of European Universities yang ditandatangani pada 1988 oleh para rektor dari Universitas terbaik se-Eropa dikatakan bahwa universitas merupakan lembaga yang otonom di tengah-tengah masyarakat yang sangat beragam, baik secara geografis maupun budaya. Universitas adalah produsen utama hampir seluruh produk sosial, politik, dan budaya yang bersinggungan langsung dengan kehidupan masyarakat. Karena itu, keseluruhan proses belajar mengajar di universitas secara moral dan intelektual haruslah independen dan terlepas dari semua kepentingan politik dan kekuasaan. Kebebasan dalam menjalankan proses belajar mengajar dan melakukan riset secara terbuka merupakan pilihan strategis dan fundamental bagi universitas dalam rangka menjaga independensinya di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, universitas harus secara konsisten dan konsekuen menjaga prinsip-prinsip otonomi seperti: (1) Hak untuk mempekerjakan dan memecat staf akademis yang melanggar etika dan tidak dapat mengembangkan kapasitas akademisnya, (2) hak untuk memutuskan apa dan bagaimana proses belajar mengajar harus dijalankan, (3) hak untuk menyeleksi mahasiswa dan mengevaluasi performance mereka secara mandiri dan bertanggung jawab, serta (4) hak untuk memilih topik-topik riset yang mereka inginkan tanpa harus takut akan intervensi pihak luar. Di samping soal otonomi, beberapa isu penting soal bagaimana seharusnya sebuah universitas merespons perkembangan sosial budaya masyarakat juga harus diperhatikan. Isu tentang strategi kolaborasi yang harus dijalankan oleh universitas, strategi pendanaan, dan pentingnya memikirkan segmentasi yang bersinergi dengan bursa kerja merupakan keharusan yang perlu dipikirkan, direncanakan, dan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan (Zusman, 1999). Dalam rangka menarik minat pasar, pendidikan tinggi di Indonesia, mau tidak mau dan suka atau tidak suka, harus membuka program-program pelatihan, sertifikasi, serta kuliah jarak jauh yang dikelola dengan logika kolaboratif, yaitu ketersambungan dunia bisnis dan pendidikan. Networking atau jejaring adalah kata kunci yang harus dikembangkan secara terus-menerus oleh setiap universitas dalam rangka mencari pola partnership yang tepat antara universitas dan lembaga keuangan (bisnis, entertainer) dan lembaga riset. Selain itu, universitas diharapkan juga jeli dalam menjalin kolaborasi dengan sekolah menengah umum tertentu sebagai basis input-nya dan universitas lain terutama dalam rangka pemanfaatan sumber daya dan teknologi. Jika strategi kolaborasi ini berjalan, perencanaan pendidikan menjadi lebih mudah disosialisasikan ke tingkat masyarakat. Dengan demikian, pembukaan program-program baru yang berorientasi pada pasar atau kebutuhan masyarakat perlu dijajaki. Selain itu, dalam menjalankan strategi pendanaannya, lembaga pendidikan tinggi juga harus memperhatikan daya beli masyarakat. Karena itu, riset tentang pembelanjaan dana publik di sektor pendidikan harus dilakukan. Belajar dari tren yang berkembang di Amerika Serikat, skema distribusi dana pendidikan diubah dari 'subsidi' menjadi 'pinjaman'. Perubahan ini sudah barang tentu merugikan masyarakat kurang mampu, yang enggan terbebani utang. Meski demikian, permintaan pinjaman mahasiswa meningkat secara signifikan, yang jumlahnya naik dari setengah menjadi tiga perempat dana pinjaman dalam anggaran pemerintah pusat. Adapun di tingkat negara bagian, alokasi anggaran pendidikan menunjukkan peningkatan. Sumbangan korporasi untuk universitas pun meningkat. Di samping itu, semakin banyak negara bagian yang mengikuti jejak California mengenalkan skema pinjaman yang lunak (Kovel-Jarboe, P 2000). Strategi dan skema pendanaan yang berlaku saat ini di Amerika Serikat boleh jadi dapat menginspirasi lembaga pendidikan tinggi kita untuk melakukan kerja sama dengan perbankan dan pemerintah daerah dalam menggalang dana publik masuk ke sektor pendidikan tinggi. Ke depan, diharapkan ada riset mendalam yang secara spesifik melihat kemungkinan strategi pendanaan seperti ini bagi para mahasiswa kita di Indonesia. Strategi ketiga adalah bagaimana lembaga pendidikan memetakan kemampuannya dalam melihat segmentasi pasar. Harus kita sadari bahwa 'peta sosial' universitas senantiasa berubah, baik dalam hal komposisi umur dan jenis kelamin, serta konfigurasi mayoritas-minoritas. Hal yang penting diperhatikan adalah meningkatnya jumlah 'mahasiswa dewasa'. Ketika perusahaan mengurangi program-program pelatihan, karyawan berpaling pada institusi akademis. Universitas-universitas dan lembaga pendidikan tinggi yang tanggap akan kebutuhan ini, yaitu yang mampu menjanjikan peningkatan kemampuan akademis dan keahlian khusus, baik melalui kelas reguler maupun kelas jarak jauh, menjadi lebih kompetitif. Dengan kesadaran tentang the new student map, sesungguhnya kita menginginkan agar universitas di Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam melihat kebutuhan tenaga profesional di segala bidang dengan kebutuhan dunia birokrasi dan usaha. Para pekerja yang ingin memperoleh ilmu dan meningkatkan profesionalitas mereka perlu diakomodasi oleh lembaga pendidikan seperti universitas dengan membuka program-program yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan secara bertanggung jawab. Kesadaran tentang paradigma instruksional lembaga pendidikan kita juga tampaknya perlu digeser menjadi paradigma pembelajaran yang mengedepankan keberagaman model belajar dan multiple intelligences. Pada titik ini, peran dosen dan tenaga pengajar lainnya menjadi sangat penting. Karena itu, dosen dan tenaga akademis di setiap lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk memiliki kemampuan, pengetahuan, dan keahlian dalam memutuskan bagaimana dapat membantu mahasiswa belajar secara maksimal. Perubahan paradigma pembelajaran ini juga membawa konsekuensi logis kepada universitas untuk melakukan program-program penyegaran dan pelatihan yang dapat memacu kreativitas pembelajaran (Kezar, 2000).