Senin, 02 Maret 2009

Pendidikan Formal

Sertifikasi Keahlian dan Pendidikan Formal

Kata profesionalisme dan profesional berasal dari kata profesi yang biasa diartikan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan yang memerlukan keahlian. Seorang yang profesional berarti memiliki keahlian dalam mengerjakan sesuatu. Bekerja yang produktif, efisien dan memuaskan pelanggan adalah tuntutan dunia usaha pada masa kini. Hampir semua iklan lowongan pekerjaan selalu mensyaratkan tenaga sudah berpengalaman setelah pendidikan. Tuntutan itu memang wajar, walaupun sering dinilai tidak fair, karena berarti menafikan para alumni baru pencari kesempatan kerja. Tetapi sebenarnya perusahaan hanya menginginkan seseorang yang dapat bekerja secara profesional, dan untuk itu diminta tenaga yang sudah berpengalaman.

Standar keahlianBagaimana seseorang dapat menjadi profesional atau ahli, dan apa yang menjadi ukuran, itulah persoalan dalam ketenagakerjaan. Contoh, jikalau kita mencari seorang tukang batu. Tukang batu yang benar-benar ahli tidak akan segera didapat, dan biasanya diperoleh dengan mencari-cari informasi dari pengguna tenaga tukang itu sebelumnya. Meskipun kebenaran informasi itu sesungguhnya masih perlu dipertanyakan atau dibuktikan.Keahlian selain dapat diperoleh melalui pendidikan formal, di sekolah kejuruan, dan non-formal di balai pelatihan kerja atau lembaga penyelenggara kursus, bahkan di tempat kerja pada suatu perusahaan. Kendala yang dihadapi adalah selain sekolah kejuruan jumlahnya terbatas, kualitas keahlian masih belum dibakukan atau belum standar. Dengan kata lain belum adanya standar keahlian yang diakui dan dipercaya oleh dunia usaha.
Upaya standarisasi dengan penerbitan sertifikat keahlian merupakan langkah yang baik, sehingga dunia usaha lebih mudah dalam perekrutan tenaga baru serta pensyaratan pengalaman bagi calon pegawai bukan lagi suatu keharusan. Kecuali itu masyarakat konsumen akan mendapat perlindungan dan kemudahan. Penyertifikatan tenaga ahli memang sudah mulai dirintis beberapa tahun yang lalu. Permasalahannya siapa yang berwenang dan diakui sebagai penerbit sertifikat. Apakah lembaga pendidikan, penyelenggara pelatihan/kursus, asosiasi profesi atau instansi pemerintah?Di negara maju sertifikasi keahlian dilakukan oleh organisasi atau asosiasi profesi. Karena asosiasi itu yang selalu akan memantau dan membina anggotanya. Tentu saja tidak sembarangan, harus merupakan asosiasi atau lembaga yang handal dan kredibel. Biasanya asosiasi memiliki kriteria-kriteria tertentu untuk memberikan sertifikat bagi para anggotanya. Asosiasi profesi bahkan berkewajiban meningkatkan keahlian anggotanya dan memiliki standar moral atau kode etik (Martin & Schinzinger, 1994 clan Andi Kirana, 1996). Walaupun pada akhirnya masyarakatlah yang akan menilai mutu pemegang dan penerbit sertifikat tersebut.Seiring kebijakan pemerintah, akhir-akhir ini muncul banyak asosiasi profesi baru dan saling berlomba untuk menerbitkan sertifikat keahlian. Karena dewasa ini proyek besar dan khususnya proyek pemerintah mensyaratkan kepemilikan sertifikat bagi tenaga kerjanya. Membanjirnya permintaan sertifikat menjadi tugas berat dan tantangan bagi asosiasi profesi dan lembaga terkait.Membludaknya permintaan sertifikat dan banyaknya asosiasi baru yang masih diragukan kredibilitasnya, sehingga sering terkesan pemberian sertifikat hanya sekadar pemberian label saja. Pemberian sertifikat keahlian tanpa kriteria yang benar, atau sekadar "labelisasi", akan berdampak merugikan. Disamping itu timbul kekhawatiran kegiatan sertifikasi akan menjadi ajang baru manipulasi, untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi sekelompok orang atau asosiasi. Menjadi peluang munculnya tikus-tikus manipulator/koruptor baru, yang tentu tidak diinginkan. Kesemuanya itu merupakan pekerjaan rumah yang masih perlu digarap oleh pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam rangka pembenahan dan pembinaannya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda